Chereads / RANJANG CINTA CASANOVA / Chapter 11 - GADIS ITU MASIH LUGU

Chapter 11 - GADIS ITU MASIH LUGU

Casanova gegas berdiri dan hendak membukakan pintu. Tapi, tangannya segera terhenti sebab menyadari ada hal yang tertinggal di bawah bantal.

"Ya, Cincin Pemikat itu!" ucapnya teringat. Pemuda itu segera membuka bantalnya, dan merasa lega mendapati cincin ajaibnya masih utuh di balik sana.

Ia langsung memakainya, tepat pada jari kelingkingnya. Setelah itu barulah ia membukakan pintu.

"Selamat pagi, Mora Valenci," ucap Casanova seraya tersenyum.

Gadis 19 tahun itu senang mendapat sambutan ramah dari Casanova. Ia menahan diri untuk tidak tersenyum.

"Ya, selamat pagi juga untukmu, Casanova. Mmm, ini, aku buatkan sarapan untukmu." Tangannya maju menyodorkan sebuah piring yang tertutup dengan kain.

"Wala, terima kasih banyak. Tak hanya cantik rupanya, tapi kau sungguh dermawan seperti Ibu Merry," puji Casanova seraya membungkukkan badan.

Namun si gadis malah kesal. Ia tak suka Casanova menyebut-nyebut nama ibunya.

"Bisakah kau tak usah membawa-bawa nama wanita tua menyebalkan itu? Aku tidak suka kau menyebut namanya, apa lagi kau banding-bandingkan aku dengan ibuku, Casanova!"

"Ahahahaa, maafkan aku, Mora. Aku tak bermaksud membandingkan dirimu dengan ibumu. Karena, toh, semua orang juga tahu jika kalian memang tak sebanding. Kau cantik, muda, enerjik, serta mempunyai wajah manis dan setiap orang pasti akan terpesona memandangmu. Sedangkan Ibu Merry ... ah, rasanya aku tak perlu menjelaskan bagaimana wanita tua itu, kan?" Casanova mengendikkan kedua bahu.

"Jelaskan!" tegas Mora kemudian. "Aku ingin mendengar pendapatmu mengenai ibuku!" Gadis itu makin mendesak, ingin mendengar Casanova menjelek-jelekkan ibunya.

Casanova paham jika Mora hanya sedang cemburu. Maka dari itu Casanova segera menarik tangan si gadis yang sedang menggerutu untuk masuk ke dalam kamarnya, lalu mengunci pintunya dua kali.

Ceklek! Ceklek!

"Euh?"

"Ssttt.... ck ck ck, apa kau ingin tahu bagaimana pendapatku mengenai ibumu?" Casanova memepet tubuh si gadis ke dinding kayu. Wajah tampannya mendekat, hingga kini jarak keduanya tak lebih dari setarikan napas saja.

Mora gugup bukan main!

Mata biru Casanova memaku dalam-dalam ke arah matanya. Meskipun tatapannya sangat tajam, serupa serigala yang hendak menerkam mangsa, tapi, Mora tak merasa ketakutan sedikitpun. Malahan, gadis itu merasa sangat nyaman mendapat tatapan demikian.

Mata biru Casanova sangat bening, sampai-sampai, Mora bisa melihat bayangan dirinya sendiri yang terpantul pada mata biru pemuda itu.

'Pria ini sangat tampan dan sempurna,' pikir Mora terenyak diam. 'A-apakah, aku bisa memilikinya?'

"Hm? Kenapa cuma diam saja, Mora? Apakah kau masih ingin mendengar pendapatku mengenai ibumu?" Casanova memiringkan wajah, membuat hidung mereka kini jadi bersentuhan.

"M-minggirlah! Aku tidak ingin mendengar apa-apa!" Mora mendorong tubuh Casanova agar lekas menjauh. Gadis itu terengah-engah, berusaha mengatur napasnya yang saling memburu. Jantungnya berpacu kencang, seperti tabuhan genderang perang.

Ia tidak kuat! Casanova begitu mempesona dan Mora merasa bisa mati meledak, jika sampai adegan seperti itu terus dilanjutkan!

Casanova tertawa. Ia menatap gadis itu sebentar, lalu mulai membuka bajunya sendiri.

"Euh?"

Mata Mora membelalak! Menatap dada bidang Casanova dengan ditumbuhi bulu-bulu tipis yang menawan.

"Kenapa? Apakah ini menganggumu, Mora?" tunjuk Casanova pada bulu di dadanya.

Mora menggeleng cepat-cepat. Lalu menundukkan kepala.

"Kenapa harus malu, Mora? Bukankah kau ingin melihatnya?" goda Casanova lagi. Lalu ia berjalan mendekati gadis cantik yang sedang mematung canggung itu.

"J-jangan, Casanova..."

"Tidak apa, Mora. KAu tak perlu takut."

Dibelailah rambut panjang si gadis itu. Diusap-usap wajah lugunya. Dan Mora hanya bisa pasrah mendapatkan perlakuan seperti ini.

Kedua tangannya makin gemetar memegangi piring yang berisi sarapan itu. Ia tak berani menatap wajah Casanova, dan hanya menunduk ke bawah.

Kemudian tiba-tiba sebuah benda empuk menyerang mulutnya!

"Mmm... muah!!"

Casanova mendaratkan bibirnya tepat ke bibir si gadis yang tipis itu.

Mula-mula hanya menciumnya, tapi lama-kelamaan Casanova kemudian melumatnya, memainkan lidahnya untuk bisa membasahi seluruh permukaan bibir tipis si gadis, dan sebentar-sebentar Casanova juga memberikan gigitan-gigitan kecil yang nakal dan menyakitkan.

