Chereads / DIVE INTO YOU / Chapter 20 - BEKERJALAH DENGANKU

Chapter 20 - BEKERJALAH DENGANKU

23/6/22

Happy Reading

***

Finn menghembuskan napasnya. Walau penasaran namun Ia tidak mau memaksa Laya untuk bercerita lebih jauh tentang masalah kehidupan pribadinya. 

Finn masih tahu diri dan tahu batasan untuk hal semacam ini. "Lalu kau sendiri, bagaimana?"

"Aku?" Laya nyengir dengan wajah penuh kejahilan. "Masih hidup, kan? Santai saja, hehehe."

"Hish!" Finn menjitak kepala Laya. Dari dulu Laya memang seperti ini orangnya, sok tegar dan sok kuat. "Maksudku, kau tinggal dimana sekarang, Laya Gemina ku?!"

"Aku tinggal di kos-kosan dengan Savita," jawab Laya dengan jujur. "O-iya, ngomong-ngomong, dimana kau bertemu dengan Savita?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Finn mengedikan bahu. "Ketemu dengannya tiba-tiba saat di supermarket. Tadi pagi sepertinya dia menelponmu, kan?"

Laya mengangguk.

"Dia menyebut namamu."

"Lalu?"

"Peruntungan." Finn tertawa hambar. "Kau tahu maksudku, kan?"

"Lagi?" tanya Laya penuh arti. Ia tahu maksud Finn. Waktu di kampus, Finn itu mendapat julukkan "The Lucky Man", karena setiap pertandingan atau apapun itu yang berhubungan dengan kejuaraan jika ada Finn pasti menang. "Hahaha, untung saja kau bertanya pada orang yang tepat. Kalau tidak, bisa-bisa kau ditipu, Finn."

Finn mengangguk. Tersenyum bangga. "Yaps, dan untung saja Savita yang cantik itu mau memberitahuku kau kerja dimana dan pulang jam berapa."

"Hemm." Laya mengangguk-anggukkan kepalanya. Aneh juga dengan segala sesuatu peruntungan Finn yang selalu didapatkannya dengan mudah. Andai saja Dewi Fortuna yang menempeli Finn pindah ke dirinya, mungkin ia tidak akan mengalami takdir segila dan serumit ini.

"Kau bekerja di perusahaan Isamu Grup, kan?"

"Iya." Laya mengangguk lagi.

"Jadi Office Girl?"

"Yapz."

"Kau mau bekerja denganku?"

Laya langsung menggeleng. "Terima kasih."

"Kumohon." Finn sedikit merendahkan suaranya. "Jadilah sekretarisku, La."

Laya mengerucutkan hidungnya, bibirnya tersenyum tipis. Itu artinya ia tetap menolak hal itu. Walau itu tawaran yang sangat menarik, tapi Ia tidak mau merepotkan atau berhutang budi pada siapapun.

Sebab, balas budinya akan susah nanti. 

"Hahh, baiklah!!" Finn berpura menyerah. "Padahal aku belum punya sekretaris pribadi, lho."

"Carilah."

"Sudah ketemu tapi dianya tidak mau."

"Hahaha." Laya tertawa hambar. "Terima kasih untuk tawarannya."

"Tapi setidaknya kau harus memikirkannya, oke?"

"Hemm." Laya mengangguk. Tidak mau berjanji untuk sesuatu yang akan susah ditepatinya. "Ehh, Finn?!"

Finn langsung menoleh dengan cepat.

"Pantas saja kau bisa menemukanku disini." Lagi-lagi Laya mengalihkan pembicaraan. "Tapi, kok bisa, ya? Aneh tidak sih?"

"Aneh tidak aneh." Finn mendengus. Laya memang ahlinya mengalihkan pembicaraan. "Dan, beruntungnya lagi sekali coba aku langsung bisa menemukanmu disini. Di halte bus. Seorang diri seperti orang gila."

Laya hanya tersenyum kesal mendengar candaan Finn. Hahh, Finn tidak tahu apa yang membuatnya menjadi orang gila seperti ini, kondom. 

Ya, gara-gara kondom, otak cantiknya jadi membeku parah. 

Sialan!

Laya lalu melihat jam yang ada di tangannya. Sudah jam 6 malam. Waktunya tinggal sebentar lagi. Mana masih bingung mau beli kondom yang seperti apalagi. 

Ia melihat Finn lagi, tidak enak juga jika harus tiba-tiba pergi dari sini. Kan baru bertemu, masa sudah mau ditinggal pergi.

"Eh, La?" Panggil Finn, ingin mengajak ngobrol lagi.

"Hem?" 

"Kau tidak ingin tanya sesuatu padaku, gitu?" 

"Apa?" Laya balik bertanya.

