Mereka saling melihat satu sama lain lalu salah satu dari mereka berkata. Yaitu Panji.
"Lo sebenarnya jatuh ke jurang. Dan kita baru nemuin lo satu hari setelahnya. Untungnya lo enggak kenapa-napa. Kita bersyukur banget lo enggak ditemuin sama binatang buas pas lo enggak sadar waktu itu." jelas Panji.
Putri terdiam mendengar perkataannya, beberapa hal langsung membuatnya jadi berpikir.
"Sebenarnya kejadian kemarin itu nyata bukan sih? Gue penasaran apa emang bener gue masuk ke kerajaan jin waktu kemarin? Dan... Cowok itu... Dia bilang apa? Gue belahan jiwanya?" batin Putri tampak begitu keheranan. Dirinya yang terlihat kebingungan tanpa sadar memicu perhatian keempat temannya.
"Kenapa Put? Ada yang lo pikirin sekarang?" tanya Doni.
"E-enggak. Gue cuma keinget sesuatu. Enggak penting sih." ucap Putri mencoba untuk merahasiakan itu semua.
Ia kembali berpikir. "Tapi kalo misalkan semua ini cuma mimpi, enggak sinkron aja. Sedangkan gue ketemu sama cewek baju ijo itu pas sebelum gue jatuh ke jurang.
Apa mungkin... Ini semua beneran kenyataan, bukan mimpi?!" batin Putri curiga.
Sore harinya Putri pun sudah turun gunung bersama keempat teman lainnya, menggendong tas perlengkapan masing-masing. Mereka kini berniat akan pulang ke rumah masing-masing.
"Kayaknya bakal kangen banget nih sama gunung ini. Apalagi pas di alun-alun surya kencana." ucap Aisyah seraya menatap gunung gede yang ada dibelakangnya, bersama keempat temannya.
Putri yang mendengarnya lantas terdiam. Ia mendadak teringat dengan pria berbaju putih itu.
Setengah jin. Katanya.
Apa maksudnya dia setengah hantu?
Apakah itu yang menyebabkan dirinya masih memiliki kebaikan didalam hatinya?
Putri entah kenapa terus memikirkan saat pertama bertemu dengan pria berbaju putih itu lalu bagaimana dia datang menyelamatkannya dan tersenyum, kemudian.... Mengecup keningnya seraya mengatakan.... Belahan jiwa.
Sangat.. Tidak terduga.
Putri entah kenapa jadi senyam-senyum sendiri ketika mengingat ulang waktu ketika dirinya dikecup keningnya sembari dikatakan hal itu.
Putri tersenyum menghadap gunung gede. "Hey, cowok berbaju putih yang entah itu siapa. Siapapun elo, gue sangat merasa bersyukur bisa ketemu sama lo. Sekalipun elo yang gue temui kemarin itu cuma bagian dari bunga tidur gue. Seandainya bisa... Gue pengen banget ketemu sama lo lagi. Meskipun gue tahu... Itu enggak lebih dari sebatas mimpi semata. Gue juga mau berterima kasih... Karena lo udah menganggap gue yang notabene udah putus asa terhadap jodoh gue sendiri sebagai belahan jiwa. Selamat tinggal... Orang yang mengaku sebagai belahan jiwa gue. Semoga kita bisa ketemu lagi. Sekalipun didalam mimpi." ucap Putri menahan kesedihannya.
Ia melihat bunga daisy disekitar pijakan kakinya lalu petik.
Mereka kini saling masuk ke dalam mobil avanza silver milik Doni itu. Mobil melaju dengan Putri yang masih dalam keadaan melihat ke arah luar gunung gede, dengan kondisi kaca mobil yang masih terbuka.
Putri memandangnya seraya tersenyum nanar, seiring mobil itu melaju.
Putri membuang setangkai bunga yang tadi ia petik keluar jendela seraya berujar. "Selamat tinggal cowok yang enggak gue tahu namanya."
Mobil melaju kencang menjauh dari sana.
Meninggalkan bunga yang dibuangnya tergeletak. Angin menghembusnya hingga membuatnya menggeser beberapa senti dari tempatnya tergeletak barusan.
Sebuah sepatu putih tiba-tiba muncul dihadapannya. Dia adalah Nara, yang berangsur mengambil bunga tersebut lalu berkata dengan senyuman seringainya.
"Tenang saja. Kita akan bertemu lagi. Belahan jiwa." ucapnya seraya mencium bunga tersebut dengan penuh nafsu, angin berhembus kencang ketika itu, menerbangkan debu-debu dan menggoyangkan pepohonan disekitarnya.