"Ugh! Sshh, j-jangan g-gigit bibirku, Casanova... sshh, ugh!"

Si gadis mendesah. Merasa kesakitan tiap kali Casanova menggigit bibirnya. Namun sebenarnya ia sangat menikmati gigitan tersebut. Dan ucapan 'jangan gigit bibirku' hanyalah bualan. Itu adalah ekspresi dari kenikmatan saja.

Tak berhenti sampai di bibir, Casanova menginginkan lebih.

Ia makin memojokkan tubuh si gadis ke arah dinding kayu. Tangan Casanova mulai nakal meremas bagian dada si gadis yang tampaknya, dagingnya belum sempurna tumbuh.

Si gadis polos itu menggeliat. Remasan tangan Casanova seperti listrik kejut yang menghentaknya!

"Ugh!"

"Wala! Kau terkejut?"

"Hmmpp...."

Mora mengangguk. Belum pernah ia mendapat sentuhan seperti demikian. Rasanya mengejutkan, dan membuat ketagihan.

"Aku ingin lagi, Casanova," ucapnya kemudian, dengan lirih dan malu-malu. Ia tak ingin menjadi seorang gadis yang munafik, yang sedang sangat menikmati permainan ini.

"Apa kau bilang?"

"Aku ingin lagi. Tolong, Casanova, lakukan itu lagi."

Lalu, sekarang Mora sendiri yang berinisiatif memasukkan tangan Casanova ke dalam celah bajunya. Hingga tangan Casanova sampai bisa mendapati daging empuk yang kenyal, namun belum begitu sempurna tumbuh.

Ugh!

ugh!

"Ya, terus seperti itu ... Casanova."

Permainan tangan itu semakin menggila. Casanova bukan hanya meremasnya saja, tapi ia mencubiti bagian tengah dari biji kedelai si gadis. Membuat si gadis makin meringis. Memekik di antara rasa sakit dan nikmat.

Namun sayang, di tengah permainan yang sedang memanas itu, tak lama kemudian terdengar bunyi ketukan pintu!

"Casanova! Cepat buka pintunya!"

Tok Tok Tok!!

Tok Tok Tok!!

Celaka! Itu adalah suara Ibu Merry.

Mora jadi panik! Wajahnya ketakutan seolah sedang ditodong sepucuk pistol di jidatnya.

"Celaka! Bagaimana ini, Casanova?" ucap si gadis sangat gugup.

"Tenanglah, semua bisa kuatasi." Casanova tersenyum, memberikan satu kecupan kecil pada pipi si gadis, kemudian beranjak dari sana untuk membukakan pintu kamar.

Cklek!

"Selamat pagi, Ibu Merry. Ada yang bisa kubantu?" Casanova tersenyum. Ia bertelanjang dada serta hanya memakai celana jeans saja. Tubuh bagusnya menghalangi pandangan perempuan tua itu, sebab tangan Casanova sengaja melintang di depan pintu.

"Apa yang sedang kau lakukan? Kenapa lama sekali membuka pintu?" Ibu Merry curiga.

"Oh, kami hanya sedang sarapan di dalam."

"Kami?" Dahi Ibu Merry mengernyit.

"Ya. Aku dan Mora."

"Apa kau bilang? Mora ada di sini?"

Perempuan paruh baya itu langsung menyingkirkan tangan Casanova yang menghalangi pintu. Dan betapa ia terkejut saat masuk ke dalam kamar mendapati putrinya yang sedang duduk diam memegangi piring.

"Astaga, Mora! Apa yang sedang kau lakukan di sini? Bukankah aku tadi menyuruhmu untuk membersihkan rumah?" Ibu Merry memerah mukanya. Matanya menyala, seperti ada bara api di sana.

"Keluar! Dasar anak tak berguna!"

"Ibu ini apa-apaan? Aku hanya sedang mengantar sarapan untuk Casanova!" jawab Mora yang berani melawan.

"Keluar! Aku bilang cepat keluar!" bentak Ibu Merry lebih lantang lagi. Sudah biasa, ia memang selalu bersikap keras kepada Mora! Membentak-bentaknya sudah menjadi hal yang biasa. Padahal Mora adalah anak yang penurut. Ia tak pernah membantah perintah ibunya. Membersihkan rumah, berbelanja di pasar, mencuci baju, dan semua tugas rumah yang ada, dia selalu melakukannya sendiri!

Gadis itu akhirnya diam, tak berani melawan lagi ibunya. Ia meletakkan piring yang berisi sarapan di atas meja, kemudian berjalan keluar melewati ibunya tanpa mau memandang wajahnya.

Setelah Mora pergi, Ibu Merry lalu beralih menatap Casanova yang sedang bertelanjang dada.

"Dan kau ... apa maksudnya memasukkan Mora ke dalam kamar sementara kau tidak memakai baju?" bentaknya kemudian.

"Mm? Oh, maaf, Ibu Merry. Aku memang terbiasa tidur tanpa baju. Jadi tadi, saat Mora tiba-tiba datang ke kamarku, aku tak sempat dulu memakai bajuku dulu," jawab Casanova tenang. Ia harus berbohong demi semua kebaikan.

"Agrh! Sudah, sekarang juga pakai bajumu. Karena pagi ini aku ada acara penting di gereja, undangan dari Nona Bianca. Dan kau, Casanova, harus ikut untuk mengantarku," suruh Ibu Merry cepat-cepat, secepat kemudian dirinya membalikkan badan dan pergi meninggalkan kamar Casanova.

"Baik, Ibu Merry, dengan senang hati." Casanova sedikit membungkukkan badan dengan sopan. Lalu, ia menyeringai dingin, tersenyum penuh arti.

"Wala, undangan dari Nona Bianca?"