Chereads / EXILE : yang terbuang / Chapter 23 - Super Kaku

Chapter 23 - Super Kaku

Jari telunjuk Karin mengarah ke dahi Jaya dan didorongnya, agar cowok itu menjauh. Karin kembali lagi dengan makanannya. Apa yang barusan dilakukan Jaya tadi tidak dapat mempengaruhi.

"Orang kaya Kak Jaya mana mungkin enggak pernah ngelakuin itu sebelumnya." Karin menyuapkan makanan ke mulutnya lagi.

Jaya menggeser bangkunya agar makin dekat dengan Karin. "Sejauh apa kamu tau aku?"

Karin menaikkan ke dua bahunya. "Aku nggak tau Kak Jaya gimana, tapi Jemmi bukan orang yang polos soal hubungan begini. Gimana bisa aku percaya kalo kakaknya enggak pernah ngelakuin itu."

"Kamu bisa tanya ke Marissa nantinya."

****

"Marissa, kenalin ini Karin."

Marissa terlihat bingung saat Jaya memperkenalkan seorang perempuan padanya. Selama dua tahun mengenal Jaya dan keluarganya, Marissa tidak pernah melihat perempuan yang dikenalkan Jaya ini. "Ada apa mau ketemu aku?"

"Ada yang mau aku tanyakan, soal ini." Jaya menyodorkan ponselnya pada Marissa.

Bisa dilihat, mata Marissa sedikit melebar saat melihat layar ponsel milik Jaya. Perlahan dia taruh ponsel itu perlahan di atas meja. "Dari mana kamu dapatkan ini?"

Jaya menggeleng dan mengambil ponselnya kembali. "Soal dari mana aku dapat ini, itu enggak penting. Apa yang mau aku tau, dia siapa? Kamu boleh jujur dan enggak usah pura-pura."

"Apa kamu bakalan marah?" tanya Marissa perlahan pada Jaya.

"Sebenarnya aku udah tau soal kebenarannya tapi aku tetap mau dengar penjelasan itu langsung dari kamu. Bisa kamu jelas secara jujur?"

"Leo pacar aku dari aku masih kuliah. Kita enggak pernah putus. Awalnya dia marah banget karena tau aku dijodohkan sama kamu, tapi setelah dibujuk akhirnya dia mau ngejalani hubungan diam-diam begini."

"Kalo kamu sudah punya pacar dan enggak pernah putus, kenapa kamu terima lamaran orang tua aku?"

Marissa malah menoleh ke arah lain. Sepertinya dia tidak berani menjawab pertanyaan itu. Namun Jaya tetap saja menyuruhnya untuk menjawab.

"Ca, apa pun alasan kamu, aku enggak akan marah. Aku ke sini cuma enggak mau dengar kebenaran dari orang lain."

"Alasan kenapa aku terima kamu itu permintaan papi sama mami aku. Biar mereka lebih gampang menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan papa kamu."

Tidak ingin mengetahui kebenaran dari orang lain dan memilih mendengarkan penjelasan langsung dari Marissa mungkin kedengaran sebagai keputusan yang tepat. Namun saat mengetahui kebenaran itu secara langsung ada sedikit rasa sakit juga pada Jaya.

Selama dua tahun ini dia berpikir Marissa benar-benar memilihnya karena menyukainya. Sehingga dia mencoba membuka hati dengan cewek itu. Jaya menyewa mata-mata untuk mematai Marissa agar dia bisa mengetahui apa yang cewek itu sukai. Nyatanya yang Jaya dapat hanyalah sebuah bukti bahwa Marissa tidak benar-benar setia padanya.

"Kalo gitu, aku enggak bisa lanjutkan pertunangan kita."

"Tapi, Jay...."

"Enggak bisa Ca, sekarang aku punya Karin." Jaya menoleh pada cewek yang duduk di sebelahnya.

"Kamu ngebalas aku dengan selingkuh juga?"

"Bukan begitu, aku pernah melakukan kesalahan ke Karin dan aku mau memperbaikinya."

"Kesalahan?" tanya Marissa.

Jaya bertanya pada Karin, "Apa aku boleh cerita?"

"Iya," jawab Karin.

"Karin hamil anak aku dan aku mau tanggung jawab dengan perbuatan aku."

"Jadi benar kamu selingkuh?"

