Chereads / Juvenile Delinquency / Chapter 10 - Pencarian Ibu

Chapter 10 - Pencarian Ibu

Pencarian masih berlanjut, hari ini langit tidak secerah kemarin, matahari seolah malu menampakkan dirinya pagi ini, meski mendung dan agak gerimis namun itu tidak mematahkan semangat Aarun untuk kembali mencari ibunya.

Ia meraih hoodie berwarna hitam yang tergantung di belakang pintunya, kemudian ia keluar dari kamar untuk sarapan pagi, kakaknya Arin sudah duduk disana menunggunya di meja makan, di depannya sudah sajikan makanan yang terlihat sederhana hanya ada susu dan sanwich, Aarun ikut duduk disana.

Arin hanya tersenyum kecil lalu memberi Aarun segelas susu putih "Kita harus mengisi tenaga lagi untuk perjuangan hari ini," ujar Arin sembari mendekatkan sanwich di dekat tempat duduk Aarun.

Pria itu hanya membalas kakaknya dengan senyuman tipis kemudian asyik melahap makanannya, iya itu benar, hari ini adalah perjuangan baru lagi, makanya Aarun harus makan yang banyak untuk mengisi tenaga.

"Ayah belum pulang hari ini?" tanya Aarun yang masih mengunyah makanannya.

"Sore ini dia akan balik," jawab Arin yang hanya diangguki Aarun.

Setelah sarapan, Aarun langsung berpamitan pada kakaknya, kebetulan kakaknya hanya akan tinggal di rumah dan menunggu kabar siapa tahu ibunya menelpon.

Aarun mengambil sepatu putih yang ada di rak sepatu lalu memakainya di depan pintu.

"Kakak aku pergi dulu," pamit Aarun agak berteriak karena kakaknya ada di belakang sedang mencuci piring bekas makan tadi.

"Ya hati-hati," kata Arin yang masih di dengar oleh Aarun meski Aarun sudah ada diluar rumah.

Dari kejauhan ia melihat sosok sahabatnya yaitu Ardo yang kemari menggunakan sepeda, Aarun melambaikan tangannya setelah Ardo berada dekat dengannya.

Ardo berhenti tepat didepan Aarun "Bagaimana, baguskan ide ku hari ini kita mencari ibumu dengan sepeda ini," ujar Ardo.

Aarun memandang sepeda berwarna orange hitam tersebut yang terlihat cukup keren "Lalu mana punyaku?" tanya Aarun yang sebenarnya hanya sebuah guyonan.

"Aku hanya punya satu sepeda, kau pikir aku orang kaya!" Ketus Ardo.

Aarun tertawa pelan "Kenapa kau sensitif sekali seperti cewek PMS padahal akukan hanya bercanda."

Ardo ikut tertawa "Kau mau cari ibumu apa tidak?" Tanya Ardo lagi.

"Tentu," jawab Aarun singkat.

"Kalau begitu naiklah," ajak Ardo yang langsung di turuti oleh Aarun.

****

Pagi-pagi sekali para gadis itu telah berada di tempat biasanya mereka mengamen, sepertinya hari ini tidak seramai kemarin, mungkin saja karena mendung jadi orang-orang memilih taksi dari pada harus jalan kaki.

Biasanya pejalan kaki akan singgah sebentar meluangkan waktu mereka untuk menonton namun kali ini hanya menghitung jari.

"Kak Hannah bagaimana kalau kita pindah lokasi saja, kita cari tempat yang ramai," usul Linzy setelah selesai bernyanyi.

Hannah melihat langit yang gelap tersebut, sepertinya hari ini akan turun hujan yang deras, Hannah berpikir di mana mereka bisa bernyanyi sekaligus berteduh jika hujan,ia benar-benar tak punya ide.

"Bagaimana kalau kita pergi disekolahnya Ardo?" usul Eugene.

"Tidak mungkin, kau mau bertemu preman itu lagi," tolak Linzy yang sungguh muak akan kelakuan ke empat pria itu.

"Tapi kan pasti ada Ardo yang melindungiku." Eugene langsung menutup mulutnya spontan setelah tidak sadar mengucapkan itu, Hannah dan Linzy saling bertatapan heran.

Eugene menggaruk kepalanya yang tidak gatal "Aih, tak usah di pikirkan, aku cuma bercanda hehe." Karena terus di perhatikan Eugene mencoba mencari topik lain.

