Chereads / GIRL DRUMMER / Chapter 3 - Omlet

Chapter 3 - Omlet

Sampai di rumah, aku memilih duduk di taman belakang menatap bunga - bunga yang selalu dirawat oleh Mama dengan kasih sayang. Mama sangat suka bunga, dulu Mama setiap sore menyiramnya dan itu akan menjadi tugasku sepertinya mulai hari ini.

'Ma...aku akan merawat bunga Mama dengan baik' gumam ku.

"Ngapain di sini" Kak Azam datang dan duduk di kursi yang kosong.

"Gak apa - apa Kak, lagi pengen di sini aja"

"Kamu izin sekolah berapa hari?" tanya Kak Azam.

"Aku belum tau Kak, rasanya masih pengen di rumah saja"

"Kakak hari senin sudah mulai masuk kantor, mungkin minggu Kakak akan kembali ke apartemen" aku menatap ke arah Kak Azam.

"Apa Kakak tak mau tinggal di rumah ini saja?"

"Kakak gak bisa Zia, kamu tau sendirikan Kakak sama Papa gak pernah akur"

"Apa Kakak tak bisa tinggal lebih lama lagi?" ku dengar Kak Azam menghela nafasnya ringan.

Aku tau sekali bagaimana hubungan Kak Azam dengan Papa, tapi apa dia tak bisa tinggal beberapa hari saja lagi. Bagaimana dengan ku nanti jika Kak Azam sudah tidak di rumah, siapa yang akan menemani ku lagi.

"Nanti Kakak akan sering menjenguk mu ya" ucap Kak Azam, dan itu sudah menjawab pertanyaan ku tadi.

***

Ini hari minggu, itu artinya Kak Azam akan kembali ke apartemennya. Aku turun ke bawah dengan langkah gontai, sudah lima hari Mama meninggalkan kami tapi aku masih merasa Mama masih ada disini.

"Ma...aku mau sarapan omlet ya" ucap ku tanpa sadar begitu duduk di kursi makan, Papa dan Kak Azam serentak menatap ke arah ku. Awal nya aku heran, tapi kemudian aku baru sadar. Ku tundukkan kepala ku dengan air mata yang mulai menggenang.

"Maaf" ucap ku lirih.

"Tidak apa - apa" ucap Kak Azam sambil mengusap punggung ku yang mulai bergetar.

"Sudah berapa kali Papa bilang sarapan seperti itu tidak sehat Zia, makan yang lain saja" ucap Papa dengan nada dingin, pria dewasa ini memang selalu seperti ini jika aku meminta omlet.

"Apa mau Ambu buatkan Neng" ucap Ambu yang sudah berdiri di ruangan makan.

"Tidak perlu Mbu, biar Zia terbiasa makan yang lain jangan omlet terus. Itu tidak sehat!" jawab Papa dingin sebelum aku menjawab pertanyaan Ambu.

"Buatkan saja Mbu" ucap Kak Azam membantah ucapan Papa, ku lirik Papa dari ujung mata ku. Terlihat pria dewasa tersebut menatap tajam ke arah Kak Azam.

Sementara Ambu langsung ke dapur untuk menyiapkan bahan membuat omlet yang ku minta.

"Jangan terlalu membela adik mu, makanan seperti itu tidak baik untuk nya. Zia itu masih dalam masa pertumbuhan, jadi harus makan yang sehat supaya otaknya bisa pintar" tegas Papa.

"Pintar apa? pintar seperti keinginan Papa, sudahlah Pa...jangan selalu memaksa Zia dan kali ini biarkan dia makan apa yang dia mau. Jangan terlalu keras pada Zia, dia bukan Azam yang bisa Papa tekan seenaknya" bantah Kak Azam lagi dengan ucapan yang ku rasa dapat membuat emosi Papa naik, aku pun mulai merasakan aura permusuhan antara dua pria tersebut.

"Terus saja membela adik mu. Jangan ajar dia jadi pembangkang!" ucap Papa dengan tatapan sengit ke arah Kak Azam, sementara yang di tatap malah cuek, seolah mengabaikan ucapan Papa.

Kemudian Papa menatap ke arah ku, "Papa mau pergi keluar dulu. Papa ada janji sama kolega untuk main golf mungkin sore baru pulang" ucap pria dewasa tersebut sambil mengelap bibirnya dengan serbet kemudian bangkit dan meninggalkan kami.

