Dulu, Dirman sering menertawai Profesor Pikun, tipikal manusia yang kelewat genius sampai-sampai lupa tanggal dan hari sekarang, bahkan ada lelucon mungkin si Prof lupa pula namanya sendiri. Bila ditanyai siapa nama kamu, dia akan menjawab, saya ya Profesor. Maksudnya bukan sok-sokan lho, tapi masalahnya Pak Prof lupa nama aslinya, dan hanya ingat dia tuh profesor yang otaknya super kinclong, selicin kepalanya yang glossy bling bling lantaran rambutnya ogah-ogahan tumbuh.
Nahas, karmanya datang sekarang. Dirman yakin hari ini hari Rabu, 25 Juni 2025. Namun, saat mengisi absen di sekolah, didapati ternyata penanggalan masih tertanggal 16 Juni 2025, hari Senin minggu lalu, hari dimana Dirman memetik bunga di kebun sekolah untuk mengejutkan hati Kara, pujaannya. Ya, hari di mana Kara mengaku alergi bunga dan Dirman tak jadi menyerahkan bunga-bunga itu.
Ya, ternyata ia mengulangi masa lalu yang jaraknya tak jauh. Sembilan hari yang lalu, seakan ia diberi kesempatan mengulangi hari kegagalan kala itu. Sampai-sampai Dirman dipandang dengan keheranan karena berulang-ulang menanyakan soal sepele. Hari ini tanggal berapa, ya? Ini beneran hari Senin, gitu?
"Man, man. Elo kayak propesor aja. Masak gak ngeh hari ini tanggal berapa? Sok linglung lho. Kayak kepinteran elonya." Rekan seprofesi Dirman, namanya konon Peter Pan, usianya baru 23, mengolok Dirman yang tergagap-gagap menanyakan tanggal hari ini.
"Iya, Pet. Kok perasaan gue ini dah tanggal 25, eh, ternyata baru tanggal 16 Juni, ya?"
Alhasil di kantor Pak Kepsek, Dirman makin terselap. Artinya ia makin linglung dan mencocokkan kalender sobek di tembok dengan ingatannya sembilan hari yang lalu. Kok kayaknya gak ada beda-bedanya, ya? Dirman membatin. Lalu iseng mengelap jendela yang sebetulnya kinclong, Dirman menatap ke langit biru. Kok warna langitnya bukan biru betulan? Seperti nuansa sepia ya, warnanya agak tua, yaitu campuran cokelat dan abu-abu. Ah, jadi ini tandanya kalau ia sedang mengulang masa lalunya sendiri!
Untung Pak Dewan tak ngeh bukunya kucolong satu. Dirman berkata dalam hati. Apalagi buku itu nyatanya punya kesaktian mandraguna yang bisa mengabulkam tulisan ngawurnya, dan lebih jauh lagi, mendamparkan Dirman di masa lampau demi mengoreksi nasibnya yang gagal merebut hati si Kara. Artinya ia diberi kesempatan kedua yang mestinya sih mustahil, karena waktu kan harusnya tak mungkin diulang kembali.
Oh ya, Dirman teringat lagi. Bila hari ini tanggal 16 Juni, artinya Pak Dewan, Kepsek SMA Jaya Mada sedang cuti sakit, tapi beliau pesan pada pesuruh kantor guru agar Dirman dibolehkan masuk ke ruang kerjanya. Ah, pantas begitu masuk, Pak Dewan tak ada di ruangannya.
Biasanya bila ia nebeng membaca di kantor kepsek, ia sempatkan basa-basi beberapa menit dengan si bapak killer tapi baik itu. Lumayan bisa menambah wawasan, juga melatih dirinya bicara dengan intelek dan berkelas. Biasalah, ini dalam rangka menarik hati Kara si mahasiswi jelita. Mana boleh dong ia kalah level sama kompetitor lainnya? Jangan sampai juga gue dicap kagak level sama si doi, kan tengsin. Dirman berpikir begitu.
Oke, berarti nih nanti habis jam kerja gue bakalan izin sama Pak Koman buat metik bunga. Dirman bergidik sendiri memikirkan bahwa ia merencanakan masa lalunya kembali, untuk kedua kalinya, dan ia hafal mati aktivitasnya kala itu.
Masalahnya sekarang, gimana caranya mempersembahkan bunga dengan cara romantis, ya? Apakah perlu berlutut atau cukup tersenyum merayu saja? Duh, malah norak dan malu-maluin jatuhnya, tuh!
Ah, akhirnya Dirman terpikir suatu cara jitu yang pernah diajarkan Ayla padanya. Yes! Begitu saja deh, solusinya! Dirman menimbang-nimbang dengan girang.