Chereads / Jerat Pernikahan Kontrak / Chapter 39 - 39 Sepertinya ketahuan

Chapter 39 - 39 Sepertinya ketahuan

"Apa-apaan ini!" sergah Jeni. Namun, seketika bola matanya terbelalak karena Jeni terkejut dengan wanita yang baru saja telah menamparnya tanpa maaf.

Wanita itu kini berdiri di hadapan Jeni dengan wajah tampak murka. Dia menyilangkan kedua tangannya setelah sebelah telapak tangannya berhasil membuat bekas merah di pipi Jeni yang putih.

"Mba Selin!" sapa Jeni dengan wajah tercengang seakan tak mampu untuk berkedip. Ia masih saja memegang pipinya yang masih terasa sakit karena tamparan keras dari Selin yang datang tanpa aba-aba.

Jeni tiba-tiba merasa ada yang tidak beres dengan wajah murka yang terlihat dari istri pertama Jefri itu. Ini adalah pertemuan kedua setelah dulu bertemu saat bersama Wili. Tapi, mengapa tiba-tiba Selin datang dengan wajah murka dan penuh emosi. Sepertinya Jeni sudah bisa menebaknya.

"Masih berani kamu menyebut saya, Mba!"

"Perempuan tidak tahu malu!"

"Tidak tahu diri! Munapik!"

Selin mencibir dengan sadis. Ia berbicara dengan sinis serta tatapannya begitu terlihat benar-benar murka.

"Mengapa Mba Selin berbicara seperti itu?" Jeni bertanya menatap aneh kepada Selin. Ia sudah merasa kalau Selin tengah menyindirnya.

"Peremuan munapik pura-pura bodoh!" cibir Selin. Bibirnya tampak tipis mencibir Jeni dengan puas.

Jeni menggelengkan kepala. Mobil online pesanannya bahkan sudah tiba di depan matanya. "Terserah Mba mau bicara apa pun. Saya akan segera pergi. Saya permisi, Mba." Jeni segera melangkahkan kaki. Ia merasa perbincangannya dengan Selin seperti tidak baik.

Namun, saat dua langkah kakinya berjalan seketika pula Selin menggagalkan langkahnya. Sebelah pergelangan tangan kiri Jeni digenggam Selin dengan erat.

"Tunggu! Satu langkah lagi kamu berjalan maka hidupmu akan hancur," ancam Selin dengan tegas kepada Jeni.

Selin kemudian mengambil selembar uang kertas berwarna merah lalu ia berikan kepada driver mobil online yang dipesan Jeni dan menyuruhnya segera pergi.

"Apa-apaan ini, Mba," tanya Jeni tampak mengernyitkan dahi. Ia merasa semakin tegang dengan ancaman Selin.

Sementara mobil online pesanan Jeni pun telah pergi atas perintah Selin. Jeni pun menelan salivanya dengan perasaan resah.

"Saya harus bicara dengan kamu sekarang juga!" pinta Selin dengan tegas. Ia masih saja menggenggam pergelangan tangan Jeni dengan kecang agar Jeni tak bisa lepas darinya.

Jeni tak bisa menolak walau dia merasa takut. Ia berjalan mengikuti langkah Selin di belakangnya.

'Apa yang akan dibicarakan, Mba Selin? Apa mungkin Mba Selin sudah tahu menganai hubunganku dengan Mas Jefri? Bagaimana kalau itu terjadi?' Jeni bertanya-tanya dalam hatinya. Degup jantungnya semakin terasa mengencang karena ia merasa takut dengah wajah Selin yang sore ini terlihat sangat menyeramkan.

"Duduk!" titah Selin.

Saat ini mereka berada di taman kampus yang sangat sejuk disertai tempat duduk yang nyaman. Namun, itu semua tak serta merta membuat perasaan Jeni tenang mau pun nyaman dengan wajah Selin yang semakin membuatnya bertanya-tanya penuh rasa resah.

Sorotan mata Selin memang terlihat sinis dan tajam bak pisau belati yang siap menusuk jantung. Itu semua semakin membuat Jeni benar-benar merasa dalam posisis tidak tenang.

"Ada apa, Mba? Kenapa Mba begitu kasar terhadap saya?" Jeni bertanya sekali lagi. Walau pun ia sudah bisa menerka dengan kemurkaan Selin terhadapnya, akan tetapi ia masih berusaha menepis semua prasangka buruknya.

"Sudahlah, perempuan munapik seperti kamu memang pandai bersandiwara," cibir Selin masih dengan nada suara yang sama.

"Apa maksud, Mba Selin? Tolong jaga bicara Mba, ya!" tegas Jeni berusaha memberanikan diri.