Setelah Papa pergi, Kak Azam mengusap kepala ku lembut.

"Maafin Zia, Kak" ucap ku lirih.

"Sudah jangan sedih - sedih"

Tak lama Ambu datang membawa piring yang berisikan omlet mie kesukaan ku, bau nya harum sekali.

"Ini omlet nya Neng" ucap Ambu sambil tersenyum meletakkan piring yang berisi omlet tersebut.

"Terima kasih, Mbu" ucap ku sopan.

"Makan yang banyak ya, habiskan. Kamu butuh energi banyak untuk melanjutkan hidup, jangan terlalu fokus dengan kesedihan. Bagaimanapun kita harus tetap menjalani hidup, meski tanpa Mama" ucap Kak Azam menasehati, sambil mengambilkan sendok dan garfu untuk ku.

Aku pun mengangguk kemudian mulai menikmati omlet tersebut, enak tapi tetap saja tidak se enak buatan Mama. Tapi aku tetap mengunyahnya hingga habis, aku harus terbiasa dengan rasa buatan Ambu mulai hari ini.

Setelah selesai sarapan, aku membereskan piring kotor dan membawanya ke tempat cucian piring untuk di cuci.

"Aduh Neng...biar Ambu aja atuh yang cuci" ucap wanita dewasa tersebut.

"Gak apa - apa Mbu, cuma sedikit kok" ucap ku masih melanjutkan aktivaitas mencuci piring hingga selesai.

"Ambu mau masak apa?" tanya ku ikut duduk di hadapan Ambu yang sedang mengupas wortel.

"Mau masak sop ayam campur sayur aja Neng. Apa Neng mau minta masakin sesuatu sama Ambu?" tanya wanita dewasa tersebut, aku menggelengkan kepala dengan senyum.

"Tidak Mbu, aku akan makan apa pun yang Ambu masak" ucap ku sambil tersenyum, aku memang tidak memilih dalam makanan.

Selama ini semua yang dimasak oleh Mama dan Ambu aku tak pernah protes, hanya saja kalau sarapan aku memang sering meminta omlet.

"Mbu..., kapan - kapan ajarin aku buat omlet ya" ucap ku, terlihat wanita dewasa tersebut menatap ke arah ku.

"Kenapa Neng, apa omlet buatan Ambu kurang enak?" tanya nya, aku menggelengkan kepala ku dengan cepat tak ingin wanita tersebut salah paham.

"Bukan...bukan itu maksud ku Mbu, aku mau belajar buat sendiri biar nanti kapan pengen tidak perlu merepotkan Ambu" ucap ku lagi, terlihat wanita tersebut tersenyum.

"Oh...begitu, ya udah nanti siap masak Ambu ajarkan ya" aku pun mengangguk tersenyum, kemudian membantu Ambu untuk mengupas kentang untuk campuran sop.

Lebih kurang satu jam kami sudah selesai memasak sop ayam dan goreng tahu tempe, Ambu juga membuat sambal terasi seperti request Kak Azam. Kata Kak Azam mumpung Papa tidak di rumah jadi dia minta dibuatkan sambal terasi, karena jika ada Papa pasti dia akan protes. Papa tidak suka sambal terasi katanya baunya tidak enak, dia pasti akan menyuruh membuangnya jika tercium di meja makan.

Ah...jika mengingat pria dewasa itu, rasanya aku lelah. Di rumah ini tak ada yang berani membantah Papa, semua ucapannya seperti undang - undang negara yang wajib di patuhi bahkan mungkin lebih dari itu, karena undang-undang negara saja masih bisa dibantah.

"Hmmm...enak Neng, yang ini lebih enak dari yang tadi" ucap Ambu sambil mengunyah omlet buatan ku yang ke tiga kali. Ambu menepati janji nya untuk mengajarkan ku membuat omlet setelah memasak.

"Beneran Mbu?" tanya ku berbinar, terlihat wanita dewasa tersebut mengangguk antusias.

"Iya benar, ini enak. Coba aja Neng kalau gak percaya" ucapnya lagi sambil menyodorkan piring yang berisi omlet tersebut.

"Biar aku yang coba Mbu" ucap Kak Azam yang baru saja nongol dan langsung merebut garfu yang ada potongan omlet di tangan Ambu.

