Pohon beech tua itu memiliki batang yang sangat besar. Saat kecil, Annie bisa memanjatnya dengan mudah dan duduk di salah satu dahannya yang mendatar. Namun, ia sudah lama sekali tidak memanjat pohon lagi. Terakhir kali ia menaikinya, ibu sangat marah dan mengurungnya di kamar. Ia harus memikirkan tindakannya, yang sama sekali tidak mencerminkan seorang wanita.
Siang hari yang terik seperti ini ibu pasti sedang beristirahat. Annie melangkah dengan pasti ke arah pohon beech itu. Lagipula, surat itu sangat penting baginya. Ia tak mau kehilangan surat itu, meskipun harus dikurung selama seminggu.
Annie menjejakkan kakinya pada batang pohon. Sedikit demi sedikit, ia mulai merayap naik. Surat itu terselip di antara dedaunan di atas dahan pohon yang mendatar. Kalau ia bisa berdiri di atasnya, tangannya pasti dapat mencapai surat itu. Lagipula udara dingin membuat dahan pohon lebih kering dari biasanya. Ini pasti akan mudah.
Annie berhasil naik ke atas dahan pohon. Dengan lutut bergetar, ia berdiri. Ini tak semudah saat ia kecil. Pada saat itu ia bisa mengayunkan tubuhnya yang ringan ke atas pohon. Tak masalah, yang penting ia bisa mengambil surat itu. Tangannya meraih benda berwarna cokelat itu, namun ia membuat kesalahan dengan melirik ke bawah. Panik mulai menjalari tubuhnya, ia pun jatuh karena kehilangan keseimbangan.
Surat itu terbang kembali setelah Annie melepaskannya dari kungkungan dedaunan. Berbeda dengan Annie yang jatuh ke atas tanah dengan keras.
"Waaah, suratnya terbang lagi!" pekik Lila dengan takjub.
"Iya, terbang jauh sekali. Seperti akan menuju langit," sambung Lily.
Tentu saja tak boleh terjadi. Annie segera bangkit. Surat itu mengikuti arah angin. Gadis itu bernapas lega saat lama-kelamaan surat itu mulai turun. Kecuali saat ia sadar kalau arah itu adalah arah menuju sungai!
Surat itu menyelinap ke balik rerimbunan. Saat Annie tiba di sana, ia tak menemukan surat itu lagi.
"Dia berenang, Annie!"
Tidak, tidak, tidak! Annie melihat surat itu terapung mengikuti ayunan air. Sebenarnya, sungai di samping Fawnington ini hanyalah aliran air kecil, tapi airnya mengalir dengan deras karena kondisi permukannya yang menanjak. Annie yang sudah sejak tadi melepas sepatunya, berlari di tepi sungai. Ia harus segera mengambilnya. Kalau tidak, air akan membenamkan kertasnya dan melunturkan tintanya.
Anliela dan Lilibeth kecil berusaha mengikuti kakaknya. Namun, ranting-ranting pohon menghalangi kaki-kaki kecil mereka. Sementara itu, seorang gadis yang tengah memancing di tepi sungai melihat ada benda aneh yang terapung.
"Verity, apakah ada orang yang sengaja membuang surat yang masih tersegel di sungai? Duh, aku jadi ingin melihat apa isinya. Bisa jadi berisi tentang permintaan maaf dari mantan suami yang jahat, atau seorang nenek yang membunuh cucunya. Lihat skandal apa yang akan kutemukan ini. Swanfield pasti akan gempar!"
"Kau selalu berasumsi hal-hal aneh," ucap Verity dengan geli. Buku yang sedang ia baca kini ia letakkan di atas daun mapel kering. Ia beranjak dari duduknya. "Coba kita ambil saja, siapa tahu ada orang yang kehilangan."
"Kehilangan. Tidak mungkin. Ah, atau si pengantar surat baru itu yang terlalu kikuk dan tak sengaja menjatuhkan suratnya ke sungai."
"Benar. Ayo, Faith. Kalau dia sudah mengalir ke sungai Floircrest, mustahil kita bisa menyelamatkannya."
Saat itulah mereka melihat kakak mereka, Annie, datang.
"Kalian di sini rupanya. Aku yakin kalian belum izin pada ibu. Ah, lupakan. Cepat bantu aku mengambil surat itu!"
Akhirnya mereka mengerti kalau surat itu adalah surat yang selama ini ditunggu-tunggu oleh Annie. Faith menemukan sepotong kayu, dan menggunakannya untuk meraih surat itu. Namun usahanya tak berhasil.
