Chereads / RANJANG CINTA CASANOVA / Chapter 19 - KENYATAAN MENGEJUTKAN

Chapter 19 - KENYATAAN MENGEJUTKAN

"Jangan anggap jika perempuan itu lemah. Kau berurusan dengan orang yang salah!" ucap wanita seksi itu dengan dingin setelah membanting si pria bertopi pembuat onar. Semua mata tertuju padanya, dan benar, dia bukanlah wanita sembarangan!

Rose EL Franco, dialah salah satu eksekutif anggota mafia Keluarga EL Franco yang terkenal berbahaya. Malam ini ia memang ditugaskan Miss Selena untuk datang ke rumah judi demi menilik situasi, memastikan bisnisnya lancar tidak ada suatu kendala.

"Nona Rose, apa yang terjadi?" ucap 3 orang security perempuan yang datang kemudian.

"Biasa, aku harus memberi sedikit pelajaran kepada pengecut yang tidak terima dengan kekalahannya. Cih! Dia pikir sedang berhadap dengan siapa?" Rose menatap dingin.

Ketiga security lekas menyeret si pria pembuat onar yang sudah tidak sadarkan diri itu. "Maaf atas ketidaknyamanan ini, Nona Rose. Kami akan membawa dia keluar."

"Ya, pergilah kalian semua."

"Baik."

Kemudian ketiga security membawa pria itu keluar ruangan. Rose lalu duduk kembali ke mejanya, melanjutkan permainan pokernya.

Sementara itu, Casanova begitu kagum dengan kemampuan yang dimiliki Rose. Tak salah lagi, rumor yang beredar bahwa keluarga EL Franco sangat kuat ternyata benar. Lihatlah pria barusan, yang padahal terbilang cukup tinggi dan besar, tapi di hadapan seorang Rose seperti tak berarti apa-apa. Kini pun, Casanova mengambil duduk pada salah satu bangku kosong di meja judi itu.

"Selamat malam, Tuan, Nona, apakah meja ini kosong?" ucap Casanova dengan sopan.

Si bandar mengangguk mempersilakan, begitu juga dengan yang lainnya.

"Sepertinya Anda orang asing," ucap Rose yang gemetar, melihat cincin pemikat Casanova. Seperti ada menghujam pada dadanya dengan sangat kuat. Ia sampai menepuk kedua pahanya agar tidak gemetar. Sial! Apa yang terjadi? kenapa pria ini...

"Ya, jujur saja aku memang baru pertama kali masuk ke rumah judi, Nona. Jadi, aku berharap permainanku tidak mengecewakan." Casanova mengambil punggung tangan wanita seksi itu, kemudian menciumnya.

DUAR!! Rasanya seperti meledak! Rose tidak bisa menahan diri, perbuatan Casanova barusan sangatlah lembut dan berarti baginya. Tatapan mata birunya. Detak jantungnya. Senyumannya. Dan sopan santunnya, semua tampak sempurna bagi Rose.

"Ehem ... bisakah kita mulai lagi permainannya?" ucap salah satu pria penjudi yang tidak sabaran.

"Baik, bagikan kartunya," jawab Casanova santai. Lalu, mereka berempat memulai permainan poker.

****

Di Rumah Sakit.

Mora sudah siuman dari pingsannya. Ibu Merry mendekat, dan segera membelai putri kesayangannya tersebut.

"Apa yang terjadi padamu, Mora? Ada masalah apa kau sebenarnya sampai nekad melakukan hal sebodoh ini?" ucapnya berlinang air mata, khawatir.

Tapi gadis itu membuang muka, "Tidak ada apa-apa, Bu!" kesalnya. Ia masih jijik melihat wajah ibunya sendiri, apa lagi itu mengingatkan dirinya dengan kejadian yang tadi dilihatnnya.

Ibu Merry tak menyerah, terus membujuk, agar putrinya itu mau mengatakan sesuatu yang sebenarnya. "Bicaralah pada Ibu, Nak. Demi mendiang ayahmu, ayolah, kau tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari Ibu. Sekarang ini hanya aku yang kau punya. Jika tidak bicara denganku, maka dengan siapa lagi kau mau curhat?"

Wanita tua itu memegang pergelangan tangan Mora, tapi gadis itu hanya menatap dingin tanpa ekspresi. "Apa Ibu sadar dengan yang sudah diperbuat tadi di kamar?"

"Apa maksudmu?"

"Hah, tidak usah mengelak, Bu. Aku melihat dengan mataku sendiri, jika kau bercumbu dengan Casanova di kamar, kan?"

Kaget bukan main! Ibu Merry tersentak mendengar ucapan putrinya. Lalu, dengan spontan tangannya menampar keras ke pipi Mora!

PLAK!!

