"Sama kamu?" tanya Karin sambil diikuti dengan gelengan kepala. "Itu enggak lucu."
Karin tidak ingin menganggap ucapan Jekie sebagai hal yang serius. Tidak mau berharap pada orang lain karena takut kecewa. Jika hanya perkataan seperti itu saja Karin sudah jatuh hati, mungkin akan lebih mudah nantinya dia terluka. Beginilah cara Karin untuk membentengi diri dari laki-laki.
Sampainya Karin di gedung apartemen, dia pergi menjemput Emily terlebih dahulu. Setelah itu barulah Karin ke kamar, menggendong Emily dengan hati-hati karena dia sedang tertidur. Hari ini dia berencana untuk membawa Emily untuk berbelanja bahan makanan selama seminggu ke depan.
****
Satpam membantu Karin membuka pintu, karena melihat kedua tangan Karin penuh memegangi belanjaan dan juga menggendong Emily. Saat sedang berjalan ke arah lift, seseorang memanggil nama Karin. Dari suaranya sudah bisa Karin tebak siapa orangnya.
"Aku telepon kamu enggak angkat," protes Jemmi.
"Enggak liat aku cuma punya dua tangan?" Karin merentangkan kedua tangannya.
Jemmi seakan tidak peduli, dia lalu berjalan begitu saja.
"Hey, mau ke mana?" panggil Karin saat melihat Jemmi masuk ke dalam lift.
"Kamu mau naik atau enggak?" tanya Jemmi sambil menahan pintu lift dengan tangannya. Dua orang yang juga ada di dalam lift memperhatikan Karin, menunggu jawaban dari cewek itu.
Tersadar dari lamunanya, Karin pun melangkah ke arah lift.
"Iya-iya, aku masuk."
Saat pintu lift di tutup, Jemmi menekan beberapa tombol lift yang sesuai dengan tujuan orang yang ada di dalam lift ini. Setelah itu, tangan Jemmi mengambil beberapa tas belanjaan yang ada di tangan Karin. hanya dua tas belanjaan saja, sisanya tetap saja Karin yang membawa.
Sampai akhirnya mereka keluar dari lift dan masuk ke dalam unit yang ditempati oleh Karin. "Aku pikir, kamu punya kartu akses ke sini."
"Bobby cuma punya satu, jadi kunci aslinya cuma punya kamu."
Karin menganggukkan kepala, paham dengan ucapan Jemmi. Sedangkan tangannya sibuk menaruh semua tas belanjaan ke dapur lalu dia berjalan lagi masuk ke kamar untuk menaruh Emily di ranjang kecilnya. Karin beruntung sekali merawat anak seperti Emily yang sangat sabar. Nangis hanya saat perutnya merasa lapar atau ingin buang air.
Selama dia tempat perbelanjaan tadi, Karin menitipkan Emily di tempat penitipan bayi yang tersedia. Sebenarnya, mereka tidak bisa menerima Emily karena masih terlalu kecil tapi Karin memaksa dan berjanji akan kembali setelah setengah jam berbelanja. Belum sampai pada waktu yang dia janjikan, Karin pun sudah mengambil Emily.
"Ngapain lagi kamu kembali ke sini?" tanya Karin setelah semua urusan rumahnya selesai dan dia menghampiri Jemmi yang sedang merebahkan tubuhnya di atas tempat duduk lipat.
"Bayangin deh Rin. Semua persiapan sudah selesai. Mulai dari baju, gedung dan undangan. Hari pertunangan sudah makin dekat dan kakak aku tau kalau pacarnya itu selingkuh."
"Terus?" Karin mengambil tempat duduk di kursi yang muat satu orang. Soal berita seperti itu, selalu terdengar menarik di telinga beberapa orang termasuk Karin. "Pertunangannya batal?"
Jemmi menggelengkan kepalanya, lalu dia mengubah posisi menjadi duduk dan melihat ke arah Karin. "Soal pacarnya selingkuh itu cuma kakak aku yang tau. Tadi dia baru kasih tau aku."
"Sekarang, kamu kasih tau aku," ucap Karin memotong omongan Jemmi.
Cowok itu tidak menanggapi ucapan Karin dan kembali berbicara, "Pacarnya pun belum tau kalau perselingkuhannya sudah ketahuan."
"Kakak kamu tau dari mana kalau pacarnya selingkuh?" tanya Karin.
