Chereads / GIRL DRUMMER / Chapter 4 - Dibalik Bencinya Azam

Chapter 4 - Dibalik Bencinya Azam

'Jazel Kafi Zaviyar' adalah pria yang seumuran dengan Zia, bertubuh tinggi kurang lebih 178 cm dengan sorot mata tajam dan alis tebal, hidung mancung dan bibir yang sexy. Wajah yang sangat sempurna dimata para wanita, terutama di sekolah barunya.

***

Tok..tok...tok...

Aku membuka pintu kamar Kak Azam pelan, "aku masuk ya Kak" ucap ku, terlihat dia tersenyum mengangguk. Aku menghampiri Kak Azam yang sedang menatap laptop nya yang sedang menyala.

"Kak...apa Kakak beneran gak bisa tinggal di sini aja" ucap ku, Kak Azam menghentikan jemarinya yang sedang mengetik kemudian menatap ke arah ku.

"Sini duduk" ucap nya sambil menepuk sofa di sebelahnya, aku pun menurut dan duduk di sebelah Kak Azam.

"Kamu tau kan, Papa sama Kakak bagaimana. Kakak gak mau jadi durhaka terus sama Papa, karena melawan dia. Kakak janji akan lebih sering main ke sini ya, ntar tiap minggu Kakak jemput kamu kita quality time ya" pujuk Kak Azam, aku pun menatap ke arah nya.

"Kakak janji ya, nanti harus sering - sering ke sini liat aku" ucap ku dengan mata yang mulai berkaca - kaca.

"Iya Kakak janji" ucap nya mantap, kemudian merengkuh tubuhku dalam pelukannya.

"Kamu baik - baik di rumah ya, Kakak sayang sekali sama kamu" sambung Kak Azam lagi sambil masih memelukku, aku pun menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Hati ku terasa lebih baik mendengar ucapan Kak Azam, aku tau dia sangat menyayangi ku begitu juga dengan ku. Aku hanya punya Kak Azam saat ini, meskipun ada Papa dirumah ini tapi aku yakin sekali pria dewasa tersebut akan jarang di rumah.

Tepat pukul empat sore akhirnya Kak Azam sudah kembali ke apartemennya, tinggallah aku sendiri. Papa belum pulang sejak tadi, Ambu pasti sedang istirahat di belakang, aku duduk di ruang keluarga sambil menonton tv.

Tak lama ku dengar suara gelak tawa, ternyata Papa pulang bersama beberapa teman nya. Sepertinya aku juga mendengar suara seorang wanita, karena merasa penasaran akhirnya aku berdiri dan menuju ruang tamu.

"Papa sudah pulang?" ucap ku melihat Papa dan ada perasaan aneh saat ku lihat seorang wanita muda duduk menempel di dekat Papa.

"Zia, kenalkan ini teman – teman Papa" ucap nya seraya mengenalkan beberapa temannya pada ku, aku pun menundukkan kepala sopan ke arah tiga pria yang sebaya dengan Papa tapi tidak pada wanita yang kini duduk di sebelah Papa.

"Zia, ini Elsy dia teman dekat Papa" aku mengernyitkan kening mendengar ucapan Papa, ku lihat wanita muda tersebut tersenyum pada ku. Sementara aku masih menatapnya dengan penuh tanya tanpa tersenyum sedikit pun.

"Maaf Pa, Zia ke dalam dulu" ucap ku pamit kemudian meninggalkan ruangan tersebut menuju kamar ku.

Sampai di kamar, aku masih memikirkan ucapan Papa. 'Teman dekat?' gumam ku, 'apa mungkin?' aku menggelengkan kepala ku cepat, berharap apa yang ada di pikiran ku itu tidak benar.

Akhirnya aku memutuskan untuk mandi karena sudah hampir jam lima sore, aku masuk ke kamar mandi dengan membawa handuk.

Sementara di sebuah apartemen, seorang pria sedang duduk di kursi yang ada di balkon kamarnya menatap pemandangan langit sore.

'Ma...aku tau derita Mama, bantu aku jaga Zia dari atas ya Ma' gumam nya, ya dia adalah Azam Kakak Zia.

'Aku tau Mama memendamnya sendiri selama ini, tapi aku tak akan biarkan Zia ikut menanggung nya juga Ma' gumamnya lagi sambil mengusap ujung matanya yang berair.

#Flashback

Azam sangat ingat sekali saat itu dia masih duduk di bangku SMA, Azam pulang sekolah dengan riang karena memperoleh nilai yang baik. Tapi tawa riang nya tiba – tiba memudar saat mendengar suara gaduh di balik pintu kamar orang tuanya. Terdengar suara tangis pilu sang wanita dan Azam yakin itu adalah suara Mamanya.

"Kamu tega Pa, aku tak pernah berlaku curang sedikit pun bahkan aku menuruti semua keinginan mu. Tapi kenapa kamu tega main gila di belakang ku, apa kamu tidak memikirkan anak – anak" ucap sang Mama dengan isak tangisnya.

"Aku butuh kesenangan Ma, anak – anak tidak akan pernah tau jika kamu tidak memberi tahu nya" ucap si pria dengan tidak berperasaan.

