Mereka saling melihat satu sama lain kemudian serempak bertanya. "Kamu bertemu dengan dia juga?" tanya mereka. Putri terheran. Apakah mungkin... Mereka juga pernah diberi 'warning' oleh pria itu?!
"Kita pernah diberi peringatan sama dia untuk tidak kesini, tapi kami enggak nurutin keinginan dia dan akhirnya kami terjebak selamanya disini." ucap Mayra. Putri tidak percaya ini. Jadi dia...
"Dia sebenarnya sejenis apa ya? Gue penasaran." tanya Putri.
"Sejauh yang kita dengar, dia adalah makhluk setengah jin. "
"Hah? Makhluk setengah jin?"
"Dia setengah manusia dan setengah jin. Di dunia ini hanya ada beberapa orang yang seperti itu, rata-rata dari mereka bahkan selalu menjadi pelindung manusia, entah memberi peringatan atau semacamnya kepada manusia supaya tidak terpengaruh jin jahat." jelas Riza.
"Oh gitu." Putri mencoba memahami perkataannya.
"Jadi dia orang baik ya." batin Putri.
"Apa dia bisa membantu kita untuk keluar dari sini?" tanya Putri penasaran.
Mereka saling melihat satu sama lain lalu menggeleng.
"Sejauh yang kami tahu mereka belum pernah sekalipun masuk ke kerajaan ini, ataupun mencoba untuk melakukan perlawanan kepada raja jin. Tidak ada upaya apapun yang dia maupun mereka lakukan kepada kami." ucap Mayra.
Putri kembali pasrah. Apa memang tidak bisa ya dirinya keluar dan kembali ke dunianya?
"Apa salah satu dari kalian enggak ada yang kangen sama anggota keluarga kalian di dunia nyata?" tanya Putri.
"Tentu kita kangen, bahkan saya memiliki anak yang masih kecil, dia membutuhkan kasih sayang saya sebagai mana seorang ibu." ucap Riza.
"Apalagi aku, aku memiliki dosa dengan kedua orang tuaku, aku kabur dari rumah dalam keadaan marah. Aku ngerasa bodoh banget. Aku ingin meminta maaf sama orang tuaku." ucap Mayra.
Putri menatap mereka kasihan. Ternyata.... Mereka juga memiliki keinginan kuat untuk kembali ke dunianya semula.
Putri merasa seperti tertampar, jika beranggapan hanya dialah saja yang ingin kembali ke dunia nyata.
Di hadapan kerajaan jin yang letaknya di tengah alun-alun Surya Kencana, berdiri seorang pria berbaju putih. Nara. Dengan sebuah keris tersampir di celana sebelah kirinya.
Ia menatap intens megahnya kerajaan dihadapannya itu. Akhirnya setelah sekian dirinya menanti, kini waktunya untuk memberikan perlawanan.
Sebuah waktu yang cukup lama, meneruskan perjuangan ayah dan ibunya. Sekaligus menjemput.... Wanita itu.
"Putri... Tunggulah disana. Aku akan datang...."
Dengan gagah, ia melangkah masuk melewati pertahanan yang melingkupi seluruh istana tersebut. Ia berjalan dengan cepat, hingga tahu-tahu dirinya dihadang oleh para tentara jin berpakaian kuno yang ditangannya terdapat tombak untuk jenis pertahanannya.
Nara segera mengayunkan kedua tangannya ke arah mereka, secara cepat energi biru menghantam mereka dan membuat mereka saling terpental ke berbagai sisi.
Tidak ada yang bisa menghalanginya. Tidak ada satupun.
Akan tetapi mereka yang barusan terpental mencoba untuk bangun dan kembali menyerang. Nara menekan saku kerisnya hingga cahaya biru menyala benderang, tiba-tiba muncul ratusan keris melayang di udara, menusuk mereka secara spontan hingga mereka saling mati bergelimpangan lalu jadi debu.
Dengan tanpa mengeluarkan keris itu dari sakunya, dengan hanya memegang saku kerisnya saja ia bisa langsung membunuh puluhan tentara jin itu dalam satu waktu.
Tidak salah jika dirinya patut berbangga telah menemukan keris yang cukup berguna untuk ia gunakan.
Kerajaan yang luas itu ia sisiri tiap ruangnya, kemanapun ia pergi, ia selalu dipertemukan dengan banyak tentara jin itu.
Hingga pada akhirnya ia mau tak mau harus menggunakan kekuatan keris itu berulang kali dengan cara yang sama. Alhasil tentara jin itu pun mati dan bertransformasi menjadi debu.
Tidak ada perlawanan yang begitu berarti selama ia melangkah masuk ke dalam sana dan menghajar sebangsa mereka.
Ia masih terus mencari dimana keberadaan penjara yang ia yakini memenjarakan ratusan jiwa yang terpisah dari raganya. Nara menemukan sebuah tangga menuju ruang bawah tanah, ia pun berjalan menyusuri itu.
