5/6/22
Happy Reading
***
"Sudah, Laya?!" tanya Ibu Wati.
Ibu Wati menunjuk jam yang ada dinding. Sudah jam 8 pagi. Itu artinya Laya harus mulai bekerja.
Laya mengangguk sebagai jawaban.
Oke, tidak masalah, Laya!!
Kau akan mendapatkan uang itu secepatnya!
"Ahh, apa aku kasbon saja, ya? Tapi, kalau kasbon nanti gajiku dipotong lagi?"
Ingin rasanya Laya berteriak, mematahkan tongkat pel-pelan yang sedang digenggamnya ini dan membantingnya ke mana saja yang ia mau.
Laya benar-benar butuh pelampiasan untuk menyalurkan segala kegundahan hati dan kefrustrasian hidupnya!
Oh, atau ….
Laya mengambil botol cairan pembersih lantai dari kantong yang terpasang di pinggangnya. Dia meremas botol itu dan akan melemparkannya ke dinding yang tepat ada di depannya tapi ....
Grab!
"Laya ... Laya ... Laya!"
Salah satu teman office girlnya yang bernama Mulan dengan sigap memegang tangannya dengan panik.
"Ada apa?!" tanya Laya. Jujur, dia sangat kaget dengan gerakkan tiba-tiba Mulan yang seperti ini. Pun Mulan menyuruhnya untuk mepet-mepet kedinding.
"Tu-tuan J-jarvis." Mulan menunjuk sesuatu dengan dagunya ke arah salah ruangan kantor.
"Heuh?" Laya jadi memperhatikan arah dagu Mulan. "Yang mana?" tanya Laya dengan bingung. Disana ada banyak sekali orang.
"Itu, yang tinggi. Yang pakai setelan jas warna hitam. Yang paling cakep. Ugh!" Mulan hampir berteriak histeris. "Kulitnya mulus banget, La! Mana mirip orang jepang lagi tapi bukan yang matanya sipit, La. Lihat tidak?"
Laya sampai geli sendiri melihat kelakuan Mulan yang mirip seperti cacing kepanasan ini.
"Tapi, semuanya pakai setelan jas warna hitam, Mul."
"Ihh, kamu ini!! Lihatnya pakai mata, ya!" Mulan menamplek gemas lengan Laya. "Yang paling bersinar, La."
"Hah? Bersinar? Kayak matahari, maksudnya?"
"Layaaa, ih?!" Mulan mendengus kesal.
Tapi, benar, kok. Laya tidak salah lihat, semua karyawan disini rata-rata pakai setelan jas berwarna hitam.
Lalu?
"Ahh, itu, yang lagi jalan, La." Mulan tanpa sadar meremas pergelangan tangan Laya. "La, ituuu yang paling depan."
Aw … aw!
"Sakit!" Laya melepas tangan Mulan yang semakin heboh saja.
"Jangan bilang dia mau lewat sini?"
Mulan terlihat semakin kelabakan, semakin histeris, semakin panik dan yaa, dia merapikan pakaian dan rambutnya yang sebenarnya terlihat baik-baik saja.
"Tuh, kan, be-benar. Tuan Jarvis mau lewat sini. Oh, no! La, bagaimana penampilanku?!" tanya Mulan bersemangat.
"Biasa," kata Laya, jujur.
Mulan langsung cemberut.
.
.
.
Ohh, ini yang namanya Jarvis Isamu, yang katanya pria paling tampan sejagat raya ini.
Tapi, menurutnya, dilihat dari sisi manapun, bossnya ini terlihat biasa-biasa saja kok.
Tampan? Standar lah.
Padahal Laya tidak bisa melihat dengan jelas wajah Jarvis Isamu.
Tinggi? Lumayan lah.
Laya hanya mengira-ngira saja.
Lalu apa istimewanya, Jarvis Isamu?
Eum ...
Eh, tunggu?!
Jarvis ini pemilik perusahaan ini, kan?
Kalau semisal dia meminjam uang langsung pada Jarvis, bagaimana? Untuk sekelas Jarvis, uang 350 juta pasti sedikit, kan?
Iya, kan?
Kalau dia jujur mengatakan untuk apa uang itu digunakan, pasti Jarvis Isamu akan meminjamkan uang itu padanya, kan?
Ta-tapi, kalau tidak bagaimana?
Ah, coba saja dulu ....
"EUM, BOSS!!" Laya refleks berteriak.
"Tunggu, saya!" Laya segera berlari mengejar bossnya yang ternyata sudah hilang di belokan pertama.
Ah, disana kan memang lift khusus untuk pimpinan.
Sialan!!
"BOSS!"
GRAB!
Nit ... nit ... nit!
.
.
.
"Padma ...."
"Saya, Tuan." Padma Larasati— sekretaris Jarvis— membungkukan setengah tubuhnya dengan penuh rasa hormat pada Jarvis.
"Biarkan dia."
"Eh?" Padma berkedip kaget.
"Masuklah." Jarvis memundurkan satu langkahnya kebelakang— menyuruh gadis yang tidak dikenalnya ini untuk masuk.
Laya hanya diam ditempat. Bibirnya yang tidak bersalah dia gigit-gigit dengan salah tingkah. Pun ujung tongkat pel yang tadi digunakan untuk menghadang pintu lift ini— dia remas-remas dengan gugup.
