Ke tiga gadis itu begitu bersemangat setelah melihat hasil kerja keras mereka selama seminggu ini, di lantai polos tersebut mereka membentangkan karpet kecil bermotif kan sebuah gambar minion-minion kecil berwarna kuning lucu dan mereka duduk diatasnya sambil melihat beberapa kotak makanan dan juga minuman.
Hannah gadis yang paling tua di antara mereka pun membuka kotak makanan berisikan ayam goreng yang barusan mereka beli. Sedangkan adik-adiknya yang cuma berbeda setahun dengannya melihat makanan itu dengan mata berbinar-binar mereka. Wajar saja, karena selama ini makanan itulah yang mereka idam-idamkan, setiap melewati restoran ayam tersebut mereka akan berhenti dan melihat-lihat, ada kalanya mereka akan diusir oleh penjaga restoran karena mereka dianggap pengganggu dan juga mungkin saja banyak orang yang merasa jijik hanya karena mereka berstatus seorang pengamen jalanan.
"Eugene hentikan!." Tegur Linzy setelah melihat Eugene yang tiba-tiba mengambil ayam goreng itu tanpa mencuci tangannya terlebih dahulu.
Eugene tersenyum kikuk, dia lupa mencuci tangannya saking inginnya mencicipi ayam goreng tersebut sedangkan Hannah cuma tersenyum tipis saja melihat kedua adiknya tersebut.
Hannah beranjak mengambil mangkok kecil lalu ia isikan dengan air kemudian meletakkannya didekat Eugene duduk "Berdoa dulu setelah itu cuci tangan dan kita bisa makan," ucapnya lembut.
Eugene hanya tersenyum seraya melakukan apa yang tadi kakaknya Hannah katakan, mereka akhirnya bisa menikmati ayam goreng tersebut dengan penuh rasa syukur.
Mereka belum pernah menikmati ayam sedikitpun, dan hari ini merupakan hari yang akan mereka ingat saat pertama kali menikmati ayam dengan tepung bumbu yang sangat enak dan begitu kriuk ditemani sambalnya yang juga sangat nendang, Eugene hampir saja meneteskan air matanya karena benar-benar bersyukur atas hari ini.
Namun, semuanya tidak bertahan lama ketika lima lelaki asing tiba-tiba saja datang tanpa diundang dalam pesta makan-makan mereka.
Ketiga gadis itu sontak berdiri dan rasa ketakutan mulai beralih mengontrol salah satu dari mereka, ya, itu adalah Eugene.
"Ini tempatnya?" tanya salah satu lelaki gendut tersebut yang masih menatap gadis-gadis yang terlihat risih akan keberadaan mereka.
"Ya, ini dia pengamen yang kemarin cari gara-gara denganku." Tunjuk lelaki dengan kemeja putih yang kancingnya sedikit dibuka itu.
Eugene menunduk setelah telunjuk lelaki tersebut menunjuknya, memang kemarin ia terlibat masalah sedikit dengan lelaki bernama Ken itu, sebenarnya hanya masalah saling menyenggol dan berakhir Eugene yang meminta maaf meski saat itu Eugene merasa tidak bersalah sayangnya Ken tidak mau menerima maafnya dan berjanji akan datang untuk terus mengganggu gadis itu, tapi memang benar Eugene tidak bersalah, Ken hanya menjebak Eugene agar bisa mengganggu gadis itu dengan kata lain ia tertarik dengan kecantikan Eugene setelah sering melihat gadis itu berada dijalanan saat mengamen.
Eugene sontak menarik lelaki itu agar menjauh dari teman-temannya, namun Ken menghentikan Eugene dan kembali menarik gadis itu kembali ketempat semula. "Apa yang terjadi Eugene?" tanya Linzy namun tidak dihiraukan Eugene.
"Saya mohon, jangan ganggu saudara saya," mohonnya pada Ken.
Ken tersenyum tipis, ia suka jika gadis itu memohon padanya seperti itu "Baiklah asal ada syaratnya," ucapnya.
