Di rumah sakit, di depan ruang unit gawat darurat. Nara bersama hantu anak lelaki tadi sedang duduk di kursi tunggu.
Di ujung kursi sana juga terduduk Sultan yang tampak sangat menyesal telah menabrak Putri.
Pria berusia sekitar tiga puluhan tahun itu sejatinya sedang terburu-buru dalam perjalanannya menuju kantor, akan tetapi akibat kecelakaan yang tidak sama sekali ia sengaja tersebut ia jadi berurusan dengan hal seperti ini.
Setidaknya ia orang yang cukup bertanggung jawab dan ia takut akan dipenjara, yang kesalahan fatal sedikitpun reputasinya sebagai orang besar akan tercoreng.
Sejujurnya ia adalah seorang pengusaha di dunia hiburan. Ia memiliki perusahaan yang tengah berkembang pesat, istilah populernya sedang naik daun.
Ia termasuk ke dalam jajaran pengusaha muda paling berpotensi tahun ini. Ia memiliki reputasi bagus sepanjang karirnya dua tahunan ini.
Sangat disayangkan jika semua itu akan berakhir dengan mudah kalau ada yang mengetahui jika dirinya ketahuan menabrak seseorang.
Tapi untungnya tidak ada seorang pun yang mengenalinya saat itu, mungkin dikarenakan ia jarang menampilkan diri ke publik, sehingga tidak ada yang menyadari kalau sebenarnya dirinya adalah seorang pengusaha sukses yang perusahaannya dikenal dimana-mana.
Yah setidaknya itu cukup berguna bagi dirinya terutama ketika dirinya berada didalam situasi semacam ini.
Tiba-tiba seorang dokter dan empat orang suster keluar dari ruang UGD. Empat orang suster dibiarkan pergi namun tidak dengan sang dokter, Sultan sesegera mungkin menahan dirinya untuk pergi. "Tunggu, Dok." ucapnya.
Dokter itu lantas berputar dan menghadap ke arahnya. Sultan bertanya. "Gimana keadaan perempuan itu, Dok?" tanya Sultan cemas.
"Baru saja kami melakukan operasi, dia juga telah kehilangan banyak darah. Untungnya stok darah di rumah sakit ini dengan golongan darah yang sama dengan pasien masih banyak. Jika kami kekurangan, maka resikonya fatal, dia bisa saja tidak akan tertolong karena membutuhkan waktu yang cukup cepat." ucap sang dokter.
Sultan antara merasa lega namun sedikit ngeri juga mendengarnya. Tapi syukurlah semua baik-baik saja.
Sultan menghela nafas.
"Jadi kemungkinan dia bisa sadar kapan, Dok?" tanya Sultan.
"Dia mengalami luka di bagian kepala belakang yang cukup fatal. Jadi sampai sekarang masih dalam keadaan koma. Kalau dalam waktu beberapa hari atau minggu ke depan dia sudah siuman, kamu bisa langsung memanggil saya." ucap Dokter.
"Baik, Dok. Sebelumnya terima kasih banyak." ucap Sultan merasa sangat berterima kasih. Sang dokter pun segera pergi dari sana.
Sepanjang Sultan berbicara empat mata dengan dokter tadi, Nara terus menjadi orang ketiga diantara mereka.
Menguping pembicaraan mereka, sekalipun dirinya tidak bisa terlihat oleh mereka dan kini ketika Sultan sendirian, ia mencoba untuk mendekatinya dan berkata.
"Kamu boleh pergi sekarang." ucap Nara yang perkataannya seakan memiliki kekuatan magis tersendiri hingga masuk ke dalam telinga Sultan dengan kontan.
Sultan langsung menoleh ke segala arah. Mencari dimana sumber suara, akan tetapi ia tidak menemukan seorang pun disekitarnya.
Ia merasa sangat curiga dengan apa yang didengarnya barusan. Seperti suara seseorang yang menyuruhnya untuk pergi?
Sultan melihat dari balik kaca pintu, disana ia melihat perempuan itu diperban kepalanya. Sultan merasa kasihan, ia pun memberanikan diri untuk mendekatinya hingga akhirnya berdiri didepannya.
Nara ikut mengikutinya dan berdiri disamping Sultan. Ia curiga, apa gerangan yang membuat Sultan terus memadangi Putri? Jangan bilang dia....
Sultan terus memandangi wajah Putri. Cantik. Kenapa dirinya terlihat begitu tenang ketika tertidur seperti itu? Padahal dirinya sedang menahan sakit.
Dibanding itu Sultan merasa jika dirinya sangat bersalah pada Putri. Sejujurnya hari ini ia sangat sibuk, tapi karena rasa tanggung jawabnya, ia pun memilih untuk tetap berada disana.
Setidaknya ia bukanlah tipe orang yang meninggalkan orang yang ditabraknya begitu saja.
Kedua mata Sultan masih terus memandangi Putri, Nara mulai curiga ia mau melakukan tindakan apa. Mungkinkah ia mulai suka dengannya?
Sultan melihat ada air mata tersisa di ujung kelopak matanya yang terpejam, sepertinya Putri merasakan kesakitan atas luka-lukanya tersebut hingga sampai mengeluarkan air matanya tanpa sadar.
Nara berpikir yang tidak-tidak, bahkan kini tangan Sultan terangkat menuju kelopak mata Putri, berniat mengusap air matanya.
