Nara tidak takut, sayangnya ia memiliki tujuan yang kuat, yang mengharuskannya untuk menang melawan raja jin ini. Nara bersiap untuk menggunakan kerisnya kembali.
Ia pegang ujung kayu kerisnya lalu keluarkan keris tersebut, ia acungkan ke atas menghadap langit lalu seketika ia tancapkan ke atas tanah. Seketika langsung terbelahlah tanah yang ditancapkannya.
Muncul dari dalam tanah itu sejenis pasir tanah yang langsung melahap pusaran angin itu hingga berpindah masuk ke dalam rekahan tanah dibawahnya.
Rekahan tanah itu seketika menutup kembali, hingga darinya muncul sebuah ledakan didalam tanah tersebut.
Pusaran angin tersebut langsung menghilang seketika.
Raja jin itu langsung mengernyit heran dan mendecih, ia sedikit tidak percaya dengan yang baru saja ia lihat barusan. Sepertinya memang makhluk setengah jin dihadapannya ini bukanlah makhluk yang patut ia remehkan.
Dan jenis keris apa gerangan yang ada di tangannya itu?
Ifrit tampak bertanya-tanya didalam hatinya mengenai ini. Ia coba beberapa cara untuk memberi perlawanan pada Nara, mulai dari gumpalan energi merah diatas tanduknya yang seketika memunculkan sebuah sinar laser memanjang lurus, menghancurkan apapun yang ia tuju.
Akan tetapi Nara selalu berhasil untuk menghindari serangannya itu. Bahkan Nara dengan gesitnya berhasil melawan balik Ifrit dengan menebas tanduk sebelah kanannya hingga ia berteriak kesakitan.
Sebuah cairan hijau keluar dari tanduknya itu. Ia benar-benar murka atasnya. Ia pun segera menghentakkan kedua tangan dan kakinya ke tanah.
Seketika muncul sebuah energi merah padam di sekujur tubuhnya, pada saat yang sama juga sebuah serangan beruntun ia ciptakan menuju Nara, mulai dari ratusan panah api yang meluncur cepat dari arah depan, kanan, kiri, belakang maupun atas kepalanya, tanah di pijakan kaki nara yang mendadak longsor lalu sebuah sinar matahari yang mengarah tepat ke arahnya, bersinar terik dan membakar apapun termasuk menggosongkan rerumputan dibawah kakinya. Sayangnya semua serangan itu tidak memiliki efek berarti buat Nara.
Karena dirinya berhasil dilindungi hingga dibawa terbang oleh gelembung pelindung, mengakibatkan dirinya melayang diatas udara dengan aman.
Ifrit kembali mendecih. "Heh, dasar licik." gumamnya.
Namun sayangnya semua upaya penyerangannya itu tidak akan ia akhiri begitu saja. Ia kembali dan kembali melakukan serangan, hingga pada masanya Ifrit lengah diakibatkan rasa lelahnya melakukan banyak serangan, Nara memanfaatkan celah itu. Ia menggunakan kecepatan kilatnya untuk tiba-tiba menusuk Ifrit dari belakangnya menggunakan keris itu.
Seketika Ifrit pun memuntahkan cairan hijau dari mulutnya, dibarengi juga dengan munculnya bercak cairan hijau berjatuhan ke atas tanah yang dipijakinya. Ifrit segera berkata dengan dipenuhi rasa sakit.
"Si-alan kamu... S-siapa ka-mu seb-enarnya!" ucap Ifrit itu yang langsung menjadi debu seketika.
Awan mendung yang semula menghiasi atas langit, kini menjadi cerah kembali. Bahkan para tentara jin yang melihat dan menyaksikan raja mereka dibunuh seketika langsung bersimpuh dihadapan Nara.
Mereka tampaknya ingin mengabdikan dirinya pada Nara, mengklaim bahwa dirinya adalah raja baru mereka selanjutnya. "SUJUD PADA RAJA KITA SELANJUTNYA!" pekik tentara itu yang langsung bersujud dihadapannya.
Nara kaget dengan respon mereka itu. Ia bahkan tidak merasa pantas untuk diagungkan seperti itu.
"T-tunggu, saya tidak berniat menjadi raja kalian. Hey, hentikan." ucap Nara merasa kikuk.
Tiba-tiba sebuah cahaya keluar dari dalam kerajaan. Ternyata itu adalah jiwa yang tersesat, mereka saling mengucapkan terima kasih pada Nara. "Terima kasih anak muda."
"Terima kasih ganteng." ucap salah satu dari mereka yang bahkan darinya ada yang dengan beraninya mencium pipi Nara. Lelaki itu hanya melongo dicium seperti itu.
Mereka saling berpamitan dan pergi. Salah satu dari mereka ada yang kembali ke raga mereka masing-masing, atau ada juga yang kembali ke Yang maha kuasa, ke atas langit.
Putri, Mayra dan Riza segera keluar dari sana.
"Kalian mau pergi ya?" tanya Putri merasa sedikit menyayangkan hal itu.
"Iya, entahlah apakah aku masih hidup atau sudah tiada." ucap Mayra.