Jemmi mengambil ponsel yang ada di dalam saku celananya. Dia menyalakan ponsel itu, selang beberapa detik Jemmi meyerahkan benda tersebut pada Karin. Sebuah foto terpampang di layar ponsel itu.
Dalam foto itu terlihat seorang perempuan dan laki-laki sedang berciuman. Dari sudut foto yang diambil memang jauh, tapi untuk mengerti apa yang sedang dua orang itu lakukan hanya butuh dua detik saja untuk Karin. Orang lain yang juga melihat foto itu tanpa keterangan satu kata pun sudah bisa menyimpulkannya.
"Dari mana kakak kamu dapat foto ini?" tanya Karin lagi, "ada yang enggak suka sama hubungan antara kakak kamu sama pacarnya ya?"
Jemmi menggeleng membantah ucapan dari Karin. "Kakak aku menyewa detektif dan setiap foto itu tentunya ada harganya."
"Kakak kamu masih tetap mau lanjut sama cewek yang sudah selingkuh dari dia?"
"Kakak aku enggak mau, tapi mau gimana lagi? Seperti yang tadi sudah aku bilang, undangan, gedung dan baju sudah siap. Kalau sampai pertunangan batal, keluarga aku pasti bakalan nanggung malunya. Mungkin itu enggak masalah buat papa sama mama aku, tapi kakak aku enggak mau sampai itu terjadi."
Karin meringis mendengar penjelasan dari Jemmi. Beginilah sulitnya menjadi orang yang dipandang oleh banyak orang. Seakan orang itu tidak boleh melakukan kesalahan karena akan berdampak buruk dengan citra yang sudah dibangun selama ini.
"Kamu sendiri, ada ide mau ngelakuin apa?"
"Aku juga enggak tau harus apa," kata Jemmi dengan kedua bahunya naik.
Karin hanya memutarkan bola matanya. Salahnya juga bertanya pada Jemmi, padahal dia sudah tahu kalau cowok itu bukanlah orang yang bisa diandalkan. Padahal masalah kakaknya cukup berat dan dia diberi kepercayaan dengan cara diceritakan masalah ini. Harusnya Jemmi peka, namun dia malah menjadikan cerita itu sebagai bahan gosip semata.
"Uang yang aku kasih, tinggal berapa?" tanya Jemmi mengalihkan pembicaraan. "Aku liat tadi kamu belanja banyak."
"Itu tadi belanja untuk satu minggu ke depan. Soal menghemat uang, kamu enggak perlu meragukan kehebatan aku," kata Karin. "Uang kamu masih sisa banyak. Lagian, uang yang kamu kirimkan itu baru setengah dari perjanjian awal. Ingat kalau kamu enggak sesuai sama janji, aku bakalan...."
"Iya, aku tau. Ini lagi aku usahakan biar punya alasan buat dapat setengahnya lagi," balas Jemmi yang terlihat kesal saat Karin mengungkit soal ancaman.
"Padahal, kamu tinggal mengakui kalau Emily itu anak kamu. Semuanya enggak bakalan serumit ini. Kamu enggak perlu bohong biar bisa dapatkan uang."
"Bakalan lebih rumit lagi Rin," bantah Jemmi cepat.
"Enggak rumit, kamu cuma takut dimarahi aja. Iya kan?"
"Terserahlah," ucap Jemmi akhirnya sebagai tanda kalau obrolan mereka harus selesai di sini. Cowok itu kembali merebahkan tubuhnya lagi di atas sofa lipat dan kali ini dia memainkan ponsel.
Pada waktu yang sama, terdengar suara tangis Emily. Karin pun segera menghampiri anak itu untuk melihat keadaannya. Seperti dugaan Karin, Emily hanya akan bangun untuk minum susu dan juga buang air. Kini opsi kedua lah yang membuat Emily bangun dan menangis.
Dengan telaten, Karin membuka dan mengganti pakaian Emily. Setelah semuanya beres, hanya beberapa tepukkan lembut pada punggungnya Emily kembali tidur lagi. Kegiatan yang banyak membuat Karin juga lelah dan ingin mengistirahatkan tubuhnya.
Karin tidak pernah menyangka, mengurus satu bayi bisa selelah ini. Lebih melelahkan dari pada bekerja sebagai pelayan di restoran dulu. Padahal kalau dipikir, Emily anak yang cukup mudah untuk diurus dan ditambah lagi dia belum terlalu aktif.