Belum juga sampai di rumah Hannah tangan Aarun sudah berkeringat dingin, sudah beberapa kali terhitung ia mengelap sendiri tangannya di kaos putihnya tersebut.
Kenapa dengan diriku? Batinnya bertanya ia bingung kenapa semakin dekat dirinya berjalan menuju rumah Hannah maka semakin cepat jantungnya berdetak.
Aarun gelisah bukan main, jika ia bertemu Hannah malam ini berarti ini sudah pertemuan keduanya bertatap muka dengan gadis itu, ia sebenarnya antusias tapi kegugupannya lebih mendominasi.
Setelah melewati gang sempit akhirnya mereka melihat rumah sederhana dengan pagar depan pendek yang beberapa bagiannya patah, didepan rumah itu juga ada beberapa bunga yang ditanam, Eugene langsung membuka pintu namun tidak mendapati Hannah dan Linzy ada didalam rumah.
"Ini rumahmu?" Tanya Ardo.
"Ya, tapi Kak Hannah dan Linzy tidak ada." Eugene mulai resah dan memeriksa setiap ruangan sempit barangkali saudaranya ada disana namun rumah itu kosong.
Aarun akhirnya kembali menginjakkan kakinya di rumah itu, ia kembali memperhatikan rumah kumuh tersebut karena saat pertama kali ia kerumah tersebut ia tidak terlalu memperhatikannya, ia sedikit kecewa setelah mengetahui Hannah tidak ada di rumah.
"Apa mereka keluar mencarimu?" Jawab Ardo mengira-gira.
Eugene melirik jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam tentu Hannah dan Linzy keluar mencarinya, Eugene memijit pelipisnya karena mulai merasa pusing, ia tidak bisa membayangkan betapa khawatirnya mereka, ia memang bodoh mengapa menuruti ajakan Ken. Ia sangat menyesalinya.
Aarun tersentak setelah ada tubuh kecil yang sedikit menyenggol lengannya dari arah belakang dan itu ternyata Hannah yang datang dan kini tengah memeluk Eugene di ikuti Linzy.
"Kemana saja kau kami mencarimu dari tadi," kata Hannah yang sangat khawatir dengan adiknya.
"Maafkan aku kak Hannah." Eugene hanya bisa tertunduk lesuh.
"Tidak apa-apa yang penting kau baik-baik saja " Ucap Hannah mengelus kepala Eugene dengan lembut.
"Kalian yang mengantar Eugene ya," kata Linzy setelah melihat Aarun dan Ardo yang terdiam menonton mereka.
"Ya itu benar," jawab Ardo mengangguk.
"Kalian masih ingat aku kan, Ardo lim " tanya Ardo yang semangat, sedangkan Aarun masih terdiam seperti patung disana.
"Tentu kami mengingatmu," jawab Linzy sembari tersenyum.
Ardo menarik lengan Aarun agar lebih dekat dengannya "Ini temanku namanya Aarun," ucapnya memperkenalkan Aarun pada mereka.
Ardo sedikit memberik kode agar Aarun memperkenalkan dirinya.
"Hai, namaku Aarun," ucap Aarun terbata-bata, ia bingung harus mulai dari mana, ia takut jika ketiga gadis itu akan merasa terusik akan kehadirannya, apalagi pasti mereka telah meng-cap Aarun sebagai komplotan Ken.
"Maaf atas kejadian kemarin, semoga kita bisa berteman dengan baik kali ini," lanjut Aarun saat melihat ada ketakutan dimata Hannah.
Aarun masih menunggu uluran tangan Hannah untuk membalas jabatan tangannya hingga Hannah perlahan menerima uluran tangan Aarun ada rasa legah di hati Aarun dan juga yang membuatnya tersentak setelah ada rasa kesetrum setelah tangan mereka bersentuhan.
Sebenarnya Hannah tidak ingin berurusan dengan komplotan Ken tapi melihat Aarun yang sudah dua kali menolong mereka membuatnya mau tidak mau harus menerimanya.
Tidak buruk juga, Aarun sepertinya anak baik-baik mungkin saja hari itu kebetulan ia mengikuti komplotan para pria gila itu, ah iya Hannah ingat. Saat sebelum kejadian mengerikannya itu, Yuda si rambut pirang berkata jika Aarun baru bergabung dengan mereka. Hannah jadi yakin jika Aarun adalah pria baik-baik apalagi ternyata ia teman Ardo.
Tanpa sadar Hannah masih terus menjabak tangan Aarun tak mau lepas hingga Eugene menyenggol lengan Hannah baru Hannah tersadar dan melepaskan tangannya "Ma-maaf" ujarnya.
"I-iya tidak apa" ucap Aarun yang nyawanya sudah melayang entah kemana.
Ardo tidak paham namun ia enggan bertanya mungkin setelah mereka pulang ia akan mengintrogasi Aarun lagi, yang ternyata sudah mengenal gadis-gadis itu lebih dulu.
