Chereads / RANJANG CINTA CASANOVA / Chapter 22 - MENAKLUKAN DUA HATI SEKALIGUS

Chapter 22 - MENAKLUKAN DUA HATI SEKALIGUS

Ia berjalan keluar dari hotel meninggalkan Rose yang masih bertelanjang terkulai tak berdaya di dalam kamar. Ia juga mengambil sepucuk pistol milik Rose dan berpikir pistol itu akan berguna di kemudian hari.

Mesin mobil menyala, Casanova berkaca sebentar di spion. Lalu, ia lekas menancap gas menuju ke rumah.

Malam telah larut ketika ia sampai di rumah Ibu Merry. Suara anjing liar yang menggongong menandakan pagi akan segera tiba.

Casanova memarkir mobil di dalam garasi, kemudian masuk ke dalam rumah, meletakkan kunci kontak mobil di tempat semestinya.

"Wala, badanku terasa sangat pegal. Mungkin karena aku minum terlalu banyak," ucapnya sambil memegangi kepala. Kemudian di sofa ruang tengah ia merebahkan badan, memutuskan untuk tidur di sana.

****

Paginya, ketika Casanova habis mandi dan sarapan di ruang makan, terdengar suara ketukan pintu dari depan.

"Casanova, tolong buka pintunya dan bantu kami!" Ibu Merry berteriak. Segera pemuda tersebut menghampirinya.

"Oh, syukurlah kalian sudah pulang," ucap Casanova begitu membukakan pintu. Tapi ia melihat wajah Mora yang masih tampak lesu. "Bagaimana keadaanmu, Mora? Apa kamu baik-baik saja?"

Mora mengangguk, "Sudah agak baikan," ucapnya lemas.

"Sudah, tidak usah basa-basi. Tolong bantu Mora masuk ke kamarnya, Casanova," suruh Ibu Merry tidak suka dengan percakapan tersebut.

"Baik." Casanova lekas menuntun Mora menuju ke kamarnya.

Di atas ranjang itu Mora dibaringkan Casanova dengan sangat hati-hati. Seperti keramik mahal yang takut jika sampai pecah. Casanova juga membuka jendela kamar Mora agar sirkulasi hawa bisa berganti.

"Akan kubuatkan teh panas untukmu," Casanova tersenyum.

"Jangan!" Mora memegangi tangan pemuda tampan itu.

"Emm?"

"Jangan pergi dari sini," ucapnya manja. "Aku tidak butuh teh atau apapun. Aku butuh kamu ada di sini, Casanova."

"Baik, kalau begitu aku tidak akan pergi kemana-mana." Casanova tersenyum, duduk di tepi ranjang, memijat lembut kedua paha gadis itu.

Kasihan, Mora yang biasanya terlihat bugar kini tampak sangat pucat. Kulitnya putih kering seperti mayat hidup. Casanova tahu, ini bukan hanya soal luka fisik di pergelangan tangan, melainkan tapi lebih dari itu, Mora pasti tengah menyimpan gelisah di dalam pikirannya.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" Casanova akhirnya bertanya.

Mora menggeleng pelan, "Bukan apa-apa."

"Jangan bohong. Matamu tidak bisa menipuku."

"Dia cemburu!" Tiba-tiba Ibu Merry datang membawakan semangkuk bubur. Perempuan paruh baya itu menyuruh Casanova menyingkir dari tepi ranjang sebab ia akan menyuapi anak gadisnya.

"Ibu?"

"Jangan mengelak lagi, Mora. Mumpung sekarang di sini ada aku, kamu, dan juga Casanova. Jadi sebaiknya kita buka-bukaan saja mengenai masalah ini," Ibu Merry membantu Mora duduk di ranjangnya, kemudian menyuapkan bubur itu perlahan.

"Maaf, tapi aku masih tidak mengerti ada apa sebenarnya?" ucap Casanova.

"Cih, tidak usah berlagak bodoh. Sekarang jelaskan, mengapa kau sampai berani menghamili anakku?"

"Apa?" Casanova tersentak. "Menghamili apa maksudnya?"

"Hah! Tidak usah berlagak bodoh! Seorang pria harus berani mengakui perbuatannya, Anak Muda," sinis Ibu Merry.

"Y-ya, ta-tapi..."

"Cukup, Bu! Cukup!" Mora memotong permbicaraan, ia takut kebohongannya bisa terbongkar.

"Tidak! Kau diam dulu. Sekarang Ibu ingin kejelasan darinya. Jawab Casanova, apa benar kau telah menghamili Mora?" Ibu Merry menatap tajam.

Casanova berpikir sejenak. Ia coba menganalisis apa yang terjadi. Lalu, tak lama kemudian pemuda itu membuat sebuah pengakuan mengejutkan!