"Kau lancang sekali sudah berani mengintip urusan pribadiku?" Air mata Ibu Merry kini menghilang, beserta pandangan mata yang mulai geram! Perempuan paruh baya itu memerah murka wajahnya.

Mora menarik ujung bibirnya. Menatap dengan sinis. "Apa Bu? Apa Ibu malu jika aku mengetahuinya? Ya, seharusnya Ibu memang malu sudah berani memasukkan pemuda miskin itu ke dalam kamar. Aku tidak menyangka, Ibu adalah perempuan serendah itu! Apa jadinya kalau sampai menndiang Ayah tahu atas semua kelakuanmu?"

"Apa kamu bilang?" Ibu Merry hendak melayangkan kembali tamparan keras, tapi tangannya tiba-tiba berhenti. Ia mengingat bagaimana lucunya wajah Mora sewaktu masih kecil. Ia merawatnya seorang diri, karena suaminya lebih sibuk bertugas ke luar kkota, bahkan sampai keluar negeri.

"Ayo! Tampar aku lagi, Bu. Lakukan saja. Bukankah kau memang selalu kasar denganku?" tantang Mora dengan berani. Ia memandang wajah Ibunya tanpa takut.

Ibu Merry menghela, "Astaga, apa yang sudah kulakukan?" Ia menyesal sudah menampar Mora baru saja. Meskipun ia kerap membentak-bentak putrinya itu, tapi baru kali ini ia sampai main tangan.

"Kenapa berhenti? Ayo tampar aku! Bukankah itu yang kamu inginkan?" Mora menangis. Tidak menyangkan hubungan dengan ibunya akan retak gegara seorang pemuda.

"Maafkan aku, Mora. Ibu tidak bermaksud untuk..."

"Apa? Tidak bermaksud apa?" Mora meraih tangan ibunya dan menyuruhnya untuk menampar lebih keras lagi. Namun Ibu Merry tetap menahan, tidak mau melakukan hal sekejam itu.

"CUKUP MORA!!"

"Oh, jadi cuma sampai di situ rupanya keberanian Ibu? Hah, seharunya dari awal aku memang tidak tinggal di rumahmu!"

"Apa maksudmu?" Ibu Merry melotot.

Mora tetap santai, bibirnya tertarik ke samping. "Aku tahu kok, jika sebenarnya aku bukan anak kandungmu, kan?"

DUAR!! Ucapan itu seperti petir yang menyambar kepala Ibu Merry. Hal yang selama ini ia tutup-tutupi akhirnya terbongkar juga.

"Darimana kamu tahu semua itu?"

"Jangan mengelak lagi, Bu. Aku melihat surat adopsi itu sendiri sewaktu sedang berberes di kamarmu. Aku membacanya sendiri surat itu, serta tidak menyangka jika selama ini kau tidak jujur padaku. Kenapa kau tidak mengatakannya? Kenapa semua ini harus ditutup-tutupi?" Mora menantang.

Ibu Merry tertunduk lemas. Ia mengingat semuanya dengan jelas di dalam kepala. Dulu, dirinya telah divonis tidak bisa memiliki keturunan karena mengidap kanker rahim. Sudah banyak pengobatan yang ia coba, tapi sayanganya dokter mengatakan percuma! Sampai kapanpun, Ibu Merry tidak akan bisa mempunyai keturunan.

"Nak, aku menyembunyikan hal ini untuk kebaikanmu," ucapnya lirih, dengan rasa penyesalan dan air mata. "Aku takut, jika kukatakan yang sebenarnya, kau pasti akan kabur darii rumah untuk mencari orangtua kandungmu. Aku tidak bisa sendiri, Nak. Aku butuh kamu. Ibu tidak ingin kehilangan putri satu-satunya, apa lagi setelah kepergian suamiku."

Pada akhirnya, Ibu Merry menangis tersedu-sedu. Ia memohon kepada Mora untuk jangan marah karena ia sudah menyembunyikan kenyataan ini.

"Jangan tinggalkan Ibu, Nak. Hanya kau satu-satunya yang ibu punya sekarang," perempuan paruh baya itu terisak-isak, memegangi tangan Mora dengan erat.

"Bu, sebenarnya aku sudah tahu hal ini cukup lama. Tapi lihatlah, tidak ada niatan sedikitpun dariku untuk kabur dari rumah. Hanya masalahnya, aku meminta kepadamu satu hal, Bi," ucap Mora kemudian.

Ibu Merry mengangguk. "Ya, ya, katakan saja apa maumu, Nak. Aku janji akan menyanggupinya, asalkan kau tidak pergi dari rumah meninggalkanku."

Mora memegang kuat-kuat tangan ibunya, lalu berkata, "Tolong, nikahkan aku dengan Casanova..."