Chereads / Membenci Sebuah Janji / Chapter 6 - Proyek Pertama Bella

Chapter 6 - Proyek Pertama Bella

SETELAH tragedi yang menimpa adiknya kemarin, Bella semakin kacau dengan pikirannya. Dia tidak menyangka saat malam itu Simon menghajar Josh dan dibalas dengan menabrak adiknya itu. Hatinya sudah menebak lebih dulu. Pasti Josh tidak sendiri. Dia pasti bersama kakak tirinya itu. 

Matahari mulai terbit. Bella tidak terjaga semalaman. Dia hanya bangun lebih awal kali ini. Ditatapnya adiknya itu dengan teliti. 'Simon, kakak tidak tahu harus meminta maaf dengan cara apa padamu,' batin nya bingung. Tangannya mengusap helai per helai rambutnya. Hingga Simon mulai membuka matanya pelan-pelan. 

Cahaya yang menembus jendela, menyilaukan mata Simon. Dia bergerak perlahan karena pegal berbaring. 

"Diam saja. Kakimu masih sakit, Simon," perintah Bella lalu membantu adiknya berbaring. 

"Ah, ini tidak nyaman. Setidaknya bantu untuk setengah berbaring," pintanya pada kakaknya itu. 

Bella menuruti kemauan Simon dengan tatapan kosong. Melihat hal itu, hati Simon merasa tidak enak kembali. "Sudah. Kakak diam saja," ucapnya dengan pelan. 

Mata Bella menatap Simon perlahan. Lalu, simpul yang biasa Simon lihat, melambung indah. "Tidak apa-apa. Jika kamu butuh bantuan, katakanlah," ucapnya dengan nada lemah tanda dia sangatlah lelah. 

"Aku minta maaf karena tidak bisa bekerja karena ini. Kakak, aku menyesalinya," kata Simon dengan nada yang bergetar. 

Lagi-lagi, Bella hanya membalasnya dengan tersenyum. "Aku ingin marah bukan karena kamu tidak kerja hari ini. Tapi, karena kamu berusaha menyakiti dirimu lagi. Simon, kamu bilang jangan berurusan dengannya. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu masih ingin berbicara dengannya, ya?" kata Bella menyindir adiknya itu, yang memiliki kebiasaan bermain game bersama. 

"Bu-bukan itu. Aku benar-benar kesal padanya! Ditambah, Cindy juga ada di sana!" jawabnya dengan penuh amarah.

"Simpan amarahmu, Simon. Membenci dan membalas perbuatan mereka seperti malam tadi, hanya membuang waktumu. Dan Cindy akan merasa sangat puas, bahwa kita kelihatan menderita. Hiduplah seperti biasa, Simon. Jangan menunjukan kesedihan kita pada mereka," usulnya dengan pandangan dingin. 

"Maksudmu? Kita harus diam saja?!" tanya Simon dengan darah yang sudah mendidih. 

"Simon, orang jahat akan hancur sendirinya. Biarkan alam semesta menghancurkannya. Dan kita fokus pada kehidupan supaya lebih baik," jawabnya sambil menata rambut. 

Simon masih bingung dengan apa yang dikatakannya. Alih-alih menunggu semesta membalasnya, Simon ingin segera mencabik wajah mereka dengan tangannya..

"Simpan pikiran jahatmu itu, adikku. Percayalah, kekuatan manusia seperti kita, tidak akan membuat kita puas setelah membalasnya. Jika kita gagal, maka kita ikut hancur. Jika kita berhasil, maka hidup kita akan penuh penyesalan. Tapi, jika semesta yang melakukannya, penderitaan mereka akan sangat menyakitkan, dan hati kita akan tenang," kata Bella yang menasehati adiknya itu. 

Simon memiringkan kepalanya. "Aku merasa pernah mendengar nasihat seperti ini. Guruku? Siapa, ya? I-ibu apa, ya?" tanya Simon pada diri sendiri. Dia merasa pernah nasihat itu dari seorang gurunya. 

Bella memutar bola matanya. "Ibu guru? Yang berbicara seperti itu ibu kita, bodoh! Bisa-bisa nya tidak ingat!" teriak Bella. 

"Ah, benar! Itu ibu yang mengatakannya! Wah, kalau dipikir-pikir, kamu suka mengutip pembicaraan ayah dan ibu, ya. Kamu tidak pernah mengatakan isi pikiranmu. Hey, jangan-jangan kamu sangat bodoh, ya. Hahaha!" ucap Simon mengejeknya kembali dengan keadaan seperti itu. Anak itu memang tidak kenal tempat jika berurusan dengan kakaknya. 

Tok! Tok! Tok!

Saat Bella ingat mengumpat adiknya, terpotong oleh  ketukan pintu, lalu seorang perawat masuk.

