Begitu mendekati lubang kunci, dan mata si gadis mengintipnya, di dalam kamar itu terlihat Ibu Merry sedang membungkuk menghadap lemari, sedangkan Casanova mencumbunya dari belakang dengan hebat!
Pinggul pemuda tampan itu terlihat maju mundur, serta tampak Ibu Merry yang mendesah, kenikmatan, wajahnya memerah, hingga leher perempuan gemuk itu sampai mendongak ke atas, demi mendapatkan sensasi hentakan-hentakan kasar dari percumbuan Casanova yang menyerang dirinya dari arah belakang.
Mora syok bukan main!
Ia ingin sekali menggedor-gedor pintu tersebut, serta menghentikan percumbuan di dalam kamar ibunya saat itu juga. Tapi apa daya, nyalinya tidak cukup untuk melakukannya. Tangannya hanya bisa berhenti di depan pintu, tak mampu mengetuknya. Jari-jari gemetar hebat. Ia takut jika ibunya akan marah apabila sampai dirinya menghentikan percumbuan ini. Maka si gadis memilih untuk diam sembari menyaksikan kembali pemandangan yang membuat dadanya terbakar api cemburu.
"Hiks... Hiks..."
Tak terasa, air matanya luruh, sebab ia tak menyangka jika Casanova dengan ibunya mempunyai hubungan intim sampai sejauh ini. Mulutnya bergetar ingin mengatakan sesuatu. Namun lidanya kelu, tak mampu lagi mengucapkan sepatah kata.
Maka Mora memilih memundurkan badan. Dua langkah menjauh dari lubang kunci itu, hingga punggungnya menabrak dinding.
"S-sial ... hiks ... bajingan Casanova, kau bajingan! Apakah aku tidak lebih menarik dibanding wanita tua sialan itu?" Hatinya terasa perih. Si gadis memegangi dadanya yang tersayat-sayat oleh pisau cemburu. Jujur saja, ia sangat mencintai Casanova melebih siapa pun di dunia ini. Sejak pertama kali meliat cincin pemikat itu, yang terbayang-bayang ketika hendak tidur hanyalah Casanova. Sehingga ia tak terima jika sampai pemuda itu berhubungan badan dengan wanita lain, lebih-lebih ibunya sendiri yang sangat ia benci!
"Cukup! Aku rasa harus mengakhiri semua ini!" ucapnya lantang. Lalu dengan berlinang air mata, Mora bergegas turun ke lantai satu menuju arah dapur. Matanya berkelilng sebentar di sana, hingga mendapati sebuah pisau besar di atas meja.
Tanpa pikir panjang ia pun mengambilnya, lalu menempelkan mata pisau tajam ke urat nadi pergelangan tangan.
"Kau pengkhianat!" ucapnya seraya menangis. "Kau telah menyakitiku, Casanova. Percuma saja aku berbaik-baik padamu selama ini. Mengirim makanan, kopi, dan datang ke kamarmu untuk coba menyerahkan tubuhku. Karena nyatanya, kau lebih memilih wanita tua sialan itu ketimbang aku!" geram si gadis hingga sampai gigi kelincinya terlihat. Matanya kosong menatap ke depan. Ia membayangkan percumbuan yang barusan dilihatnya dengan mata kepala sendiri, dan bersamaan dengan itu tangannya makin kuat menekan pisau ke urat nadi.
"Selamat tinggal ... Casnova!"
SRATT!!
Ia benar-benar menggurat urat nadinya! Darah seketika muncrat dari pergelangan tangan, lalu memercik ke sembarang arah bersamaan pisau dapur yang terjatuh di lantai.
Mora benar-benar nekad mengiris urat nadinya sendiri, tanpa perlu berpikir 2 kali. Baginya, hidup tanpa mendapatkan cinta Casanova sama saja dengan hampa.
BRUK!
Gadis malang itu seketika ambruk di lantai dapur dapur. Warna lantai putih perlahan memerah, mengalir darah di sekitar ia terkulai.
"Casanova ... Casanova ...," panggilnya, dengan suara lirih dan getir. Lama-kelamaan matanya mulai terasa berat, hingga kemudian Mora Valenci tak sadarkan diri.
Sementara itu di lantai 2, tak lama kemudian percintaan panas di dalam kamar telah berakhir. Dan seperti biasa, setelah mendapatkan puncak kenikmatan Casanova memuntahkan cairan pekatnya di luar rahim Ibu Merry, hingga sampai membasahi sprei putih dan bantal dan selimut serta sebagian lain berceceran di lantai kayu itu.