Ahh, dasar bodoh!!
Laya baru merasakan efek dari kenekatan dan kebodohannya barusan.
Sialan! Sialan!
Mau taruh dimana mukaku ini, Ya Tuhan!!
"Nona?" Panggil Padma mencoba untuk tetap sopan. Jujur, dia sudah berusaha sabar menghadapi gadis office girl yang tidak tahu malu dan tidak punya sopan santun ini.
"I-iya?" Laya masih menundukkan kepalanya karena malu.
"Jadi tidak?"
Ahh, itu Jarvis yang bertanya.
Huh!
Pertemuan pertama tapi sudah memberikan kesan yang buruk.
Dan lagi, apakah setelah ini, Jarvis Isamu akan meminjamkan uang itu padanya?
Entahlah! Semoga Laya masih bisa mendapatkan nasib baik setelah kejadian ini.
"Maaf, Bos."
Laya dengan perasaan gugup masuk lift— yang otomatis membuat wanita yang ada di belakang Jarvis dan belum dikenalnya itu dengan sigap bergeser kesamping.
Dia jadi penasaran dengan keberadaan wanita yang terlihat cantik ini. Ujung matanya melirik sekilas name tag yang tergantung di dada wanita itu.
Wah, statusnya sekretaris Tuan Jarvis Isamu.
Pantas saja tampilan fisiknya sangat sempurna. Cantik, elegan dan memiliki proporsi tubuh yang sangat ideal. Sama sekali tidak ada 'kecacatan' yang terlihat sedikitpun dari kepala hingga ujung kakinya.
Lalu … Laya, eum, tidak berani melihat Jarvis secara terang-terangan.
Jadi, ia belum tahu bagaimana detail wajah Jarvis yang katanya memiliki wajah yang sangat tampan itu.
Oke, tenang, La.
Hening ….
Terjadi kesunyian dan kebisuan di dalam lift. Lift ini jalannya terasa sangat lama dan ada rasa yang begitu canggung bergelayut di hati Laya.
Iya, iya lah! Bagaimana tidak canggung?!
Sadar apa yang sudah kau perbuat Laya!!
Huh, hah!
Laya berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Berulang kali, dia melihat dinding lift yang bisa memantulkan bayangan akan diri Jarvis— memastikan keadaan Jarvis yang sepertinya … bossnya itu tampak biasa saja.
Dia terlihat tidak terganggu sama sekali dengan kehadirannya yang secara tiba-tiba dan tidak tahu malu ini.
Justru yang terlihat tidak nyaman itu sekretaris Jarvis. Jelas sekali terlihat jika wanita itu sama sekali tidak menyukainya.
"Mau turun di lantai berapa, nona?" tanya Padma pada Laya— sebisa mungkin dia harus bersikap sopan dan lemah lembut di hadapan Jarvis.
"S-saya ...." Laya langsung berbalik menghadap Jarvis, "I-ingin bi-bicara sesuatu yang penting dengan Tuan Jarvis ... eh, maksud saya, b-boss," cengirnya salah tingkah.
Eh?!
Dari samping Laya bisa melihat jika satu alis Jarvis terangkat kaget.
"Ada perlu apa?"
"I-itu ... sa-saya ...." Laya menarik napasnya panjang-panjang.
Tenang, La!
Laya memberanikan diri menatap mata Jarvis yang ternyata memiliki mata bulat menggemaskan berwarna coklat kemerahan. Alis yang terangkat tadi ternyata seperti ulat bulu, sangat tebal dan begitu hitam. Pun hidungnya sangat mancung.
Laya mengedipkan matanya sekali, bibirnya secara otomatis terlipat kedalam dan air liurnya pun tertelan penuh godaan saat melihat bibir Jarvis yang … huhh.
Terlihat seperti kue mochi berwarna pink. Tipis diatas dan tebal dibawah. Terlihat sangat kenyal dan begitu lembut.
Ugh!
Uhuk … uhuk!
Wajah Laya jadi panas seketika karena jika dilihat lebih jauh lagi, tidak ada tanda-tanda keangkuhan yang terlihat dari wajah Jarvis.
Hanya saja, auranya memang terlihat sangat berbeda dengan pria kebanyakan diluar sana.
Dilihat dari sisi manapun, Jarvis Isamu seperti memiliki pesona yang tersembunyi. Misterius dan susah sekali dijangkau.
Apalagi jika semakin dilihat ternyata bossnya ini semakin ... eum, berkarisma dan begitu menggemaskan.
Lho, kok? Menggemaskan?!
Entahlah. Itu hanya penilaian pada pandangan pertamanya untuk Jarvis Isamu.
Ting!
Lho, sudah sampai, ya?
Karena terlalu lama mengamati wajah menggemaskan bossnya itu, ia sampai tidak sadar jika lift sudah sampai di lantai tujuan.
"Silahkan," kata Jarvis. Menyuruh gadis itu untuk keluar duluan.
"I-iya, te-terima kasih, bos," jawab Laya dengan gugup.
Setelah Laya keluar dari lift— dia sedikit terkejut, karena lift ini ternyata langsung terhubung dengan ruangan kantor bossnya.
"Kenapa tadi tanya mau turun di lantai berapa?" Laya ngedumel dalam hatinya dengan tetap menundukan kepalanya.
***
Salam
Busa Lin