"Apa?" tanya Eugene ragu-ragu.
"Sederhana, kau cuma harus menemaniku malam ini saja," tawar Ken diikuti senyuman yang penuh dengan kelicikan.
Yuda, William dan Vino tertawa pelan sepertinya mereka menyukai pertunjukkan yang di perlihatkan oleh teman mereka si Ken.
"Ah...aku juga mau, aku menginginkan gadis itu" tunjuk Vino pada Linzy dengan mata seakan akan ingin melahap Linzy dengan rakus.
Aarun yang sedari tadi hanya mengikuti mereka saja mulai mengerti akan suasana ini, Aarun pikir ke empat seniornya tersebut ingin menghabiskan malam dengan ke tiga gadis didepannya itu.
"Hei... kalian jangan serakah, kau lihat Aarun hanya diam saja dari tadi kita juga harus membuatnya senang karena dia sudah mau ikut dengan kita," kata Yuda melirik Aarun.
"Jadi Aarun bagaimana, kau mau siapa? Yang penting jangan Eugene saja." sahut Ken.
Aarun hanya terdiam, pikiran-pikiran kotor yang terlintas didepannya begitu mengganggunya, mungkin saja iblis sedang membisikkan sesuatu padanya.
"Bagaimana dengan dia?" tunjuk William pada Hannah.
Bola mata Aarun melihat Hannah secara perlahan dari bawah hingga mata keduanya bertemu, seketika itu juga aliran darah Aarun mengalir dengan cepat membuat jantungnya berdetak sangat kencang,ini pertama kalinya ia merasakan hal seperti ini pada seorang gadis, mata Hannah yang besar berwarna coklat,rambutnya yang panjang lurus sepinggang dengan poni yang membuatnya terlihat begitu manis, dan lagi, tubuhnya tak kalah indahnya, Hannah mempunyai tinggi 163 cm dengan body goals yang bisa membuat pria tergila-gila sedangkan Aarun mempunyai tinggi 176 cm dengan tubuh kurus tegap.
Hannah yang sedari tadi diam saja akhirnya melangkah lebih dekat dengan Ken, ia mencoba melindungi adiknya Eugene yang sedang terpuruk tanpa memperhatikan Aarun yang masih menatapnya, "Aku tidak tahu adikku terlibat masalah apa denganmu tapi bisakah kalian hentikan semua ini, kami bukanlah barang yang bisa kalian pilih-pilih," jelasnya sedikit menahan emosinya.
"Kak Hannah jangan membuat mereka marah," bisik Eugene pada Hannah, Eugene begitu tahu sifat mereka karena Eugene sering berpapasan dengan mereka berempat saat mengamen dipinggiran jalanan dekat sekolah para lelaki itu.
Namun Hannah tidak peduli, ia merasa tersinggung akan ucapan mereka yang sangat jelas terlihat bahwa para lelaki itu merendahkan mereka menganggap mereka murahan.
"Ini rumah kami jadi sebaiknya kalian pergi dari sini!" usir Hannah seraya menunjuk pintu keluar.
Ken, Yuda, Vino dan William tertawa mendengar Hannah "Aku suka keberanian gadis ini, siapa tadi namamu, Hannah ya," ucap Vino yang secara tiba-tiba menarik Hannah dan mengurungnya di pelukkannya.
"Aarun maaf tapi kita harus ganti pasangan!" ucap Vino kemudian.
Linzy dan Eugene tersentak kaget, sontak Eugene berlutut pada kaki Ken agar lelaki itu memaafkannya "Tolong maafkan saya," ucapnya mulai meneteskan air mata setelah melihat kakaknya beberapa kali hampir saja dicium oleh Vino.
Linzy mundur ketakutan, entah kenapa hari bahagia mereka menjadi sangat menyedihkan setelah orang-orang itu datang.
"Sini ku bantu," tawar Yuda setelah melihat Vino kesusahan untuk mencapai bibir Hannah.
"Lepaskan ak emm-" pertahanan Hannah runtuh setelah tangan Yuda memegangi dan menahan kepalanya agar tidak menghindari ciuman Vino.