"Suratnya benar-benar basah. Semoga saja tintanya tak luntur. Kalau luntur, sia-sia saja aku menunggu selama ini," keluh Annie, yang telah memasukkan kakinya ke dalam sungai.
Surat itu seakan punya jalan pikirannya sendiri. Seperti seekor ikan, ia menghindar dari tangkupan tangan Annie. Ia terus mengapung mengikuti aliran menuju sungai Floircrest yang beraliran deras!
"DAPAT!"
Mata Annie melebar. Rupanya Faith menunggu di atas jembatan dengan membawa keranjang yang ia gunakan untuk menempatkan ikan. Gadis yang tadinya tengkurap di jembatan itu kemudian berdiri. Ia berlari dan menunjukkan keranjang itu pada Annie.
Surat yang menyedihkan itu teronggok lemas di sudut keranjang. Annie mengambilnya dan membaca bagian depan surat itu. Untuk Miss Arnuity Dawn Skylark. Ia bersorak.
"Faith, kau benar-benar pintar!" Annie memeluk kedua adiknya dengan bahagia. Rona merah menghiasi pipinya. "Ayo, kembali ke rumah. Hentikan kegiatan mengotori keliman gaunmu itu, Faith. Kasihan Chlorice. Dia selalu menghabiskan seluruh harinya di ruang cuci hanya karena pakaianmu."
"Bagaimana, kau diterima atau tidak?" tanya Faith tiba-tiba.
Annie menatap kedua adiknya, yang juga melihatnya dengan pandangan ingin tahu. Keringat dingin jadi membasahi tengkuk Annie. Ia sangat berharap bisa sekolah di Palais Lyle. Kalau ia tak diterima, hatinya akan hancur.
"A-aku belum membukanya. Aku akan membacanya di rumah."
Annie berjalan meninggalkan Faith dan Verity. Ia disambut oleh Anliela dan Lilibeth di dekat rerimbunan konifer. Rupanya mereka berdua menyerah mengikuti Annie, dan memutuskan untuk menunggu di pintu gerbang menuju sungai.
Kelima gadis itu kembali ke Fawnington dengan perasaan senang. Dengan saling membantu, mereka bisa menyelamatkan surat berharga itu dari sungai Floircrest. Ah, mungkin kecuali Annie, yang jantungnya berdegup lebih kencang. Karena satu kata yang tertulis dalam surat itu, pasti akan mengubah hidupnya selamanya.
"Aku akan membukanya," ucap Annie saat mereka sudah berkumpul di ruang tamu. Namun, melihat wajah-wajah penasaran itu mengelilinginya, tangannya gemetar. "Tunggu. Biar aku buka sendirian dulu."
Annie berdiri. Gaunnya yang lembab membasahi pergelangan kakinya selagi ia berjalan hilir mudik. Annie menguatkan hatinya, dan membuka amplop surat.
Miss Arnuity Dawn Skylark
Fawnington
5 Swanfield
Fernwick, Irelia
Kepada Miss Skylark,
Dengan berbahagia kami menyampaikan bahwa Palais Lyle telah menerima Anda sebagai murid kami.
Harap tiba tepat pada waktu yang ditentukan. Semester akan dimulai pada tanggal 4 September. Kereta menuju Palais Lyle akan diberangkatkan pada pukul 9 dari stasiun Lylefox. Bagi murid yang menggunakan kendaraan pribadi, keterlambatan ditolerir sampai pukul 10 pagi.
Hormat Kami,
Faunia Frost
Kepala Sekolah
"Aku diterima! Lihatlah, Palais Lyle telah menerima Anda sebagai murid kami," pekik Annie gembira sembari membacakan surat itu dengan lantang.
Kepalanya berputar dengan kemungkinan-kemungkinan menyenangkan yang akan terjadi di masa depan. Teman baru yang menyenangkan. Berbagai macam pelajaran yang dapat ia pelajari. Serta kastil Palais Lyle yang legendaris.
"Selamat, Kak," kata Verity dengan manis. "Kalau begitu, kita tak akan bertemu dalam waktu yang lama."
"Benar juga. Tapi aku harap kalian bisa membujuk ibu supaya membolehkan kalian menyusulku ke sana. Dengan begitu, kita bisa tetap bersama-sama."
Verity tersenyum dan mencium pipi Annie. Sementara, dahi Faith berkerut. Jemarinya menunjuk satu titik dari surat itu. "Annie, bukannya tanggal empat itu besok?"