"Ya, Ibu Merry, aku telah menghamili Mora," wajah Casanova tertunduk dengan penuh penyesalan. "Tapi, aku berjanji akan bertanggungjawab atas apa yang sudah kuperbuat."

"Apa?" Mora-lah yang malah tersentak mendengar ini. Ia tak menyangka Casanova akan berkata demikian.

Ibu Merry jadi geram. Ia meremas pahanya sendiri dan melotot ke arah Casanova. "KURANG AJAR! Apa-apaan kamu itu? Kau telah meniduriku, dan di satu sisi ternyata juga berani meniduri putriku? Pria macam apa kamu ini Casanova?" suaranya melengking.

Namun, Casanova tetap tenang menghadapi situasi ini. "Ibu Merry, apakah aku pernah memaksa Anda untuk melakukan percumbuan? Tentu tidak. Kita melakukannya atas dasar suka sama suka, saling menginginkan, tanpa ada pihak yang memaksa. Dan begitu pun dengan Mora, aku tak pernah memaksa dia untuk bercinta denganku. Sehingga menurutku tidak ada yang salah dalam percumbuan di antara kita bertiga. Oh ya, Ibu Merry, Anda pun harus ingat bahwa bdalam eberapa kali percintaan, bukankah Anda yang terlebih dulu memintanya?"

SKAK MAT!!

Ibu Merry merah padam wajahnya, antara malu sekaligus marah. Tapi ia tidak bisa mengelak atas semua ucapan Casanova.

Suasana di dalam kamar jadi hening seketika. Ibu Merry berhenti menyuapkan buburnya kepada Mora, ia tampak merenung.

"Baik, apa boleh buat sekarang, toh semuanya sudah kadung terjadi," ucap perempuan paruh baya itu kemudian. "Begini saja, aku tidak ingin masalah ini menjadi berlarut-larut, Casanova. Karena kau telah meniduriku dan juga Mora sekaligus, maka sekarang putuskanlah! Mana yang akan kau pilih, apakah kau memilihku, atau memilih Mora?" Ibu Merry ingin ketegasan, agar masalah di dalam rumah ini tidak jadi semakin runyam.

"Tidak bisa begitu, Bu! Aku tidak ingin Casanova diberi pilihan sulit seperti itu!" timpal Mora membela Casanova.

"Diam kamu! Tidak usah ikut campur dulu. Biarkan Ibu menyelesaikan semua ini agar mendapat kejelasan. Kita lihat saja Mora, sebagai seorang pria, apakah dia bisa bertidak bijaksana dalam menyelesaikan masalah ini?" sinis Ibu Merry berusaha mengintimidasi Casanova.

Namun bukan Casanova namanya jika sampai kehabisan akal. Pemuda cerdik itu lalu berkata tegas, "Aku memilih kalian berdua!"

"APA? Kau pasti sudah gila!" Ibu Merry melotot tajam.

Tapi segera Casanova mendekatkan wajahnya kepada Ibu Merry, membuat perempuan paruh baya itu seketika menjadi gugup. "Jika aku memilih Anda, apakah Anda akan menerimaku?"

Ibu Merry jadi tegang. Apalagi saat wajah tampan itu semakin mendekat hingga hampir menyentuh hidungnya. Sehingga dengan spontan kepalanya mengangguk-angguk, seperti terhipnotis.

"Ya, i-itu sudah pasti Casanova, aku akan menerimamu."

"Wala, terima kasih," ujap Casanova, kemudian ia mengalihkan pandangannya kepada Mora. "Dan kamu Mora, jika aku memilihmu, apakah kau juga akan menerimaku?"

Mora terdiam. Tapi tak lama, selanjutnya gadis itu mengangguk malu-malu.

"Ya, aku akan menerimamu."

"Wala, clear! Jadi sekarang permasalahan sudah selesai, bukan?" Casanova kemudian berdiri, secepat tangannya menunjuk kalender yang tergantung pada dinding. "Kita tahu, di dalam satu kalender terdapat 2 jenis hari, yaitu hari ganjil dan juga hari genap. Begitupun dengan hatiku, sebab meski hatiku hanya satu, tapi di dalamnya terdapat 2 nama perempuan yang aku cintai, yaitu Ibu Merry dan juga Mora..."

"Demi Tuhan, aku bisa jadi gila jika sampai kehilangan Anda, Ibu Merry. Pun aku bisa jadi orang tidak waras jika sampai kehilanganmu, Mora. Sehingga mari kita sepakati saja, di setiap hari genap aku adalah milik Anda Ibu Merry. Sedangkan di setiap hari ganjil aku adalah milikmu, Mora. Ini adalah penyelesaian yang adil. Dan jika kalian menolak tawaranku, maka kalian berdua akan sama-sama kehilanganku sepenuhnya!" ucap Casanova sangat tenang, tapi mengitimidasi.

Dia tahu betul jika kedua perempuan itu tidak mungkin menolak penawaran ini.