"Ingat waktu kita berantem hebat dan aku milih buat tenangin diri di Bali?" tanya Jaya dan dibalas anggukan oleh Marissa. "Ternyata, tanpa aku sadari aku sudah ngelakukan kesalahan di sana. Karin hamil dan enggak mau temui aku untuk minta pertanggung jawaban."

"Mungkin karena itu bukan anak kamu," tuduh Marissa. "Jay, semua orang tau kalau kamu itu anak yang sopan. Mana mungkin kamu ngelakukkan itu."

Jaya menggenggam tangan Karin yang ada di atas meja. "Itu anak aku dan tanpa ngelakukan pembuktian pun semuanya jelas. Anak itu benar-benar mirip sama aku."

"Jay, kita enggak mungkin membatalkan pertunangan," kata Marissa terdengar panik.

"Kasih aku alasan kenapa kita harus lanjut? Kalo kamu masih menjalin hubungan sama pacar kamu dan aku sekarang bukan lagi cowok yang kamu kenal beberapa hari lalu. Aku punya anak dan apa kamu siap ngerawat anak itu?"

Marissa mencebikkan bibirnya. "Jay, papi sama mami aku bisa marah kalau mereka tau pertunangan kita batal."

"Apa kamu siap ninggalkan pacar kamu, ngorbankan perasaan kamu, dan seumur hidup harus ngurus anak yang bukan anak kamu?" tanya Jaya. "Soal kerja sama antar perusahaan itu tetap bisa terjadi, asal kualitas perusahaan ditingkatkan."

"Jay tap-"

"Ca," ucap Jaya memotong Marissa. "Bukannya kamu yang ngajarin aku buat perjuangankan hubungan sendiri? Ya, mungkin aku tau sekarang apa yang kamu lakukan waktu itu dipaksa sama orang tua kamu. Tapi sekarang, kamu bisa lakukan itu sama pacar kamu sekarang bukan karena paksaan dari orang lain."

Marissa terdiam memikirkan ucapan Jaya. Dia memang ingin mengakhiri hubungannya dengan Jaya agar tidak lagi berbohong tentang Leo. Namun keputusan ini sungguh berisiko baginya.

"Kamu bisa salahkan aku soal batalnya pertunangan ini. Papa sama mama aku juga enggak tau kalau kamu selingkuh. Orang yang tau cuma aku, Karin dan juga Jemmi."

"Makasih Jay," kata Marissa dan menoleh pada Karin juga untuk berkata, "makasih."

"Kita bisa akhiri semuanya dengan baik-baik."

"Apa kalian bakalan nikah?" tanya Marissa setelah memperhatikan Karin dan Jaya secara bergantian.

"Tentu," jawab Jaya dengan tegas.

"Kalo gitu, jangan lupa undang aku ya?" Marissa tersenyum hangat pada keduanya.

Batalnya pertunangan dia dengan Jaya membawakan kelegaan untuknya. Selama ini Marissa selalu menahan diri untuk terus menuruti proses persiapan untuk pertunangannya. Marissa tidak boleh membantah atau dia akan mendapatkan sebuah kemarahan dari papa dan mamanya.

"Pasti," jawab Jaya.

"Apa anak kamu ganteng?" tanya Marissa yang ingin mengajak Karin mengobrol.

"Dia cewek dan papanya Jaya bilang kalau dia mirip Januari versi cewek," jelas Karin.

Ponsel Marissa berdering dan cewek itu segera merogoh tasnya. Pada layarnya tertulis nama Lea. Nama ini juga pernah ditanyakan oleh Jaya tapi diakui Marissa sebagai teman lamanya.

"Sepertinya Leo sudah nungguin kamu," kata Jaya yang juga melihat nama pada layar ponsel Marissa.

"Dari mana kamu tau?"

Sambil menyunggingkan senyum Jaya menjawab, "Waktu kamu nyebut nama Leo di awal, semuanya sudah jelas. Lea yang kamu bilang teman lama kamu itu aslinya adalah Leo. Kamu enggak perlu lagi bohong Ca."

Marissa tersipu malu mendengar penjelasan Jaya. Dia lupa sudah menyebutkan nama Leo di awal penjelasannya tadi. "Kalo gitu, aku harus pergi dulu. Karin semoga kamu bisa menghadapi cowok yang super kaku ini ya. Bye."

Karin mengerutkan keningnya, lalu menoleh ke samping. "Cowok super kaku?"

"Masih enggak percaya?"