"Kenapa Eugene bisa bersama kalian?" Tanya Hannah pada keduanya.
Belum saja Ardo membuka mulut ,Eugene telah lebih dulu berucap "Nanti aku jelaskan," ucap Eugene yang agak sedikit tertekan.
"Kalau begitu kami pulang dulu," pamit Ardo.
"Ya terima kasih sudah mengantar Eugene," ucap Hannah.
****
Sepanjang jalan Aarun terkadang melirik tangan kanannya, rasa hangat tangan Hannah sepertinya masih menempel di telapak tangannya, mungkin sepulang dari rumah ia tidak akan mencuci tangannya.
"Ada apa malam ini senang sekali," tegur Ardo yang memang paling peka jika soal Aarun.
"Senang apanya," elak Aarun tidak ingin mengakui.
"Jadi ini soal gadis-gadis itu ya, coba ceritakan padaku dimana kau bertemu mereka." Tepat sekali Ardo mulai mengintrogasi Aarun.
"Soal gadis-gadis apaan sih " ucap Aarun yang sedikit membesarkan suaranya namun sedetik kemudian ia kembali tersenyum tipis lagi.
"Kau pikir aku bodoh, lihatlah tingkahmu sangat aneh, tadi pas jalan denganku kau biasa saja tapi setelah kita pulang dari rumah mereka kau senyum-senyum sendiri, ah dasar aneh"gerutu Ardo sembari menyenggol Aarun.
"Jadi siapa gadis itu?" kata Ardo lagi sedikit berbisik membuat Aarun salah tingkah.
Aarun tertawa keras "Apaan sih kau yang aneh tahu!" ejek Aarun juga menyenggol Ardo.
"Haha kau lucu Aarun," tawa Ardo yang mencoba menggoda Aarun "lihatlah wajahmu merah," tunjuknya.
Ardo sukses menggoda Aarun setelah sahabatnya itu benar-benar memegangi wajahnya dan menutupnya "Kau jangan mencoba menggodaku ya," ketus Aarun.
Ardo hanya tertawa lepas melihat Aarun yang salah tingkah dihadapannya, benar-benar lucu menurutnya.
Aarun yang kesal langsung berlari mengejar Ardo "Awas kau Ardo!" serunya.
Ardo yang sadar jika diburu pun ikut berlari, Aarun lebih meningkatkan kekuatannya untuk menggapai Ardo namun itu tidak berlangsung lama setelah Ardo berhenti karena melihat seseorang yang begitu ia kenal.
"Nah kau tidak bisa lari lagi." seru Aarun yang kini telah menangkap Ardo namun Ardo tidak menggubrisnya melainkan ia berbicara dan menunjuk seorang wanita yang kiranya berumur 40 tahun sedang memasuki mobil berwarna hitam bersama seorang pria.
"Aarun bukankah itu ibumu?" tunjuknya.
Senyuman Aarun memudar setelah melihat ibunya memasuki mobil pria tak di kenal, dengan cepat Aarun berlari mengejar mobil yang sudah melaju kencang tersebut.
Ardo juga ikut mengejar mobil tersebut namun dalam hatinya ia masih bertanya-tanya mengapa Aarun sampai mengejar mati mobil tersebut.
Beberapa jalan pintas Aarun lewati demi menghadang mobil itu, namun ia hanya punya kekuatan manusia, ia bukanlah robot yang bisa mengejar mobil yang melaju sangat kencang tersebut "Sial" kesalnya.
Aarun terpaksa menyerah, ia mencoba mengatur napasnya yang tidak karuan,wajahnya di penuhi oleh keringat akibat berlari dengan memaksakan diri.
Pria itu juga tidak bisa di telpon atau tepatnya mencoba bersembunyi dari keluarga mereka, tapi sebulan telah berlalu dan pria itu akhirnya menampakkan dirinya meski Aarun tidak terlalu melihat jelas wajah itu.
Aarun mengepalkan tangannya dengan keras lalu seolah memukul udara hingga beberapa kali saking kesalnya dia, ia begitu kesal mengapa ia tidak bisa menghentikan ibunya, mengapa ia terlambat, sepertinya keluarga mereka memang tidak bisa dipertahankan, Aarun seolah menyesali mengapa ia jarang memperhatikan keluarganya setelah kejadian ini, ia lebih suka bermain dan memikirkan cinta.
Aarun tidak ingin kehilangan ibunya dan mulai malam ini ia berjanji untuk lebih memperhatikan keluarganya.
"Aarun mobil itu berhenti!" Ardo yang juga mengejar Aarun, berteriak setelah melihat mobil hitam itu berhenti.
Aarun berbalik dan melihat mobilnya, tidak, dia tidak berhenti namun berbalik kearahnya. Aarun berdiri dan terus melihat mobil yang semakin mendekat darinya.
Cahaya lampu menyilaukan matanya, namun ia tidak peduli, ia tetap berdiri ditengah aspal tersebut .
Hingga...