Beruntung kali itu Mr. Russel sedang berada di rumah. Ia adalah pemuda yang aktif dalam masyarakat, sehingga seringkali terlihat bepergian. Mr. Russel menjamu Annie dan Mrs. Skylark dengan puding treacle, sembari mendengarkan perkataan Mrs. Skylark.
"Annie sudah lama ingin sekolah di Palais Lyle, kau pasti sudah tahu. Ia lolos tes ujiannya dan sudah diterima!"
Mr. Russel terpaku sejenak. Mata cokelatnya menatap Annie seakan tak percaya. "Bagus sekali. Selamat, Annie. Kau harus membiarkan aku mengadakan jamuan makan malam untuk merayakannya. Kau akan pergi jauh, warga Swanfield akan merindukanmu. Tak akan banyak yang diundang―"
Mata Mrs. Skylark berbinar-binar. Pipinya memerah. "Jamuan makan malam, tepat sekali! Karena alasannya spesial, maka pestanya harus lebih spesial daripada biasanya. Epergne perak yang kau sajikan saat nenekmu ulang tahun mungkin bisa kau keluarkan. Dengan satu buah nanas yang eksotis pasti akan membuat tamu-tamu undangan kagum."
"Tentu saja harus spesial. Tapi masalahnya, epergne itu milik nenekku. Ia yang mengeluarkannya sendiri pada pesta ulang tahunnya kemarin."
"Tidak bisakah kamu membicarakannya padanya? Aku yakin dia akan senang sekali kalau bisa meminjamkannya untuk menghiasi pesta Annie. Putriku ini kan, sudah seperti cucunya sendiri."
Annie tak mengerti kenapa obrolan bisa melenceng jauh dari yang mereka rencanakan. Menarik napas panjang, Annie pun membuka mulut. "Masalahnya Ibu, dan Mr. Russel, tak ada waktu yang tersisa lagi. Aku harus tiba di stasiun Fernwick jam tujuh besok pagi. Sebenarnya maksud kami datang ke Meadow View untuk meminta bantuanmu. Apakah bisa mengantarku besok ke stasiun?"
"Ah benar juga. Sayang sekali, Mr. Russel. Kami terpaksa menolak niat baikmu. Tak ada waktu yang cukup untuk menyiapkan pesta."
Mr. Russel adalah seorang pemuda yang berusia dua puluh tahun. Berkat didikan orang tuanya yang baik, ia tumbuh jadi pemuda yang berbelas kasih. Ia dipuja-puja oleh orang-orang tua di Swanfield karena karakternya, dan digemari oleh para gadis karena keindahan parasnya. Ia mempunyai mata cokelat dengan sorot yang lembut, dengan alis yang melengkung di atasnya. Rambutnya berwarna cokelat. Bibirnya tipis dengan bentuk sedemikian rupa hingga menyiratkan keramahan bagi yang melihat.
"Memang sangat disayangkan. Tentu saja, Miss Skylark. Aku akan menyuruh kusirku untuk mempersiapkan kereta dan mengantarmu besok pagi."
"Aku dengar kau punya kendaraan baru, ya. Kereta tanpa kuda. Apakah itu bisa digunakan sejauh stasiun Fernwick?"
"Tentu saja bisa, hanya saja―" Mendengar kereta baru Mr. Russel disebutkan, Annie mau tak mau juga tertarik. Seumur-umur, ia belum pernah melihat ada kendaraan yang bisa berjalan tanpa kereta kuda. Mr. Russel melihat mata Annie, dan melanjutkan. "Sebaiknya kalian melihatnya dulu. Ada beberapa hal yang kukhawatirkan. Aku menyimpannya bersama kereta yang lain."
Mereka bersama-sama keluar rumah. Mr. Russel memanggil seorang kusir, sementara Annie dan ibunya menunggu di halaman.
Mrs. Skylark menggamit tangan Annie, senyum terulas di wajahnya. "Warga Swanfield kemarin sudah melihat kendaraan baru yang spektakuler ini, tapi tak ada yang menaikinya. Kalau kita bisa diantar dengan kereta ini, pasti akan menjadi tontonan bagus."
"Ibu, tak ada yang keluar rumah sebelum jam delapan pagi."
"Para pelayan yang mencuci pakaian di sungai pasti akan melihatnya. Mereka punya koneksi lebih luas daripada yang dapat kita bayangkan, tahu."
