Chereads / Juvenile Delinquency / Chapter 5 - Lupakan Masalah

Chapter 5 - Lupakan Masalah

"Kau sudah beritahu mamamu kalau sepulang sekolah kau main denganku?" Tanya Aarun pada Ardo.

Ardo yang sibuk memilih cemilan berbalik pada Aarun "Ya, aku sudah bilang," ucapnya seraya kembali memilih cemilan yang ia sukai.

"Baguslah," balas Aarun yang juga ikut bergabung dalam kegiatan Ardo.

Sepulang sekolah mereka berencana bermain game di warnet namun sebelum itu mereka membeli cemilan dulu yang banyak untuk persiapan sampai malam mereka.

Aarun sengaja mengajak Ardo bermain sampai malam karena sesungguhnya ia begitu malas pulang kerumah.

Bukan apanya, ia tidak ingin pusing mendengar pertengkaran ayah ibunya lagi, ia tidak ingin merasakan neraka jika berada dirumahnya.

"Aku akan ambil minuman," ucap Ardo sebelum melangkahkan kakinya menjauh dari Aarun untuk mengambil minuman kaleng yang ada dipojokan supermarket tersebut.

Pupil mata Aarun membesar setelah tidak sengaja melihat gadis yang dari semalam ada dipikirannya, di kaca yang tembus pandang tersebut terlihat jelas Hannah yang sedang sendirian didepan supermarket sepertinya ia sedang kebingungan antara ingin masuk atau tidak.

Hannah melangkah lalu berteduh didepan supermarket karena cuaca begitu panas, terkadang ia akan melirik ke dalam supermarket tersebut seperti mencari sesuatu. Setelah melihat objek yang ia cari Hannah langsung berjongkok lalu mengelus bulu halus seekor kucing berwarna abu-abu.

"Darimana saja kau, lihatlah aku ada uang sedikit, kau tunggu disini aku akan ke dalam untuk membelikanmu makanan," ucapnya masih mengelus kucing itu dengan lembut.

Rupanya Hannah baru saja kembali kerumahnya untuk mengambil uang, sebenarnya ia ragu, ia takut uangnya tidak cukup untuk membelikan anak kucing itu makanan basah namun ia sangat kasihan dengan kucing tersebut yang terlihat begitu kelaparan.

Hannah kembali menghitung uangnya. Namun belum saja ia masuk kedalam seorang pegawai supermarket membuka pintu dan mendekat padanya.

Hannah kaget dan langsung meminta maaf "Maaf jika saya tidak boleh berteduh di sini saya akan pergi secepatnya." Tak sedikit penjaga tokoh selalu mengusirnya jika ada didepan tokoh mereka, itulah mengapa ia berkata seperti itu.

"Tidak jangan pergi." cegah sang pegawai supermarket.

Hannah mulai kebingungan setelah pegawai itu memberinya kantong berwarna merah dengan ice cream tiga bungkus dan juga satu kaleng kecil makanan kucing.

"Tokoh kami sedang berbagi special untuk hari ini tolong di terima," ucapnya.

Hannah tidak menyangka ia langsung tersenyum tulus pada pegawai tersebut dan mengucapkan terima kasih "Terima kasih banyak semoga rejekinya lancar selalu," ucapnya menjabak tangan pegawai itu.

Sang pegawai hanya tersenyum tipis "Anda juga," balasnya sebelum ia kembali masuk kedalam untuk bekerja.

Hannah langsung menggendong kucing itu dan berucap dengan semangat "Mulai sekarang kita adalah keluarga, kau akan punya rumah baru".

Saking senangnya Hannah memutuskan memelihara kucing tersebut, ia tidak sabar pulang kerumah dan memberikan adik-adiknya ice cream rasa cokelat itu dan juga tentunya memberi kucing itu makanan.

Tanpa ia sadari Aarun sedang tersenyum tanpa beralih melihat yang lainnya. Bola matanya hanya tertuju pada satu gadis dengan seekor kucing abu-abunya yang digendongnya, Aarun tidak mengerti mengapa ia sangat tertarik pada gadis itu, Aarun mulai sadar bukan cuma karena kecantikan gadis itu namun caranya berjalanpun membuatnya terlena.

Tidak. Bukan cuma itu saja, Aarun suka melihat lambaian rambut Hannah jika terbawa angin, Aarun juga suka cara Hannah berjongkok seraya mengelus kucing tadi, menurutnya Hannah begitu lembut.