Hannah tidak bisa bergerak lagi,tubuhnya ditahan oleh lengan kekar Vino hanya air matalah yang keluar menunjukkan bahwa ia benar-benar menderita setelah bibir Vino mendarat.
Eugene yang melihat itu sontak berdiri untuk menghentikan aksi Vino namun ditahan oleh tangan Ken,benar-benar hari ini adalah mimpi buruk bagi mereka bertiga.
Aarun yang melihat semua kejadian itu geram,ia melihat gadis yang baru saja tadi membuat hatinya berdegup kencang kini telah dilecehkan oleh seniornya tersebut.
Aarun mengepalkan tangannya dan langsung memukul Yuda hingga seniornya itu hampir saja terjatuh,tangannya menarik Hannah agar menjauh dari Vino dan setelah itu ia memukul Vino hingga terjatuh kelantai, tidak sampai situ, ia duduk diperut Vino dan menghantam wajah dan bibir Vino dengan pukulan bertubi-tubi meninggalkan bekas lebam dan juga darah yang keluar dari mulut sang senior.
Linzy dan Eugene langsung memeluk Hannah setelah kejadian itu, sedangkan Hannah terdiam namun air mata terus mengalir hingga jatuh melewati pipinya, mungkin setelah kejadian ini trauma itu akan sangat sulit untuk hilang, ia benar-benar terlihat sangat menyedihkan.
Hannah tidak mengerti kenapa orang-orang begitu jahat pada mereka, apakah dikehidupan sebelumnya mereka adalah penghianat negara hingga di kehidupan ini mereka seakan dihukum oleh alam.
Ia tidak percaya jika bibir yang terus ia jaga agar tidak di sentuh oleh pria asing selain lelaki yang nantinya ia cintai kelak kini telah di sentuh oleh pria yang datang secara tiba-tiba dan menghancurkan hidupnya meninggalkan trauma mendalam padanya.
Linzy terus menghapus air mata kakaknya dan sesekali mengelap bibir Hannah setelah insiden ciuman itu.
"Hei... Hentikan Aarun!." teriak William.
William mencoba menghentikan Aarun dibantu oleh Ken, mereka tidak percaya bahwa Aarun akan melakukan itu pada Vino, tubuh Aarun di paksa dan ditarik agar menjauh dari Vino, setelah itu mereka membantu Vino dan Yuda untuk berdiri.
Tanpa berkata apapun pada Aarun mereka pergi dari tempat itu.
Namun sebelum itu Ken memperingati Eugene "Ingat kau akan dapat hukuman seperti kakakmu jika kau terus menolakku!" ucapnya sebelum pergi.
Aarun masih mengatur napasnya seraya bersandar ditembok polos berwarna putih tulang tersebut, ia melirik Hannah yang masih terdiam di pelukan adik-adiknya, Aarun begitu menyesal seharusnya ia tidak terlambat dan tidak berpikir beberapa kali untuk menolong Hannah, ia tidak tahu jika Vino akan bertindak sejauh itu.
Lelaki yang masih berseragam sekolah lengkap itu mencoba mendekati Hannah "Kau tak apa?" tanyanya seraya menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Hannah.
Tapi dengan cepat Hannah menepisnya dan sedikit mundur menunjukkan bahwa dia benar-benar ketakutan.
"Aku tidak akan melukaimu," ujar Aarun lembut.
"Pergilah!" Teriak Hannah ketakutan.
Aarun menghela napasnya berat "Baiklah, tapi jika kalian butuh sesuatu hubungi aku ya pasti aku akan membantu kalian," katanya sambil memberikan sebuah nomor telpon pada Linzy.
Aarun bangkit lalu keluar dari rumah kecil itu meninggalkan mereka,Linzy menarik tangan Hannah dan memberikannya secarik kertas yang bertuliskan nomor telpon dan juga sebuah nama.
Hannah membuka perlahan kertas tersebut dan membaca nama lelaki yang tadi melindunginya "Aarun Arjuna"