"Misal, kapan kau datang kesini? Sudah berapa hari kau ada disini? Ada keperluan apa kau disini? Bagaimana rasanya memimpin perusahaan yang sangat menyebalkan itu? Bagaimana perasaanmu setelah Mamamu menikah? Atau apalah gitu?" tanya Finn penuh harap.

Laya mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"

"Huuuhh!" Finn menghela napas. "Kau masih seperti dulu ternyata. Tidak berubah, tidak pernah memperdulikan aku dan selalu memikirkan tunanganmu yang over posesif itu."

"Hish, ayolah, Finn!!" Laya memasang wajah lelahnya. Mulai lagi, nih. "Kau tahu aku seperti apa. Jangan bahas masalah itu lagi, oke."

"Yaaa, tahu, kok." Finn merajuk. "Kupikir setelah dua tahun tidak bertemu responmu akan sangat heboh atau paling tidak kau akan memberikanku pelukkan hangat, gitu." Finn berkedip penuh harap.

Laya tertawa penuh kegemasan. "Haruskah aku memasang spanduk ucapan selamat datang untukmu? Haruskan aku buat arak-arakkan selamat datang untukmu? Haruskah aku berteriak memanggil namamu … Finn!! Finn! Ini aku Layaa!! I Miss You, baby! I LOVE YOU!! Cihhh!!"

"Haha, mau dicoba tidak?"

Laya langsung menggeleng kaku. "Tidak mau dan tidak sudi!! Amit-amit!" 

Finn semakin tergelak. "Tapi kau merindukanku, kan?" Matanya berkedip penuh harap. "Katakan kau merindukanku."

"Tidak." Laya menggeleng. 

"Yahhh, ku pikir kau sangat ingin bertemu denganku," kata Finn penuh arti.

"Tidak." Gelengan Laya semakin kuat. 

"Okee, oke!" Finn menyerah. "Kita akhiri pembicaraan ini sampai sini—"

"Oke." Akhirnya, Laya dengan sigap berdiri. Pas sekali waktunya, busnya datang tepat waktu.

"Eh?" Finn jadi ikutan berdiri. "Sudah mau pergi?"

Laya mengangguk. Menunjuk bus yang segera merapat ke halte. "Maaf, tapi aku masih ada kepentingan, Finn."

"Lalu?" Raut wajah Finn sangat nano nano. Jujur, ia mengkhawatirkan sesuatu. "Kau mau meninggalkanku sendirian disini?" tanyanya, penuh nada dramatis.

"Kau masih lama di negara ini, kan?"

Finn mengangguk mantap.

"Jika ada waktu dan kesempatan, lain kali kita bisa bertemu lagi." Laya berbalik, ia  akan pergi namun …

"Jangan bus, aku akan mengantarmu pulang?" Finn memegang kuat pergelangan tangan Laya. Ia belum mau melepaskan Laya begitu saja. Baru juga bertemu beberapa menit masa mau ditinggal begitu saja. 

Tidak adil dong! Finn sebenarnya sudah mencari Laya selama satu minggu ini.

Layak menggeleng. Menolak dengan sopan. "Terima kasih. Tapi aku masih harus ke suatu tempat dulu sebelum pulang." 

Yaaa, Laya harus membeli kondom dulu.

"Aku antar kesana, bagaimana?"

"Tidak perlu," kata Laya melepas secara perlahan tangan Finn. "Aku bisa kesana sendiri. Ini urusan pribadiku, oke?"

"Oke, baiklah." Mendengar urusan pribadi Finn mengalah dan dengan terpaksa melepas pegangan tangan yang sebenarnya sangat berat untuk dilepaskannya. "Tapi berikan nomor hp mu yang baru padaku."

Laya dengan senang hati memberikan ponselnya dan dengan cepat pula Finn memasukan nomor hpnya, dan langsung menyambungkannya.

"Ku beri nama 'FINN TAMPAN', jangan diganti," ucap Finn sambil menyerahkan ponsel Laya.

"Cihh!" Laya mendecih gemas. "Kau memang lebih tampan dari yang terakhir kali kulihat, Finn."

"Hemm, dan kau semakin cantik." Finn mengangkat ponselnya dan menunjuk ke layar ponselnya. "LAYAKU CANTIK."

"Hahaha." Laya tertawa. "Kalau Vihan tahu, kau bisa dibunuh, Finn." Ia memasukan ponselnya ke dalam tas.

"Kali ini aku akan melawannya." Finn tersenyum penuh arti. "Aku akan menghubungimu, La."

Laya mengangguk. 

"Kalau kau butuh bantuanku—"

"Yaaa, terima kasih, Finn." Laya da da. Menaiki bus itu.

"Yaaa, hati-hati dijalan, La." Finn membalas lambaian tangan Laya. "Kau tidak akan pergi kesana, kan, La?" 

***

Salam

Busa Lin