Aarun tertawa kecil dengan sedikit menutup mulutnya setelah mengingat tadi Hannah berbicara dengan kucing tersebut, meski terhalang kaca besar Aarun masih bisa mendengar suara Hannah setelah ia bersembunyi dibelakang lemari es yang dekat dengan lokasi Hannah berdiri.

"Woy.. kau kenapa senyum kayak orang gila," ejek Ardo.

Entah sejak kapan Ardo sudah ada disamping Aarun dengan belanjaan yang penuh di tangannya.

"Siapa yang senyum," elak Aarun yang kini telah kembali ke muka datarnya.

"Kau," jawab Ardo yakin.

"Masa?" Balasan Aarun membuat Ardo kesal "Dasar gila," gumamnya seraya melangkah mendekati kasir.

Ardo baru sadar jika Aarun hanya membeli satu snack saja "Kau hanya membeli satu? Mana snack lainnya yang tadi ada di tanganmu?" Tanya Ardo heran.

"Aku simpan kembali" jawab Aarun.

"Kenapa lagi Run?" Frustasi Ardo.

"Ah itu, uang yang aku kumpulkan untuk bermain game hari ini tertinggal di rumah, jadi aku ambil satu snack saja karena itu cukup dengan uang ini." jelas Aarun seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Ardo hanya memutar bola matanya kesal "Baiklah tak apa kita bisa menikmati ini sama-sama" tunjuknya pada cemilan-cemilan yang sudah di bungkus dengan rapi yang kini telah ada ditangannya.

"Terima kasih" ujar Aarun dengan senyuman tanpa dosanya. Setelah itu mereka pun bergegas keluar dari supermarket dan pergi ke warnet untuk bermain game.

Aarun lagi-lagi berbohong pada Ardo, sebenarnya ia tidak melupakan uang tabungan untuk main game hari ini namun uang itu sudah habis untuk Hannah. Ya. Pegawai yang memberikan Hannah sekantong ice cream dan makanan kucing itu karena disuruh oleh Aarun dengan dalih berbagi berkah untuk hari ini.

Dan uang kembali tadi Aarun belikan snack untuk cemilannya nanti saat bermain game, semua itu ia lakukan karena Aarun sangat bersyukur karena telah diberi kesempatan untuk bertemu Hannah dan melihat Hannah yang sudah membaik.

Semoga selalu ada kesempatan seperti ini untuknya. Itulah harapannya untuk hari-hari berikutnya.

Bertemu kembali dengan Hannah.

****

Aarun berdiri untuk merenggangkan badannya setelah bermain game hampir lima jam bersama Ardo "Hei Do, kau tidak lelah," tegurnya pada Ardo yang masih serius bermain.

"Biasa saja," jawab Ardo tanpa melihat Aarun sedikit pun.

Aarun dengan sengaja menyenggol kursi Ardo hingga sahabatnya itu kehilangan keseimbangan, untunglah Ardo bisa menahan kursi itu dengan badannya.

Tapi sayangnya ia kalah dalam permainan akibat keusilan Aarun.

"Yaah.. Aku kalah" kecewa Ardo.

Aarun hanya terkekeh pelan setelah menjahili sahabatnya, ia kembali duduk di mejanya setelah ia rasa tidak pegal lagi "Nah sekarang waktunya kita lanjutkan lagi," katanya tanpa dosa.

Ardo melihat kelakuan Aarun dengan wajah datarnya "Awas saja nanti aku juga akan balas dendam," gumamnya pelan namun Aarun masih bisa mendengarnya.

"Kita lihat saja," ketus Aarun.

"Baiklah, kita main balapan siapa yang kalah dia harus menggendong pemenang dari gerbang sekolah sampai kelas. Setuju!". Tawar Ardo.

"Baiklah, itu gampang" enteng Aarun.

Aarun melihat Ardo tajam penuh tantangan begitu pun Ardo yang melakukan hal yang sama, Ardo menekan tombol start agar permainan mereka di mulai.

"Bersiaplah Ardo," ucap Aarun semangat.

"Kau juga siap-siaplah kalah," ejek Ardo.

"Lets go!" ucap mereka heboh.

Hari ini Aarun berhasil melupakan masalah terbesarnya, itu semua berkat Ardo dan juga Hannah. Namun, ia tidak akan pernah tahu masalah besar apa yang akan menimpanya layaknya sang pelaut yang sedang berlayar ia tidak akan tahu badai ombak apa yang akan ia lalui, apakah ia akan selamat atau justru tenggelam dalam lautan yang gelap.