"Pa...aku mohon, berhenti main gila. Apa kamu tidak takut media tau, bukan hanya kamu yang bakal hancur tapi anak – anak juga Pa" mohon si wanita dengan tangis yang menyayat hati.

"Makanya kamu harus tetap jaga sikap kamu baik di depan media maupun anak – anak. Jika kamu mau semuanya baik – baik saja, bersikaplah seperti biasa agap semuanya tidak pernah terjadi!" tekan si pria dengan suara meninggi, Azam yang sudah mengepalkan tangannya sejak tadi sangat mengerti kemana arah pembicaraan sang Papa.

BRAK!!!

Azam mendobrak pintu dengan keras, hingga dua manusia yang sedang bertengkar tersebut terkejut dan secara bersamaan menghadap ke arah Azam yang kini berdiri di depan pintu dengan rahang yang sudah mengeras.

"Azam" ucap sang Mama sambil mengusap pipinya yang basah dan berusaha tersenyum ke arah putranya yang datang dengan menggenggam piala di tangannya.

"Kamu sudah pulang nak, wah anak Mama juara ya. Sini Mama lihat pialanya" ucap sang Mama berusaha tegar dan mengambil piala tersebut dari tangan Azam.

"Apa Papa bisa jelasin dengan yang barusan Azam dengar" ucap Azam sambil menatap tajam ke arah Papa nya.

"Papa rasa kamu sudah cukup umur untuk mengerti ucapan Papa, jadi tidak perlu Papa jelasin" ucap sang Papa sambil menatap ke lain arah.

"Kenapa Papa tega sama Mama, Papa udah gak cinta sama Mama" ucap Azam sedikit berteriak di pada Papanya, pria dewasa tersebut menatap tajam ke arang putranya yang berteriak.

"Untuk pria se usia Papa bukan hanya cinta yang Papa butuhkan, dan kamu jangan ikut campur urusan orang tua!" bentak nya.

"Apa??? Apa yang Papa butuhkan, dimana kurangnya Mama? Kenapa Papa tega sama Mama!" ucap Azam keras.

"Azam!!! Sudah nak, Mama tidak apa – apa jangan durhaka sama Papa mu" ucap sang Mama sambil memegang lengan sang putra, sementara suaminya menatap tajam ke arah Azam.

"Kamu lihat, ini hasil didikan mu dirumah!!!" tuding pria dewasa tersebut pada istrinya, Azam semakin geram melihatnya malah menyalahkan wanita yang sangat di sayanginya.

"Jangan salahin Mama, Azam begini karena Papa. Papa yang buat Azam durhaka, aku malu punya Papa tukang selingkuh!!!" Bentak Azam keras, membuat Mama dan Papa nya terkejut.

PLAK

"Papa...!" teriak sang Mama saat sebuah tamparan mendarat dipipi Azam dengan keras hingga memperlihatkan bekas merah lima jari di pipi mulus pria tersebut.

"Kamu jangan semakin kurang ajar!" bentak pria dewasa tersebut pada putranya, kemudian menatap tajam ke arah istrinya.

"Ajari anak mu, jangan sampai tanganku kempali mendarat di pipinya yang satu lagi" sambung si pria dewasa kemudian berlalu meninggalkan anak dan Ibu tersebut.

Wanita dewasa tersebut memegang pipi putranya yang merah, "maafin Mama nak, hiks...hiks.." ucapnya sambil membawa Azam duduk di sofa.

"Ma...Azam tidak apa – apa, Mama jangan sedih" ucap Azam menenangkan Mamanya.

"Sebentar ya biar Mama ambilkan alat kompres dulu" ucap sang Mama sambil berdiri menuju dapur dan mengusap pipinya yang basah. Tak berselang lama, wanita tersebut sudah datang dengan membawa alat kompres.

Perlahan wanita dewasa tersebut menekan alat kompres ke pipi putranya yang mulai membengkak, Azam memegang tangan Mamanya agar berhenti.

"Ma...apa Papa sering seperti ini?" ucap Azam lirih, wanita tersebut mengalihkan pandangannya ke lain arah tak ingin bersitatap dengan sang putra.

"Ma...kenapa Mama tidak pernah cerita ke Azam. Kita pergi saja dari rumah ini Ma, jika Papa sudah tak menginginkan Mama"

"Tidak semudah itu nak, adik kamu masih kecil. Kamu juga harus kuliah supaya sukses"

"Azam akan kerja Ma, Azam akan cari uang buat Mama sama Zia. Ayo Ma kita pergi saja dari sini" ucap Azam memohon.

"Tidak Zam, Mama mencintai Papa kamu tak mungkin Mama akan meninggalkannya"

"Heh...cinta, Papa gak pantes dapat cinta dari Mama"

"Ssssttt...sudah ya, jangan pernah bahas ini lagi. Kamu harus pura – pura tidak tau tentang hal ini, demi Mama dan adik kamu ya sayang" ucap sang Mama.

"Ya sudah, kamu ganti baju dulu ya. Kita makan siang bersama" ucap wanita dewasa tersebut sambil memaksakan senyum.