19/6/22
Happy Reading
***
"Ya?" Jarvis menoleh, melihat mata Laya yang penuh harap.
"Deal?"
Jarvis mengedipkan matanya. Jujur, ia masih bimbang. Eum, lagipula … bagaimana caranya bercinta dengan seorang wanita?
"Bos?!" Laya berseru lirih. Mata bulat itu benar-benar membuatnya sangat gemas.
"Heum?"
"Keberatan, ya?" Laya menatap mata coklat kemerahan itu penuh tanda tanya.
Ada apa sih sebenarnya? Bukankah semua pria, harusnya sangat senang jika diberikan sesuatu yang berharga seperti ini, ya? Kok ini … malah terlihat sangat ragu-ragu, ya? Ada apa sih sebenarnya dengan Jarvis?
Jarvis menangguk. "Aku hanya …." Lalu dalam satu detik ia menggeleng. "Baiklah, kalau kau sudah yakin mau nanti malam atau besok atau lusa? Pilihlah waktu yang tepat untuk itu. Jangan terburu-buru."
"Heuh?" Laya jadi berkedip kikuk. Tiba-tiba sekali menanyakan hal itu. "Kalau itu terserah kau saja, aku ikut."
Laya memegang dadanya yang mendadak berdesir. Entah mengapa, jantungnya mendadak berdebar kencang setelah mengatakan itu.
"Maksudku …." Laya menelan ludahnya salah tingkah. "Aku tahu kau sibuk, jadi aku ikut jadwal mu saja."
Jarvis menghela napas panjang. "Kau yang akan menjalaninya, kau juga yang harus memutuskannya. Ingat, kau yang akan kehilangan keperawananmu, bukan aku," ucapnya memperjelas hal itu.
"I-ituu ..."
"Atau mau hari lain saja?"
Laya langsung menggeleng dengan cepat. "Nanti malam saja, bagaimana? Semakin cepat semakin baik. Aku harus membawa uang itu secepatnya."
"Oke." Jarvis mengangguk. Ia berdiri dari duduknya tanpa mengatakan apa-apa lalu berjalan ke arah meja kerjanya, mengambil ponsel yang diletakkannya diatas meja.
Laya yang melihat pergerakan Jarvis yang seperti itu hanya bisa menunggunya tanpa bisa menanyakan apa-apa lagi. Ia ingin tanya, maksud dari kata "Oke" itu apa?
Deal atau tidak? Huh!
Jarvis duduk di tepi meja, salah satu tangannya dimasukkan ke saku celana sedang tangan lainnya memegang ponsel pintarnya.
Ia duduk memunggungi Laya yang sedang menunggu jawabannya. Ia bisa melihat wajah manis gadis itu yang polos-polos menggemaskan dari pantulan kaca dinding kantornya.
"Malam ini, pukul 8 malam hingga besok pagi ada jadwal atau tidak, nona Padma?" tanya Jarvis sambil menggigit-gigit sudut bibirnya.
"Tidak ada, tuan," jawab Padma. "Tapi, ada rapat pukul tujuh malam di restoran hotel Veteran bersama beberapa investor."
"Ohh." Jarvis berbalik badan. Melihat Laya yang langsung memperbaiki duduknya. "Kebetulan sekali," kata Jarvis sedikit mengeraskan suaranya. "Sekalian pesankan kamar hotelnya …."
Padma tidak langsung menjawab.
"Terserah dikamar mana saja. Yang penting nyaman untuk beristirahat."
"Baik, tuan."
Jarvis menutup sambungan teleponnya. Tidak lama dari itu, ada sebuah pesan masuk dari Padma …
"Nona Laya?" Panggil Jarvis.
"Ya?" Laya langsung berdiri.
"Nanti malam datanglah ke hotel Veteran. Kamar 150, lantai 10," ucap Jarvis tanpa melihat Laya.
"Jam berapa?"
"Datanglah sesukamu. Aku ada rapat jam 7 malam dan tidak tahu selesainya jam berapa."
"Eum, aku akan datang lebih awal saja. Jam delapan, bagaimana?"
Jarvis mengangguk setuju. "Kalau aku belum datang, Mor … masih ingat dengannya?"
Laya mengangguk.
"Dia yang akan mengantarmu ke kamar itu. Aku akan menyuruhnya untuk menunggumu di lobi."
"Yaa." Laya mengangguk gugup.
"Lalu uangnya?" tanya Jarvis. "Mau kuberikan sekarang?"
Laya langsung berkedip kaget. Sepertinya ada yang kurang dalam hal jual beli ini.
"Berikan nomor rekening mu, biar aku transfer sekarang lalu uruslah operasi tunanganmu itu." Jarvis sudah bersiap akan mengetik nomor rekening Laya tapi ….
