Chereads / DIVE INTO YOU / Chapter 19 - BERBINCANG DENGAN FINN

Chapter 19 - BERBINCANG DENGAN FINN

22/6/22

Happy Reading

***

"Tahu darimana kalau Ayahku sudah meninggal?" Finn bertanya, raut wajahnya menunjukan jika ia sangat penasaran dengan hal itu. 

"Ohh, itu, waktu pemakaman Papa dan Mama … teman kita, Finn. Siapa namanya?" Laya geregetan sendiri, karena mudah sekali melupakan nama seseorang, padahal ia masih ingat wajah temannya itu.

"Siapa?!" Finn mulai gemas sendiri. "Ayahku meninggal satu setengah tahun yang lalu, lhoo."

"Iyaa, aku tahu," kata Laya. Ingat betul saat temannya itu memberitahunya perihal kematian Ayah Finn yang terkena Kanker Hati. "Kalau tidak salah namanya Hamada Daika yang dari Jepang itu, lho, Finn. Kita pernah kan sekelas sama dia, di kelas Bahasa Prancis selama 4 semester."

"Ohh, Daika. Iyaa, waktu itu juga dia datang kepemakanan Ayah." Finn membenarkan hal itu.

"Hemm."

"Daika ada di negara ini?"

Laya mengangguk lalu menggeleng. "Tidak. Daika disini hanya satu bulan untuk liburan katanya, dan entah dari mana, Daika bisa tahu soal kematian kedua orangtuaku dan dia juga yang memberitahuku tentang kematian Ayahmu. Aneh, kan?" 

"Iyaa, dia orang aneh. Diam-diam tahu segalanya." Finn mengedikkan bahu pertanda tidak ambil pusing.

"Kau yang tabah, ya, Finn. Kau pasti kuat!!" Laya mengusap-ngusap simpati punggung Finn.

Laya tahu benar jika Finn itu sangat sayang pada Ayahnya, apalagi dia berjuang lulus kuliah untuk Ayahnya yang sudah sakit-sakitan sejak lama.

Sebagai anak laki-laki satu-satunya dari keluarga Lamant, Finn tidak pernah mau mengecewakan impian Ayahnya yang jika Ayahnya meninggal, Finn lah yang akan menjadi penerus perusahaan Lamant Grup dan menjadi pewaris tunggal dari segala aset-aset dan kekayaan keluarga Lamant.

Awalnya Finn tidak mau mewarisi itu semua dan dia sempat kabur-kaburan dari rumah tapi karena dia sungguhan sayang dengan Ayahnya dan sudah berjuang setengah mati untuk lulus kuliah, akhirnya dengan terpaksa dia menerima itu semua dan kembali pada Ayahnya. 

Jika diingat-ingat, "Ayahku meninggal sehari setelah pelantikanku menjadi pimpinan perusahaan Lamant, hemmm," gumamnya dalam hati saat bisa merasakan hangatnya usapan lembut di punggungnya ini. "Untung saja aku tidak membuatnya kecewa."

Finn menoleh melihat Laya— yang ternyata wanita ini sedang random melihat ke arah jalan. Mata indah itu sedang berkedip-kedip sayu, sepertinya kurang tidur dan bibirnya yang indah pun sedikit memucat. 

Ah, pasti Laya sangat kelelahan nih!

Eh?! Tapi, seperti ada yang salah dalam posisi ini? 

Finn jadi melirik kebelakang, melihat gerak tangan Laya yang masih mengusap punggungnya.

"Haisshh!" Finn refleks menepis tangan Laya. Jujur, ia baru sadar, kesedihannya ini belum apa-apa dibanding Laya yang kehilangan orangtuanya sekaligus 6 bulan lalu dan lagi tunangannya yang pencemburu itu sedang koma dan dirawat dirumah sakit Fransisco Isamu selama kurang lebih 5 bulan terakhir ini.

"Hish, dasar menyusahkan! Kalau mau mati, mati saja! Hidup menyusahkan, mau mati pun tidak kalah menyusahkan!" Finn merutuki Vihan dalam hatinya. 

Laya mengerucutkan bibirnya. "Kau masih menyebalkan seperti dulu ternyata. Tidak bisa disayang-sayang dan diberi perhatian lebih." Kepalanya menggeleng heran. Finn masih sama dengan pria yang dikenalnya selama enam tahun terakhir ini. 

Keras kepala, suka bercanda, cuek-cuek perhatian, tidak mau disayang-sayang tapi seringkali minta dimanja-manja dan yang pasti sangat-sangat menyebalkan. Pernah sekali waktu saat Vihan mengunjunginya di kampus dan bertemu dengan Finn … mereka berdua sempat adu mulut dan, ya, Laya hanya melihat adu mulut itu dengan suka hati, karena dua-duanya tidak mau kalah. 

Dan, pemenangnya adalah Finn Lamant! 

Pelampiasan kekalahan Vihan adalah dirinya. Sepanjang perjalanan pulang waktu itu, Vihan menceramahinya panjang lebar dan menyuruhnya untuk pindah kampus supaya tidak dekat-dekat dengan Finn.