Ku lihat Kak Azam mulai mengunyah pelan dan kemudian dia tersenyum sambil mengacungkan jempolnya ke arah ku.

"Ambu benar, ini enak sudah seperti buatan Mama" ucap Kak Azam tanpa sadar, senyum ku langsung memudar ketika mengingat Mama.

"Ops.." ucap Kak Azam, kemudian mengusap kepala ku lembut.

"Udah gak apa - apa, kan malah bagus atuh Neng jika sama dengan buatan almarhumah Nyonya. Berarti Neng pinter masak kaya almarhumah juga" ucap Ambu menghilangkan suasana sedih, aku pun tersenyum mendengarnya.

"Iya Ambu benar, kapan - kapan Kakak minta di buatkan kalau kamu ke apartemen ya" ucap Kak Azam lagi memberikan semangat pada ku.

"Gak...kalau Kak Azam mau makan omlet buatan aku, Kakak harus datang ke rumah. Aku gak mau ke apartemen Kakak, nanti Kakak gak mau jenguk aku di rumah lagi" ucap ku protes sambil memanyunkan bibir ku pura-pura cemberut.

"Iya...iya...mana mungkin Kakak gak ke sini lagi, nantikan Kakak kangen sama adik Kakak yang manja ini" ucap Kak Azam sambil mengacak rambut ku, aku dan Ambu tersenyum mendengarnya.

Karena sore ini Kak Azam akan pulang ke apartemen, dia mengajak ku jalan-jalan. Katanya, supaya nanti aku tidak rindu, jika dia sudah tidak di rumah. Awalnya aku enggan untuk ke mana-mana, tapi Kak Azam terus membujukku dan akhirnya aku setuju.

Kami memilih bermain di time zone yang ada disalah satu Mall besar di kota ini, kami mencoba berbagai macam permainan. Hingga akhirnya aku mulai merasa lelah, aku duduk di kursi tunggu sambil memperhatikan Kak Azam yang masih asyik bermain.

"Kak, aku ke toilet dulu ya sebentar." ucap ku, menghampiri Kak Azam. Tiba-tiba saja panggilan alam datang, Kak Azam mengangguk.

"Iya. Jangan lama-lama, Kakak tunggu di sini." ucapnya sedikit berteriak, karena suasa memang sedikit ramai. Aku hanya mengangguk, kemudian meninggalkan Kak Azam dan berjalan menuju toilet.

'Ah...lega' gumam ku setelah mengeluarkan, air yang sejak tadi ingin keluar. Setelah merapikan pakaian dan menyiram toilet aku pun keluar. Namun saat keluar, aku tersentak kaget saat melihat sepasang anak manusia yang sedang berciuman. Bahkan keduanya seperti tak sadar tempat, saat ini berada di mana.

Aku buru-buru menuju wastafel untuk mencuci tangan dan mencoba mengabaikan kedua orang yang masih asyik tersebut.

Ternyata suara air, yang keluar dari keran membuat kedua orang tersebut tersadar. Dengan cepat aku ingin beranjak, namun tiba-tiba ku rasa tangan ku di tahan.

"Tunggu di luar ya Babe, ada yang ku urus di sini" ucap si pria yang masih menahan pergelangan tangan ku.

"Ok Babe, jangan lama ya." ucap si wanita mengecup singkat pipi pria tersebut tanpa malu.

Setelah wanita tersebut keluar, pria tersebut menutup pintu membuat ku merasa takut.

"Lepasin! Mau apa kamu?" ucap ku memberanikan diri, pria tersebut malah tersenyum sinis.

"Anggap tidak pernah ada yang lo lihat" ucap nya sambil menatap ku tajam, kenapa malah dia yang mengancam ku. Bukan harusnya dia yang tau tempat jika ingin bermesraan, kenapa harus di toilet, batin ku. Tapi tentu saja aku tak berani mengutarakannya, aku hanya menelan ludah dan mengangguk tanpa berani mengeluarkan suara.

"Anak pintar" ucapnya lagi sambil melepas pegangan tanggannya pada pergelangan tangan ku, satu tangannya menepuk pelan kepala ku.

Aku langsung buru-buru keluar dan sedikit berlari menuju Kak Azam, sementara di dalam toilet Azel tersenyum tipis melihat Zia yang berlari ketakutan.

'Manis juga' gumam Azel kemudian ikut keluar dari toilet.