"Kalau kita masih hidup, kita pasti akan ingat kamu terus kok. Doakan aja ya semoga kita masih hidup." ucap Riza.
Putri mengaminkannya. Mereka pun berpamitan kala itu dan saling melayang pergi ke atas.
Tersisa Putri dan Nara saja disana.
Mereka saling bertukar pandang, Putri melempar senyum, begitupun Nara. Meskipun mereka cenderung kaku dan canggung ketika itu.
"Makasih banyak ya, berkat kamu kita semua jadi selamat." ucap Putri mencoba untuk kontak mata dengannya, dengan suasana kakunya. Akan tetapi pria itu justru menyambutnya dengan senyuman yang begitu menawan. Hingga membuat Putri tampak bersemu merah wajahnya. Ia memalingkan wajahnya seketika.
"Saya hanya merasa, menyelamatkan kamu memang sudah menjadi bagian dari tugas saya. Kamu tahu kenapa?" tanyanya seraya tersenyum menyeringai.
Putri memandangnya heran lalu menggeleng.
"Karena.."
Nara menarik tubuh Putri hingga dirinya maju beberapa senti ke hadapannya, mendekatkan wajahnya ke hadapan wajah tampan lelaki itu.
"Karena kamu... Belahan jiwaku."
Pria itu langsung mengecup kening Putri dengan cepat. Putri tersentak. Sebuah cahaya putih hampir memudarkan seluruh penglihatannya. Memutihkan seluruh ruang saat itu dengan cahayanya.
Tiba-tiba Putri membuka kedua matanya. Ia terkejut saat melihat dirinya sudah tiduran diatas kasur, dengan langit-langit kamar yang terbuat dari bilik bambu.
Ini bukan rumahnya maupun rumah sakit! Lalu dimana... Apakah mungkin kerajaan jin?!
Dimana lelaki itu?!
Putri segera bangun terduduk diatas kasur tersebut. Meski beberapa gerakan tubuhnya barusan memicu rasa sakit di seluruh bagian tubuhnya yang terluka.
Ia merintih kesakitan ketika itu. "A,aw... Sakit.."
Putri melihat ke arah kaca disebelahnya.
Ia melihat pantulan dirinya yang tampak dibaluti oleh beberapa perban dan obat merah. Yang paling mengejutkan lagi, Putri mendapati di keningnya muncul sebuah tanda prisma berwarna merah.
Putri merasa aneh, sejak kapan dirinya memakai tanda seperti itu di keningnya?!
Apakah sepanjang tertidur barusan ia coba didandani seperti orang india begitu?! Astaga, ini prank bukan sih?!
Dan seingat Putri barusan ia dicium oleh pria itu!
Putri mencoba untuk menghilangkan tanda prisma tersebut, menggosok-gosoknya dengan tangan ataupun air liur. Akan tetapi tetap tidak hilang.
Hingga seorang wanita yang sedang mendekatinya tampak heran melihatnya menggosok-gosokkan kening.
"Lo ngapain, Put?" tanya Aisyah.
"Kenapa gosok-gosokin begitu? Punya kurap lo?" tanya Aisyah kembali.
"Ini ulah lo kan?! Gambar dahi gue supaya kayak orang india?!" tuduh Putri. Aisyah terheran.
"Apaan sih? Gambar apaan? Di kening lo enggak ada apa-apaan juga." ucap Aisyah. "Hah? Ini loh, ini. Tanda kayak orang india." ucap Putri seraya menunjuk ke tanda di dahinya.
"Kagak ada Putri. Lo masih ngigo kali? Udahlah tidur lagi, tidur lagi." Aisyah menyuruhnya kembali tidur.
"Ih apaan sih, orang bener kok ada tanda di dahi gue." ucap Putri kekeh.
"Ngomong apa sih, Putri cepet tidur lagi. Nyawa lu belum kumpul. Tidur lagi Put. Tidur gak?" Aisyah berkali-kali menyuruhnya tidur bahkan sampai menyelimutinya. Putri berontak.
"Kagak! Kagak! Kagak! Apaan sih. Nyawa gue udah kumpul! Nih liat, gue bisa ngejilat upil gue sendiri." ucap Putri seraya mengambil upil dari hidungnya lalu menjilatnya. "Asin." katanya. Aisyah langsung menoyor bahunya. "Ish dasar jorok!"
Melissa, Doni dan Panji segera mendekatinya. "Put, lo udah sadar? Alhamdulillah." ucap Panji bersyukur.
"Tapi dia belum kumpul nyawanya. Ngomongnya aja ngigo begitu." ucap Aisyah kekeh.
"Put, lo kalo masih ngerasa enggak enak badan, lo bisa tidur lagi. Kita juga bakal ninggalin dan enggak ganggu lo." ucap Panji penuh perhatian.
"Kenapa sih dia jadi lebay begitu? Masih mau ngutang dia? Tapi gue sangat merasa bersyukur gue bisa kembali lagi ke dunia nyata ini. Eh tapi... Apa yang terjadi kemarin cuma mimpi ya?" batin Putri penuh rasa penasaran, hingga perasaan itulah yang lantas membuatnya bertanya pada mereka.
"Gue sebenarnya kenapa ya?" tanya Putri.