Huh! Yang pasti, Laya menolak keras untuk itu. Masuk Universitas itu saja susahnya minta ampun dan hanya karena tunanganmu pencemburu, kau harus keluar dari kampus idamanmu?! Oh, tidak bisa!!

"Hehh!!!" 

Suara Finn yang melengking tajam, sukses membuat Laya tersadar dari lamunannya.

"Apa, ihh!!" Laya mengusap telinganya yang mendadak berdenging.

"Orang tuaku yang meninggal hanya satu, ya! Hanya Ayah dan beliau meninggal karena sakit bukan karena kecelakaan dan aku masih punya Mama, walau sudah tua Mamaku masih sangat cantik dan begitu bugar. Beliau masih sangat sehat dan sudah menikah lagi dengan orang yang sangat kaya." Finn mengatakannya dengan mata terbuka tajam, dan bibirnya mengeriting karena gemas melihat wajah Laya yang lesu itu. "Sedangkan, kau? Cihh, sudah tidak punya siapa-siapa?! Harusnya yang tabah dan sangat-sangat tabah itu kau! Bukan aku! Paham?!"" 

"Hahaha, iya, iyaa! Kau lebih beruntung dariku! Sangat-sangat beruntung!!" Laya melihat Finn dengan tatapan kesal. "Semoga pernikahan Mama mu dan Papa barumu langgeng sampai kakek nenek! Ku doakan kau juga dapat adik bayi yang lucu dan imut. Aku harap adikmu tidak semenyebalkan dirimu, puas?!"

"No!!" Finn menggeleng gigu. "Umurku sudah 25 tahun dan aku tidak mau punya adik!! Apa kata orang nanti! Masa pria setampan diriku punya adik di usiaku yang sudah tua ini." 

"Oh, satu lagi, dan sangat menggemaskan, Finn." Laya terkekeh. "Kau sendiri yang—"

"Ssstt, cukup, cukup!!" Finn menutup telinganya rapat-rapat. Tidak mau mendengar apa-apa lagi tentang dunia perbayian. Salah satu syarat yang diajukannya pada Mamanya sebelum menikah dengan orang kaya itu adalah, 

"Mama jangan punya bayi lagi! Steril lebih baik daripada hamil diusia tua. Finn masih mau lihat Mama sampai Finn tua dan Mama harus lihat Finn menikah dengan wanita yang Finn cintai. Hanya itu syaratnya. Setuju?!"

Oke, Mama dan pria kaya itu setuju. Dan, anak-anak dari pria kaya itu pun setuju. 

Pada akhirnya, mereka berdua sama-sama steril, hehehe!

Laya masih tertawa gemas melihat wajah Finn yang memerah malu setelah menceritakan perjalanan kisah cinta Mamanya dan Pria kaya itu. 

Finn tidak mau memberitahu siapa sapa tirinya itu, dan lagipula Laya pun tidak mau ambil pusing untuk itu. Terserah Finn.

"O, Iya." Laya menghentikan tawanya. Ia mengusap air mata yang ada di sudut matanya. "Kalau kau sendiri tahu darimana orang tuaku dan tunanganku mengalami kecelakaan?"

"Savita."

"Heuh, Savita?" Laya berkedip kaget. "Kau kenal dengan Savita? Dimana? Kok aku tidak tahu kalau kalian saling kenal?!"

Finn menggeleng. "Baru kenal tadi pagi."

"Heuh? Maksudnya?

"Aku baru bertemu dengannya tadi pagi." Finn terkekeh gemas. Mata Laya sangat lucu jika sedang membulat seperti itu.

"Kok, bisa?"

"Aku mencari alamat rumah yang pernah kau berikan waktu kita berpisah saat wisuda dulu. Ingat tidak?" Finn menunjukan kertas yang pernah diberi Laya, disana ada alamat rumah Laya yang lama. "Nomormu sudah tidak aktifkan?"

Laya mengangguk, membenarkan hal itu. "Lalu?"

"Saat aku datang kesana, katanya rumah itu bukan lagi rumah Tuan Mateo Gemina. Lalu aku datang ke perusahaan Gemina Grup yang ada sudut kota dan menanyakan keberadaanmu. Mereka mengatakan tidak mengenalmu. Apa yang sebenarnya terjadi? tanya Finn sungguh penasaran dengan keadaan Laya. Ia ingat betul jika Laya ini adalah calon penerus dari bisnis keluarganya.

"Ahhh, ituu." Laya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Itu memang bukan rumah Papaku lagi. Sudah pindah tangan. Lalu perusahaan itu …." 

Entahlah, Laya mengedikan bahunya. Bingung harus menceritakan darimana. Lagipula untuk apa diceritakan ke orang lain.

Tohh, tidak akan ada yang bisa membantunya keluar dari jurang terkutuk ini.

Finn menghembuskan napasnya. Walau penasaran namun Ia tidak mau memaksa Laya untuk bercerita lebih jauh tentang masalah kehidupan pribadinya. "Lalu kau, bagaimana?"

"Aku?"

***

Salam

Busa Lin