Chereads / Fate Grant Order: Pilih Sendiri Nasibmu / Chapter 7 - Ayla - Tadirman (7)

Chapter 7 - Ayla - Tadirman (7)

"Ayah, Ayah! Ini, Kak Kara sakit, kira-kira kasih apa ya buat obatnya?" Ayla menghambur ke arah Dirman cukup panik.

"Sakit? Sakit apa? Apa sakit DBD?"

Dirman ingat, demam berdarah dengue tengah merajalela di seputar gang ini. Penyakit musiman dan khas negara tropis, terutama marak di tempat kumuh yang gotnya sering mampat. Gawat, jangan-jangan kali ini Kara yang jadi korbannya?

"Bukan, Ayah. Penyakitnya lucu. Kayak bersin, gatal-gatal dan keringat dingin. Soalnya ada bunga di warung Kak Kara."

"Bunga? Bunga dari siapa, Nak?" Dirman bertanya makin panik.

"Kok Ayah lebih panik soal bunga daripada sakitnya Kak Kara, sih?" Ayla protes keras.

Tak perlu banyak tanya, Dirman tahu bunga itu pemberian para Mister X, penggemar Kara yang kaya-kaya dan setidaknya bukan kaya monyet. Maksudnya penampilan mereka cakep, kelimis, penuh gaya, dan modalnya meyakinkan. Tidak seperti Dirman yang cuma mampu memetik bunga di kebun sekolah. Modal dengkul muka pun tak sampai. Duhai!

Tunggu dulu! Bunga, gatal, dan keringat dingin kok sepertinya tidak asing ya buat Dirman. Hah? Tulisan yang ia buat saat mumet itu! Kara cuma gak alergi sama bunga pemberian gue. Kalau sama pemberian cowok lain dia bakal gatal dan keringat dingin. Ya itu dia gara-garanya!

"Eh, Nak, emang bener Kak Kara kamu itu sakit? Maksudnya gejalanya benar gatal, bersin, dan keringat dingin?" Dirman seakan tak percaya telinganya sendiri.

"Iya, bener, Yah. Makanya Ayla tanya, obatnya apa ya, Yah?"

Dirman memutuskan akhirnya, obat yang tepat adalah perhatian dan tindakan nyata. Dengan gagah, ia mendatangi warung Bu Martini, setelah dibenarkan bahwa Kara sakit dan terkapar dalam kamar, Dirman menawarkan diri pada empunya warung untuk menyingkirkan bunga-bunga di meja warung. "Ini Bu. Pasti ini penyebab sakitnya si Kara." Dirman berucap percaya diri.

"Oh, Kara emang alergi bunga, Mas Dirman. Tapi gak pernah sampe keringat dingin segala. Ibu sampe deg-degan, takutnya sakitnya Kara berat."

"Jangan cemas, Bu. Setelah saya buang bunganya, pasti sakitnya Kara sembuh. Man Jamin, deh!" Dirman langsung bergerilya ke arah vas bunga.

"Eh, tunggu, Mas Dirman. Apa itu Man Jamin?" Bu Martini memang paling antusias bila mendengar istilah baru.

"Dirman berani jamin, Bu. Itu kepanjangannya."

"Oh, kirain apa. Ya udah, dibuang aja bunganya, Mas Dirman. Ibu kebetulan gak suka sama cowok ganjen yang ngasih bunga, nih. Buang yang jauh ya, Mas."

Selanjutnya, giliran Dirman yang diinterogasi Ayla, setelah Bu Martini menanyakan soal penyakit alergi putrinya. "Kak Kara sakitnya baikan gak, Yah? Trus kok alergi sama bunga, sih. Bukannya karena udang atau seafood?"

"Emangnya kamu, Nak. Alergi sama udang dan makanan laut. Kak Kara dari kecil dah alergi bunga. Kan macem-macem kalo orang alergi."

"Oh gitu. Trus bunganya Ayah buang? Lalu Kak Kara kagak marah barangnya dibuang Ayah?" Kayla sampai menyentak-nyentak lengan ayahnya.

Nyatanya Kara tak tahu menahu bunganya dibuang karena masih terkapar lemas. Sepertinya penyakit Kara membaik, karena suara bersinnya tak terdengar lagi sewaktu Dirman kembali ke warung Bu Martini. Yang jelas ibu Kara sangat berterima kasih dan Dirman dihadiahi sebungkus lauk telur dadar dan nasi uduk. Juga bakwan goreng tiga potong yang mengepul hangat-hangat. Lumayan banget, toh?

"Nak, kamu masih kecil. Makan saja dulu. Setelah kenyang, kamu baru mengurusi orang lain, ya."

Dirman memyendokkan nasi uduk, telur dadar dan sebutir bakwan goreng untuk Ayla. Dirinya sendiri hanya menyantap nasi putih, kecap asin, dan dua bakwan goreng sebagai lauknya. Namanya tanggal tua, ya begini jadinya. Dompetnya yang tua juga tertawa, maksudnya saking kosongnya terlihat mengangkang bila dibuka. Jadinya mirip mulut ketawa, kan?

"Tapi, Yah. Kak Kara bukan orang lain. Dia temannya Kara. Jadi dia orang sama, kebalikan orang lain, Yah." Ayla mengoceh dengan mulut penuh nasi.

Pikiran Dirman meluber, ibarat sampah lingkungan yang tak terkelola. Rupanya apa yang tertulis dalam buku setan betul-betul jadi kenyataan! Kurang ajar! Tahu begitu ia takkan menulis yang tidak-tidak, sampai-sampai Kara menderita sakit karenanya. Mungkin lebih baik buku itu disingkirkan ke tempat sampah saja? Atau dikembalikan pada tempatnya semula?