"Woah, luar biasa, Anak Muda. Permainanmu sungguh mengagumkan," puji Ibu Merry mengempaskan tubuh ke atas ranjang. Hingga ranjang itu berdecit menahan beban tubuh yang besar. Ia lalu tersenyum senang, wajahnya berseri seperti pengantin baru sehabis melakoni malam pertama.
Casanova ikut duduk di sampingnya, mengambil sebatang rokok dan segera menyulutnya. "Seharusnya kalimat itu terucap dari mulutku, Ibu Merry. Anda-lah yang luar biasa. Meskipun aku tahu, usia Anda tidak lagi muda, tapi gairah Anda di atas ranjang tidak diragukan lagi, seperti kuda betina yang liar dan penuh birahi. Aku menikmati setiap posisi yang Anda suruhkan. Juga setiap detak jantung Anda, serta desahan yang keluar dari mulut Anda. Betapa itu merupakan suara seksi dan menawan. Serta jujur saja, Ibu Merry, aku jadi ketagihan." Wajah tampannya berkeringat, menoleh sebentar menatap Ibu Merry, lalu menghadap ke jendela yang benderang membuang asap.
Mendengar perkataan Casanova wanita tua itu jadi tersanjung. Ucapannya sungguh manis seperti madu. Hingga Ibu Merry kemudian mendekap punggung Casanova dari belakang yang berkeringat. Ia nyaman melakukannya.
"Apa kau mencintaiku, Casanova?"
"Pertanyaan yang bodoh," balas Casanova setelah diam cukup lama.
Ibu Merry tertawa. Ia sudah menebak jawabannya.
Beberapa saat kemudian Ibu Merry berdiri dan membuka laci lemari. Ia mengambil seikat uang di sana, kemudian melemparkan ke atas ranjang.
"Apa ini?"
"Seribu dollar tunai. Ambilah, Anak Muda. Aku rasa kau membutuhkan itu untuk bermain poker di meja judi. Karena firasatku mengatakan, bahwa kau punya peruntungan nasib yang baik. Jadi cobalah untuk datang ke rumah judi. Selain bisa untuk menggandakan uang di sana, meja judi juga akan membuatmu berkenalan dengan orang-orang kaya di kota Venesia. Jadi aku rasa inilah kesempatanmu," Ibu Merry berkata selagi mengenakan kembali bajunya. Dia yakin Casanova adalah pemuda cerdas, sehingga menjadi seorang penjudi adalah pekerjaan yang cocok untuk pemuda itu.
"Terima kasih, Ibu Merry, akan kulakukan saranmu," Casanova mengangguk, menyimpan seikat uang tersebut. Ia juga lekas memunguti bajunya, cepat-cepat kemudian kembali mengenakan semuanya. Setelah rapi, Casanova kembali duduk di tepi ranjang, sebentar, ia ingin mengabiskan rokoknya yang tersisa beberapa isapan lagi. Selagi itu ia bertekad hari ini untuk pergi ke rumah judi, menggandakan $1000 yang barusan diberikan oleh Ibu Merry menjadi 10 kali lipat.
Ibu Merry mengambil handuk biruya yang tergantung di dekat lemari, selagi tangan mengipasi lehernya yang berkeriangat, "Fiuh, gerah sekali rasanya cuaca hari ini. Hm, sebaiknya aku mandi dulu. Oh ya, Anak Muda, ingatlah, jika berada di atas meja judi, kau harus bersikap seperti orang terhormat. Busungkan dadamu, tatap mata lawan-lawanmu dengan dalam, serta bersikaplah dengan sopan kepada bandar," Ibu Merry berkata seraya membuka pintu kamar. Ia hendak menuju kamar mandi di lantai satu.
"Baik, akan kulakukan itu," jawab Casanova.
"O, ya, ada satu lagi yang perlu kau ingat. Mulailah berjudi dari meja yang paling kecil. Raih kemenangan di sana terlebih dulu. Jika sudah, kau boleh pergi ke meja lebih besar. Serta jangan lupa, berikan tips kepada bandar." Ibu Merry kemudian pergi setelah mengucapkan nasihatnya.
Casanova mengangguk, mengingat setiap nasihat tersebut, dan tekadnya semakin bulat untuk pergi ke rumah judi hari ini.
Namun, tak lama setelah wanita tua itu menghilang dari pintu, tiba-tiba terdengar pekik teriakan sangat lantang...
"MORA!!"
Casanova bergegas turun menghampiri Ibu Merry.