Suara derikan mesin tiba-tiba terdengar. Datanglah Mr. Russel menaiki kereta barunya. Bentuknya seperti phaeton, dengan sebuah kursi kayu yang diapit roda yang besar. Di belakang kursi tersebut terdapat mesin yang mengeluarkan suara berisik itu. Sebuah roda kecil terdapat di bagian depan.
"Bolehkah aku menaikinya?" tanya Mrs. Skylark.
Mr. Russel mengizinkannya. Annie tertawa melihat ibunya yang berseru begitu kereta itu meluncur di rerumputan. "Ini sangat menakjubkan! Apakah tak bisa lebih kencang lagi?"
"Tidak bisa, memang kecepatannya hanya segini."
Akhirnya, Mrs. Skylark turun dengan kecewa. Kereta itu memang disertai dengan teknologi canggih, tetapi kecepatannya seperti naik pedati. Belum lagi suara mesinnya yang mengganggu sepanjang jalan.
"Nah, itu yang aku khawatirkan. Ia sangat lambat. Jauh lebih lambat daripada naik kereta kuda. Dengan waktu yang terbatas, khawatirnya kita tak akan pernah sampai ke stasiun," kata Mr. Russel, lalu dengan pipi memerah dia melanjutkan, "Dan tempat duduknya hanya untuk dua orang."
"Tidak apa-apa berangkat lebih pagi dari biasanya."
"Ibu, takutnya ada perampok yang menghadang kita. Maaf Mr. Russel, kalau begitu, pakai kereta kuda saja."
Akhirnya diputuskan. Mr. Russel akan menjemput mereka pagi-pagi buta keesokan hari di Fawnington. Annie tak pernah merasa lebih senang. Palais Lyle yang selama ini hanya ada di mimpinya akan jadi kenyataan.
Di perjalanan pulang, mereka mampir ke rumah Ephraine. Gadis itu terlihat makin cerah setelah menikah. Air matanya menitik saat memeluk Annie, begitu tahu kalau gadis itu akan pergi. "Jadi, aku akan melihatmu lagi tahun depan? Itu lama sekali. Aku akan merindukanmu setiap hari."
"Kita masih bisa berkirim surat," tawa Annie sembari menghapus air mata Effie. "Dan saat pergantian semester kamu bisa mengunjungiku."
"Aku pasti akan datang! Aku janji," ucap Effie, sesenggukan. "Kau akan bertemu teman-teman barumu di sana. Jangan lupakan aku, ya. Teman-temanmu adalah gadis kota dengan topi mahal dan pita mewah, aku hanyalah gadis desa yang ujung gaunnya ternoda lumpur."
"Effie, kau adalah sahabatku! Mana mungkin aku akan melupakanmu."
Ephraine adalah satu-satunya teman Annie di Swanfield. Mereka sudah berteman sejak kecil. Saat gadis-gadis lain mulai menjauhi Annie, Effie justru menggenggam Annie lebih erat. Senyumnya yang hangat lah yang menjaga Annie dari kehancuran. Tawanya yang renyah menjaga Annie dari pikirannya bahwa ia sendirian di dunia ini.
Saat kembali ke Fawnington, hari sudah gelap. Menu makan malam adalah kentang tumbuk dengan zaitun hijau. Annie kembali ke kamarnya selesai makan. Ia mencabut sebuah foto yang ia sematkan di dinding. Palais Lyle.
Bangunan klasik menyerupai kastil itu sudah menjadi mimpinya selama ini. Ia berharap ia dapat kabur sejenak dari hantu-hantu yang menghuni Fawnington. Ia ingin belajar menjadi wanita yang kuat seperti Miss Frost, dan mengalahkan hantu-hantu itu dengan pedangnya sendiri, alih-alih bersembunyi di balik perisai orang lain.
Annie terlelap, dan saat membuka mata, ia sedang menumbuk sesuatu. Beberapa kentang menggelinding di meja. Annie memasukkan mereka satu persatu ke dalam wadah, kemudian menghancurkannya. Ia akan membuat kentang tumbuk. Untuk menambah aroma, ia memasukkan lemon zest ke dalamnya.
Anliela dan Lilibeth pasti akan senang memakannya.
Annie mengambil minyak zaitun dari dalam rak. Tangannya terus menumbuk. Saat ia ingin menuangkan minyak zaitun, kentang itu berubah jadi warna merah. Darah.
Annie menjerit.