Menempuh sekitar waktu satu setengah jam perjalanan, akhirnya Putri sampai di depan rumahnya. Ia keluar dari dalam mobil dan pamit pada mereka. Mengucapkan terima kasih dan melambai tangan pada mereka.
Ia berjalan masuk ke dalam area rumahnya lalu mengetuk pintu. "Assalamualaikum Bu." salam Putri.
Seorang wanita berusia 28 tahun segera membuka pintunya, ketika melihat yang didepannya adalah adik semata wayangnya, Putri, ia langsung menutup kembali pintunya. Putri pun keheranan.
"Lah kok ditutup lagi sih?!" protes Putri.
Sebenarnya wanita itu adalah kakak perempuan satu-satunya yang bernama Kirana. Hanya saja terkadang ketidakjelasannya kakaknya itu suka memicu keributan antara mereka berdua.
"Kak! Kok ditutup sih pintunya! Gue mau masuk!" teriak Putri.
"Bawa calon suami dulu! Baru boleh masuk!" pekik Kirana. Putri tercengang.
"Hah? Dia gila apa?" ucap Putri.
Setelahnya ia kembali berkata seraya menggedor-gedor pintu.
"Jangan gila deh Kak, mana bisa gue nemuin calon suami secepet itu! Emang lu pikir gue barusan seneng-seneng gitu disana, nyari cowok kayak orang alay?" pekik Putri.
"Ini efek karena lu terlalu lama jones!" pekik Kirana.
"Astagfirulloh, nih orang kenapa jadi gak jelas begini sih." ucap Putri yang setelahnya kembali memekik dan memukul pintunya.
"Buka Kak! Gue capek! Boro-boro nyari cowok disana. Gue kecelakaan tahu gak!" pekik Putri.
Tak lama pintu pun terbuka. Ternyata bukan Kirana yang membuka pintu, akan tetapi ibunya. Ratih. "Kamu kecelakaan, Put? Kok bisa?" tanyanya khawatir.
"I-iya, Bu. Putri jatuh ke jurang." ucap Putri. Entah Kirana maupun ibunya pun langsung kaget.
"Beneran itu?" tanya Kirana sedikit tidak percaya.
"Lo enggak liat semua luka gue ini didapat dari mana?" unjuk Putri memberitahu semua luka di wajah dan tangannya. Mereka tampak miris ketika itu.
"Kok kamu bisa jatuh, Put? Kamu kurang hati-hati kali." ucap Ratih.
"Putri mengalami hal mistis, Bu." jawabnya.
Kirana terheran. "Hal mistis?" tanyanya.
"Ah udah deh nanti enggak bisa tidur lagi." ucap Putri seraya ngeloyor masuk ke dalam rumah. Menaruh tasnya di lantai.
Ratih terdiam beberapa saat, memikirkan sesuatu, lalu berkata. "Kalo boleh tahu kamu habis ke gunung apa kemarin?" tanya Ratih penasaran.
"Gunung gede pangrango, Bu." ucap Putri yang sepintas langsung membelakakkan kedua matanya.
"Kenapa kamu enggak bilang ibu, Put! Kan ibu bilang sejak dulu, kamu enggak boleh ke gunung daerah jawa barat! Apa kamu lupa?!" tandas Ratih. Entah Putri maupun Kirana pun jadi tersentak mendengarnya.
Putri menatap ibunya heran. Entah kenapa ia jadi teringat dengan pesan ibunya sewaktu masih SD, SMP maupun SMA dulu, yang melarangnya untuk pergi berwisata ke gunung di sekitar jawa barat.
Pesan itu bahkan terus bernyanyi di kepalanya waktu itu, memberi rasa penasaran yang cukup mendalam dan hingga kini masih terus menjadi pertanyaan di kepalanya.
Masalahnya adalah ibunya itu tidak mau memberitahu alasan jelasnya kenapa ia tidak diperbolehkan pergi ke gunung di daerah jawa barat itu.
Putri langsung berkata dengan tatapan curiga.
"Kenapa ibu sangat melarang aku pergi ke gunung Jawa Barat?! Jawab Bu." ucap Putri seperti menagih jawaban yang ingin ia dengarkan sejak lama.
Ratih merasa dicecar, tapi ia tampaknya tidak mau membongkar rahasia yang selama ini dijaganya dan selalu disimpan olehnya.