"Eh, anu …." Laya dengan salah tingkah langsung berjalan ke arah Jarvis. Ini terlalu cepat. "Nanti saja jika kita sudah, ehem ... bercinta."
"Yakin?"
"Yakin, 1000%, bos!"
"Eum, oke." Jarvis duduk kembali ke kursi kerjanya.
"Oke, hanya, oke?" tanya Laya, bingung.
Jarvis mengangguk. "Masih ada yang ingin kau tanyakan?"
Laya menggeleng dengan kebingungan yang sesungguhnya.
"Kalau begitu, silahkan keluar, saya masih banyak pekerjaan," kata Jarvis mempersilahkan Laya untuk pergi. "Jangan lupa bereskan itu semua. Jangan sampai ada yang tertinggal."
Laya mengangguk lagi. "I-iya, bos," jawabnya ragu-ragu, namun dengan cepat juga ia merapikan berkas-berkas yang berserakan di meja.
Jarvis mengetuk-ngetuk ujung bolpoin di meja. Ia jadi memperhatikan gerak tangan Laya yang sangat cekatan sekali merapikan semua itu. O, iya … ada satu hal yang ia belum tanyakan pada gadis manis itu.
"Nona Laya?"
"Ya?" Laya langsung berbalik.
"Kapan terakhir kali kau datang bulan?"
"Eum, sekitar 3 minggu lalu," jawab Laya dengan begitu polosnya. "Berkas ini?"
"Letakkan disana saja," kata Jarvis menunjuk meja itu lagi. "Nanti akan kubawa pulang."
Laya mengangguk mengerti. Ia meletakkan berkas itu disana.
"Ada lagi, bos?"
Jarvis berdehem. "Haruskah saya membeli kondom?"
"HAH?!" Laya hampir saja mengeluarkan bola matanya. "Ma-maksudnya?"
"Yaa, walau kecil kemungkinan kau bisa hamil saat melakukan seks pertama kali … tidak ada salahnya untuk jaga-jaga, kan?"
"I-iya, sih." Laya mengusap tengkuknya yang mendadak merinding gelisah. "Tapi saya kan' ... anu?"
"Kenapa?" Jarvis mengangkat satu alisnya. Dari tadi ia belum menjahili gadis ini. "Eummm, atau untuk yang pertama kalinya kau tidak mau pakai kondom, ya?"
"Ihhh!" Laya langsung menggeleng gagu. Perasaannya saat ini merinding-merinding geli memikirkan semua hal itu.
Jarvis hampir tertawa gemas saat melihat wajah Laya yang memerah malu seperti itu.
"Ohh, atau kau saja yang beli kondomnya, bagaimana?"
"APAAA?!" Kali ini Laya benar-benar berteriak, kaget betulan.
"Aku tidak punya waktu untuk membeli kondom. Lagipula stok kondom milikku juga habis."
"HAH?" Laya tidak salah dengar, kan? Apa? Stok kondomnya habis? Jangan-jangan Jarvis sudah sering bercinta dengan banyak wanita diluar sana!!
Aihh, bodohh! Pasti lah! Jarvis kan' pria yang sangat tampan dan memiliki segalanya. Mana ada sih, wanita yang bisa menolak pesona Jarvis Isamu.
"Yaa, biar kau lebih leluasa saja. Ini kan yang pertama untukmu." Jarvis tersenyum. Sumpah. Lagi-lagi ia sedang berusaha menahan tawanya. "Kalau aku menyuruh Mor atau Padma membeli kondom pasti satu diantara mereka akan digosipkan yang tidak-tidak nanti. Bagaimana?"
"Hishhh!" Laya mendengus. Masa hal sesensitif ini, aku juga yang harus membelinya. "Kau hanya ingin mempermalukanku, kan?"
Jarvis menggeleng. "Tidak. Aku hanya ingin memberi keleluasaan."
"Ini, sih bukan keleluasan," gumam Laya tidak terima.
"Bagaimana?"
"Oke, baiklah." Laya dengan ragu-ragu setuju. "Aku yang akan membelinya."
"Hem." Jarvis mengembangkan senyumnya semanis mungkin. "Belilah sesuai seleramu, oke?"
"IYAAAA!!" Laya mengedipkan matanya. Wajahnya benar-benar panas saat ini. "O-iyaa, bos. Sebelum aku keluar, aku ingin menanyakan satu hal lebih dulu."
"Silahkan."
"Anuu itu, bos." Laya menggaruk kepalanya yang sudah pening sejak tadi. "Kalau kondom ada ukurannya tidak?"
Jarvis mengangguk. "Ada."
"Berapa?"
"Eumm, terserah kau saja."
"Hah?"
"Beli saja dulu." Jarvis menyuruh Laya untuk pergi. "Pilihlah apapun yang kau inginkan."
***
Salam
Busa Lin