"Selamat pagi, Tuan Simon. Ini sarapan untuk Anda. Mohon untuk dihabiskan dan setelah selesai, kami akan datang untuk memberikan anda obat," ucap Perawat dengan membawa nampan untuk Simon, dan beberapa obat yang akan diberikan kepada Pasien di sebelahnya. 

"Ah, iya. Terima kasih," ucap Bella dengan balasan senyum Perawat itu. 

"Kakak! Suapi aku," pintanya sambil menunjuk2 mulut yang terbuka. 

Bella merinding. "Enak saja. Makan sendiri. Tanganmu tidak apa-apa, bocah tengil," kata Bella yang menolak permintaan adiknya itu. "Aku harus berangkat kerja atau penagih hutang itu akan membunuh kita," sambungnya. 

Akhirnya, Simon pun benar-benar sendiri di tempat itu dan memaksa memakan bubur hambar. "Huek! Aish, aku lebih suka mengurus orang sakit," ucap Simon. 

Sementara itu, Bella kembali bekerja seperti biasa. Dia tidak lupa akan banyaknya hal yang menimpa dirinya akhir-akhir ini. Dia hanya berusaha tegar. Dia memaksa dirinya untuk hidup, karena tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan setelah musibah yang dialaminya. 

Karena kesedihan, kemarahan, kebencian yang berlarut, tidak akan menyelesaikan masalah. Dan membalas dendam dengan hal serupa, tidak membuatnya hebat dan menang. Bella lebih tahu, bagaimana caranya dia menang. 

"Hey, sedang melamunkan siapa?" tanya salah satu sahabatnya-Nanda. 

"Ah, tidak ada," jawabnya dengan sedikit terkejut. 

Nanda menganggukan kepalanya percaya. Nanda adalah sahabat Bella sejak mereka SMA. Mereka bagaikan anak kembar yang tidak dapat terpisah, karena memiliki keberuntungan selalu bersama. Selalu sekolah di tempat yang sama. Bekerja di perusahaan yang sama dan di divisi yang sama pula. 

Bella menatap Nanda yang sedang sibuk mengetik pekerjaannya. 'Hah, setidaknya aku beruntung memiliki dia,' batinnya. 

Prok! Prok! Prok!

Suara tepuk tangan itu berasal dari Pak Andre-seorang Direktur. 

"Baik, tolong simpan dulu pekerjaannya. Saya akan mengumumkan sesuatu," ucap Pak Andre kepada beberapa rekannya itu. 

Bella dan Nanda saling menatap satu sama lain. Saling mengangkat bahunya masing-masing karena tidak tahu apa. 

"Kita akan memiliki proyek lagi. Dan untuk ketua yang memimpin proyek ini adalah ... Bella!" ungkap Pak Andre dengan penuh semangat. 

Nanda, Zahra dan Annisa menatap Bella secara seksama. Mereka senang melihat Bella pertama kali mendapat proyek di perusahaan. 

"Bella, ikuti saya sebentar," perintahnya. 

Bella berjalan ke ruangan Pak Andre. Tangannya melambai ke arah belakang menunjuk temannya, Nanda. 

Kini Bella sudah berada di ruang Pak Andre. 

"Proyek kali ini adalah Catwalk. Kita akan memperkenalkan baju rancangan perusahaan kami, dan dua desain baju yang akan ditampilkan, ada karyamu. Atasan kita menyukai desainmu, Bella. Untuk itu, saya akan memberikan kesempatan kamu proyek ini. Saya awalnya ragu untuk memberikanmu proyek ini, karena kamu baru 10 bulan bekerja. Namun, melihatmu yang pekerja keras dan memiliki kemampuan, saya dengan sangat yakin merekomendasikan kamu. Saya harap, tanggung jawab ini bisa berjalan lancar, ya," ungkap Pak Andre sambil memberikan tangannya. 

"Ah, baik, Pak. Saya akan berusaha keras. Terima kasih," jawabnya sambil membalas salam dari Direkturnya itu. 

"Baik. Silakan atur jadwal dan semuanya, ya. Saya berharap minggu ini selesai. Ingat, ini proyek pertamamu," kata Pak Andre sambil mempersilahkan bekerja kembali.

"Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi," pamit Bella. Dia berjalan lagi ke ruangan kerjanya. Nanda dan teman yang lain, masih ikut senang dengan melambaikan tangannya. 

"Kamu hebat, Bella. Aku saja harus menunggu dua tahun untuk mendapatkan proyek besar sepertimu. Sepertinya, kamu berkembang baik, ya," kata Zahra, yang sudah bekerja lebih lama darinya. Karena di divisi ini, hanya Bella dan Zahra yang seusia, dan Zero yang paling muda. 

"Kerja bagus," ucap Nanda yang dibalas dengan senyuman Bella.