Langkah demi langkah dengan hanya bertemankan sebuah cahaya temaram dari api obor yang menempel di dinding.
Nara tersentak ketika dirinya melihat begitu banyak sel penjara di kanan dan kirinya, memanjang dari ujung ke ujung. Ini juga masih belum sepenuhnya yang ia lihat, ada sekitar 4 lantai lagi yang masih belum ia periksa.
Total ada lima lantai lagi menjadi tempat penjara bagi para jiwa yang tersesat itu.
Diantara lima lantai itu, Nara periksa satu per satu jiwa yang dipenjara didalam sel tersebut. Mereka saling meminta tolong pada Nara meminta untuk dibukakan pintu selnya.
Nara berpesan pada mereka jika dirinya pasti akan menyelamatkan mereka. Ia segera berjalan meninggalkan mereka setelahnya. Ia susuri lantai dua hingga empat.
Akan tetapi hingga lantai ke empat dirinya masih belum juga menemukan dimana keberadaan jiwa milik Putri.
Sepanjang menelusurinya, bahkan Nara terus dihadang oleh tentara jin itu. Meski ia berhasil melawannya dengan cepat hingga sebuah bonus pun ia dapatkan, sebuah kunci untuk membuka sel penjara.
Ia terus mencari, menyusuri lantai kelima. Dan akhirnya... Ia menemukannya.
Putri tersentak saat dirinya berpapasan mata dengan Nara. Lelaki itu bahkan segera mendekatinya.
"Maaf menunggu lama, apa kamu baik-baik saja?" tanya Nara seraya arahkan kunci ke pintu. Berniat membuka selnya.
Putri menjawab gugup. "I-iya enggak apa-apa." ucapnya.
Mayra dan Riza tampak lega dengan kehadiran Nara disana. Salah satu dari mereka berujar. "Ah syukurlah, penantian lama kita terbayar juga. Kita akan selamat." ucap Riza.
"Apa kalian yakin bisa selamat?" tanya Ifrit yang tiba-tiba muncul di belakang sana. Sosok yang begitu menyeramkan, hingga bahkan membuat kedua mata mereka saling terbelalak. Putri merasa ngeri ketika melihatnya.
Tubuhnya tinggi besar, bersayap, bertangan delapan, wajah, mata dan hidung yang seperti kuda, memiliki sayap dan memiliki tanduk. Ia berbaju selendang dan memegang tongkat.
"Ifrit!" tandas Nara.
"Kamu mengenalku dengan baik makhluk lemah hahahaha!" tawa jin Ifrit yang memiliki gelar raja jin di gunung itu.
Yang ketika mendengar tawanya pun sampai memekakkan telinga mereka.
Bahkan bisa dirasakan sebuah energi sangat gelap muncul diantara suasana kala itu, energi yang cenderung membuat mereka lemah dan mengantuk, merasuk ke dalam diri masing-masing jiwa yang ada disana tidak terkecuali makhluk setengah jin seperti Nara.
Kaki mereka seakan lemah untuk menopang tubuhnya.
Ketika ifrit berjalan melangkah dengan memakai tongkatnya, mendekati mereka, Nara bisa merasakan energi luar biasa menyelubunginya.
Kini ditelapak tangannya ia ciptakan sebuah energi berwarna merah kehitaman membentuk pusaran angin yang kian membesar hingga angin itu bertransformasi menjadi angin puyuh raksasa yang menyedot jiwa-jiwa yang ada di sel penjara dan masuk ke dalam pusaran angin itu.
Putri merasa gawat, ia bahkan hampir akan terbawa jika dirinya tidak memegang besi sel penjara itu. Sama halnya dengan Mayra maupun Riza.
Mereka saling mencoba untuk menguatkan dirinya agar tidak terbawa oleh pusaran angin itu.
Pusaran tersebut kini tertuju lurus ke arah Nara. Khawatir lebih banyak mengambil korban jiwa, ia pun segera pergi dari sana.
Ia tembus ke dinding disana lalu mendadak muncul ditanah lapang. Didepan kerajaan jin tadi. Padang rumput luas.
Alun-alun Surya Kencana. Disana ia berhadapan langsung dengan ifrit yang mendadak muncul.
Berdiri di hadapannya seraya tersenyum menyeringai. Nara menyiapkan kuda-kudanya, apapun itu yang akan raja jin tersebut lakukan padanya, ia akan menerimanya dengan sangat baik.
Ifrit segera menjentikkan jarinya, secara serta merta muncul pusaran angin yang tadi berada di dalam sel. Pusaran angin itu kembali berniat akan menyedotnya, berputar-putar mengarah padanya.
Bahkan jiwa yang termakan didalamnya tampak menjerit dan berubah jadi jiwa yang jahat seiring energi didalam pusaran angin itu berubah warna jadi hitam pekat.
Awan mendung muncul diatas pusaran angin dan mengundang guntur yang menyala-nyala diatasnya.