"Jeni Sapitri sebagai penerima aliran dana dari Jefri Azhari senilai 1,1 miliar dan saya sudah mengantongi buktinya," jelas Selin dengan nada suara tinggi.

"Uang apa itu? Ha!" Selin bertanya dengan bola mata membulat sempurna serta bibir tampat berkerut. Jeni bisa melihatnya kalau Selin benar-benar tengah murka terhadapnya.

Jeni menghela nafas walau ia cukup terkejut mendengarnya. 'Sial! Dari mana Mba Selin tahu mengenai uang itu,' batinnya bertanya-tanya.

"Apa maksud Mba selin? Saya benar-benar tidak mengerti," elak Jeni berusaha menghindarinya.

"Jangan pura-pura kamu, Jeni! Saya sudah tahu semua data uang yang masuk ke dalam rekening kamu dan itu valid! Saya bahkan mendapat data diri kamu dengan lengkap pada berkas yang saya temukan di ruang kantor suami saya!"

"Ada hubungan apa kamu dengan suami saya? Ha!" tanya Selin terlihat murka.

Jeni kembali menelan salivanya dengan resah. Benar saja kalau Selin sudah mengetahui semuanya. Lalu apa yang harus dilakukan Jeni? Ia bahkan gugup dan merasa bingung harus menjawab apa.

"Jawab, Jeni!" sergah Selin dengan nada suara paling tinggi membuat Jeni tersentak mendengarnya.

"Saya tidak mengenal siapa itu Jefri Azhari dan saya juga tidak mengerti dengan ucapan, Mba Selin," jawab Jeni dengan tegas.

"Nama Jeni Sapitri di Jakarta ini banyak dan bukan hanya saya, Mba! Tolong jaga bicara Mba Selin. Ucapan tanpa bukti itu fitnah jatuhnya, Mba!" tegas Jeni tampak berani. Walau isi dadanya terasa lemas dengan getaran penuh rasa takut namun ia masih berusaha berbicara dengan tegas agar Selin tak curiga.

Selin tersenyum sinis sambil menggelengkan kepalanya. Ia pun segera merogoh tas selempangnya dan mengambil berkas-berkas yang menjelaskan kalau pemilik nama Jeni Sapitri yang dia maksud adalah Jeni yang kini berada di hadapannya.

Selin bahkan sudah bertanya pada Wili mengenai fotokopi kartu identitas milik Jeni yang dia temukan di dalam berkas rapih satu map itu. Tentu saja Selin yakin kalau Jeni Sapitri yang berada dalam berkas itu adalah Jeni yang sama karena Wili membenarkan fotokopi kartu identitas itu adalah milik Jeni dengan poto dan nama lengkap yang tak bisa dipungkiri.

"Kamu lihat ini! apa yang kurang jelas mengenai berkas ini!" Selin berbicara dengan hardiknya. Ia menyodorkan map dengan bukti yang jelas pada Jeni.

Jeni membuka map itu dengan ragu, tangan bergetar dengan perasaan yang tegang. Ia berhadap akan terlepas dari pertanyaan Selin sore ini. Akan tetapi ia pasrah.

Dengan helaan nafas resah, Jeni melihat isi map. Benar saja, itu adalah fotokopi kartu identitasnya. Di situ bahkan terlihat jelas ada bukti cetakan bukti transfer yang telah dilakukan Jefri terhadap nomor rekening pribadinya.

'Ah, mengapa Mas Jefri seceroboh ini!' gerutu Jeni dalam hatinya. Ia benar-benar tersudut dan tak bisa mengelak. Ia bahkan merasa semakin terpojokan manakala bentuk wajahnya terlihat jelas pada fotokopi kartu identitas dalam map itu.

'Sial!' sesalnya.

"Mengapa kamu diam? Kamu tidak bisa mengelak lagi, munafik!" cibir Selin masih saja dengan amarah yang sama.

"Bayaran apa yang kamu terima dengan nilai sebesar itu dari suami saya? Ha! Jawab!" sergah Selin bertanya dengan murka. Nilai 1,1 miliar bukanlah uang yang sedikit baginya.

"Kamu tidak puas memoroti, Wili. Yang hanya mahasiswa yang belum memiliki banyak uang, lalu kamu poroti uang suami saya? Gitu!" Selin berbicara tanpa jeda, dengan tegas dan penuh penekanan.

Ia pun tidak menyangka kalau kekasih adik iparnya yang telah menerima kucuran dana dari suaminya. Ia bahkan dengan yakin menyangka kalau penyebab kekisruhan rumah tangganya dengan Jefri adalah, Jeni.

Jeni menunduk penuh rasa takut. 'Bagaimana kalau Wili tahu? Apa Wili sudah tahu? Ya Tuhan, aku harus menjawab apa ini,' batinnya semakin takut.

"Jawab, Jeni!" tekan Selin.