Nara yang keduluan berpikir negatif lantas tidak terima, ia segera menangkis tangannya hingga Sultan sedikit tergeser dari tempatnya berdiri. Ia benar-benar kaget.
Barusan itu apa?!
Kenapa seperti ada orang yang menghalaunya dari menyentuh Putri?! Bahkan setelahnya Sultan mendengar suara magis yang diucapkan oleh Nara.
"Jangan sekali-kali kamu menyentuh dirinya! Jika tidak, nyawamu taruhannya!" tandas Nara, yang otomatis itu pun langsung membuat Sultan kaget setengah mati. Hantu?!
Ia tanpa sadar terjatuh dari usahanya untuk pergi kabur. Meski ia kembali bangkit pada akhirnya dan kembali kabur dengan cepat.
Meninggalkan Putri dan Nara berduaan. Ah kini bertiga, anak lelaki tadi (Reza) muncul menjadi orang ketiga diantara mereka.
"Om nakutin dia ya barusan? Jahil banget si om nih." ucapnya.
"Kamu kenapa masih ada disini? Bukankah seharusnya kamu ke rumah ibumu?" Nara balik tanya.
"A-aku mau minta bantuan kakak itu. Dia bisa ngeliat aku, aku pengen dia nolong aku." ucap Reza.
"Meminta tolong apa?" tanya Nara curiga.
Sekitar pukul 12.00 siang, di waktu istirahat seperti ini banyak karyawan mulai keluar dari dalam kantor untuk menuju kantin. Mereka saling berduyun-duyun masuk ke dalam kantin. Berbeda halnya dengan mereka, Panji, Melissa, Doni dan Aisyah yang memutuskan untuk makan di luar, di sebuah kedai makanan langganan mereka.
Bebek goreng yang sedang populer di kalangan pecinta kuliner seperti mereka. Biasanya mereka memang menghabiskan waktu istirahat mereka di kedai makan ini, disamping enak, juga memiliki harga yang cukup terjangkau.
Tapi tidak setiap hari juga, kadang kalau bosan mereka mencoba untuk makan di kantin kantor atau di kedai makanan lain. Sembari menunggu makanan disajikan, mereka saling mengobrol.
"Si Putri kenapa enggak masuk?" tanya Doni penasaran. "Kayaknya dia lagi enggak enak badan deh, tadi sempat WA sama gue." ucap Aisyah.
"Wajar sih, secara kan dia habis jatuh kemarin guling-guling ke jurang, gimana enggak encok tuh pinggang." ucap Doni.
"Gue takutnya anggota badannya ada yang patah. Kemarin aja jalannya pincang gitu." ucap Melissa ikut bersuara.
"Gimana kalo habis ini kita jengukin dia?" tanya Panji mengeluarkan usul.
"Yaudah, ide bagus. Jam berapa?" tanya Doni.
"Habis pulang kerja aja. Atau mau ijin pulang cepat sama Pak manajer?" tanya Panji.
"Terserah, tapi gue enggak yakin kalau Pak Manajer bakal ngasih ijin. Masalahnya kan dia enggak tahu kalau Putri sakit kayak gitu karena habis jatuh dari jurang. Khawatirnya kalau dia tahu, bisa-bisa kita kena tegor, disuruh jangan pergi-pergi lagi ke gunung." ucap Doni.
"Enggak lah, takut amat lu. Yaudah deh kalo lu maunya enggak ngasih tahu ke Manajer." ucap Panji.
"Tapi serius deh, gue penasaran. Apa sih yang membuat Putri lari terbirit-birit kayak gitu pas liat lo, Pan?" tanya Aisyah curiga.
"Nah itu, gue juga heran. Padahal gue enggak ngapa-ngapain loh. Sebelumnya kan gue emang sempat ngobrol sama dia beberapa kata gitu lah, ya tapi dia responnya biasa-biasa aja. Lebih banyak diemnya malah, terus pas gue ikut diem tiba-tiba dia nanya ke gue. Barusan suara lo, Pan? Lah gue bingung. Gue enggak ngomong apa-apa, kok tiba-tiba dia nanya kayak gitu. Eh setelahnya dia makin aneh lagi, dia ngeliat gue udah kayak ngeliat hantu. Kayak ketakutan parah, sampe dia jatuh kan. Terus gue mau bantu bangunin dia malah dia nepis tangan gue, nyuruh gue pergi, teriak-teriak dan lari ninggalin gue." ucap Panji, semua menyimak perkataannya dan saling bertanya-tanya raut wajahnya.
"Kenapa ya dia... Kok aneh banget." tanya Aisyah.
"Gue rasa dia lagi ketempelan deh." ucap Doni. Melissa setuju dengan perkataannya. "Kayaknya sih gitu, jadi berhalusinasi macam-macam." ucap Melissa.
"Tapi lo enggak sempat ngejar dia, Pan?" tanya Aisyah.
"Ya boro-boro, dia ngeliat muka gue aja ketakutan histeris gitu. Apalagi gue ngejar dia. Bisa-bisa dia makin ketakutan nanti." ucap Panji.
"Iya juga sih." ucap Aisyah.
"Tapi lo kok baru cerita sekarang sih, Pan? Enggak dari kemarin-kemarin waktu di gunung?" tanya Doni.