"Lalu kita harus kemana?" tanyanya.

Hannah sebenarnya ragu untuk ke sekolah Zervard rasanya kalau mereka ke sana sama saja mengundang celaka, namun, ucapan Ardo hari itu masih terngiang di pikirannya yaitu mereka bisa menghasilkan banyak uang disana.

Ia juga harus berpikir positif, pasti ke empat preman itu tidak akan macam-macam pada mereka saat mereka mengamen didaerah itu, pasti Ken dan teman-temannya tidak berani mengganggu mereka di kerumunan orang-orang.

"Ide Eugene bagus, kita coba kesana saja," jawab Hannah sembari mengambil mangkok yang berisikan uang hasil mengamen mereka.

"Kak Hannah serius?" tanya Linzy yang tidak setuju akan usulan Eugene.

"Iya aku serius," jawab Hannah yakin.

"Tapi bagaimana kalau kita ketemu orang-orang itu, bukannya kau yang bilang tidak ingin bertemu ataupun berurusan dengan mereka lagi," lanjut Linzy, ia ingat sekali setelah insiden itu Hannah tidak ingin bertemu Vino. Jika mereka ke sekolah tempat Vino dan teman-temannya berada sama saja mereka akan ketemu, kan.

"Ya, memang itu benar Linzy, tapi aku penasaran ucapan Ardo, siapa tahu rezeki kita bisa lebih banyak disana. Lagian aku berpikir mana mungkin preman sekolah itu berani mengganggu kita kalau kita berada di kerumunan,ya kan?" Hannah menunggu jawaban Linzy.

"Bukan itu yang aku masalahkan, tapi aku takut kak Hannah bertemu pria yang hari itu mencium kak Hannah." Setelah mengatakan itu Linzy tertunduk. Sebenarnya ia tidak ingin mengungkit ini lagi karena ia takut membuat Hannah merasa sakit hati lebih parah.

Eugene juga mengangguk setuju, Eugene merasa bersalah seharusnya ia tidak mengusulkan hal ini, ia terlalu egois ingin bertemu Ardo hingga melupakan kejadian itu.

Entah sejak malam Ardo menolong Eugene dari kejaran Ken, Eugene mulai tertarik pada pria tukang introgasi itu, ia suka saat Ardo tersenyum rasanya seumpama melihat bayi matahari yang tersenyum di serial TV Teletubbies seperti dia itu sumber kebahagiaan, siapapun yang dekat dengannya akan bahagia.

"Aku pasti baik-baik saja, kalian jangan khawatir," ujar Hannah meyakinkan adik-adiknya.

Setelah diskusi itu, akhirnya mereka memutuskan untuk ke sekolah Ardo dan Aarun, mereka bertiga telah berada di halte bus menunggu bus berikutnya datang.

Tiba-tiba saja Hannah teringat dengan Aarun, lelaki yang melindunginya saat insiden itu terjadi, mereka sudah bertemu dua kali tapi Hannah bahkan tidak pernah berterima kasih, entah kenapa ia merasa bersalah.

Mungkin jika ia bertemu Aarun lagi, ia akan meminta maaf, ia ingat sekali pria itu mengulurkan tangannya dan ingin berteman dengannya, mungkin ia akan mencoba terbuka sedikit pada Aarun, karena Hannah tahu Aarun bukanlah komplotan preman seperti Ken, Yuda, Vino dan William, Aarun anak baik itu yang akan ia ingat.

"Kak busnya datang," colek Eugene.

Beberapa orang yang ikut menunggu dengan mereka masuk terlebih dahulu, karena sudah tidak ada kursi yang tersisa akhirnya Hannah, Linzy dan Eugene berdiri dengan memegangi atas bus.

Bus pun melaju dengan kecepatan sedang namun Linzy yang sedang melihat luar jendela kaget setelah melihat Ardo dan Aarun naik sepeda mengejar bus mereka.

"Ada apa?" tanya Hannah ikut mengikuti arah telunjuk Linzy. "Lihat itu Kak Hannah, Eugene!" tunjuk Linzy.

Terlihat Ardo dengan sekuat tenaga meroda sepeda dengan Aarun dibelakangnya sedang berteriak untuk menghentikan bus itu.

"Hei! Berhenti!" teriak Aarun.

Ke tiga gadis itu ikut panik, mereka segera menyuruh sopir bus untuk berhenti namun sopir itu menolak, mereka harus berhenti di halte berikutnya.