"Tadi gue foto ada dia terus coba, gimana gak takut gue! HUWAA!" pekik Putri. "Meskipun ganteng." tambah Putri.
"Ada siapa?" tanya Panji.
"Setan!" pekik Putri. Mereka langsung kompak tertawa ketika itu. Putri pun kesal.
"HUWAA, INI YANG SETAN DIA ATAU TEMAN GUE SIH! GUE LAGI TAKUT MALAH DIKETAWAIN! HUWAA"
"Ya lagian mana ada setan jam segini? Lu nya aja yang ngehalunya berlebihan. Kebanyakan nonton acara mamah dedeh lu." ucap Panji.
Aisyah meralat. "Salah, film horror bukan acara mamah dedeh." ucapnya. Panji nyengir.
"Tapi beneran kok, tadi ada setannya. Pas gue foto dibelakang gue ada dia, pas gue nengok ke belakang enggak ada dia!" ucap Putri kekeh.
"Coba gue liat fotonya." ucap Panji yang langsung merebut ponsel Putri dan melihat fotonya. "Mana setan? Ini foto lu semua lagi, dan hasil fotonya juga burem. Enggak bakat foto lu." ucap Panji seraya tertawa.
"Apaan sih! Orang beneran kok! Udahlah. Susah ngeyakinin orang yang pemikirannya kaku." ucap Putri seraya bangkit, kesal, menjauh dari mereka.
"Ngambek tuh selingkuhannya." sindir Doni pada Panji, lelaki itu hanya menghela nafas. Sedangkan Melissa di ujung sana agak tidak nyaman dengan suasana ini. Panji terlihat begitu perhatian dengan Putri.
Sore harinya, mereka masih berada di padang rumput Surya Kencana. Rencana berubah, dari yang tadinya ingin bermalam di Surya Kencana, jadi bermalam di atas puncak gunung. Mereka berniat untuk melakukan perjalanan malam hari ketika itu.
Meskipun sempat ditentang oleh Putri maupun Melissa, akan tetapi Panji dan Doni kekeh mengatakan tidak akan terjadi apapun, karena perjalanan mereka saat itu akan ditemani oleh rombongan lainnya juga. Jadi mereka akan melakukan perjalanan beramai-ramai.
Mereka melakukan itu karena untuk mengejar momen matahari terbit nanti di puncak gunung. Hingga pada akhirnya pun entah Putri dan Melissa pun hanya bisa pasrah. Apa kata mereka saja.
Saat ini di antara cahaya langit yang kian menggelap, antara warna biru, ungu dan orange. Mereka saling memusatkan kedua mata menuju satu bola emas diatas sana yang kian tenggelam.
Matahari terbenam adalah salah satu momen paling dinantikan di Surya Kencana, dimana itu menjadi momen indah bersama pasangan. Berbeda jauh dengan Putri yang hanya bisa melihat kemesraan yang banyak orang tunjukkan tersebut bersama pasangannya termasuk Panji.
Mereka terlihat begitu senang, duduk berduaan didepan sana. Menyaksikan bagaimana matahari terbenam dengan indah. Mengobrol satu sama lain.
Putri sendirian disana, mencoba untuk tidak melihat semua pandangan yang tertuju pada mereka. Ia mengalihkan diri dengan memfoto matahari terbenam dihadapannya dan tersenyum lebar.
Dengan hanya melihat pemandangan alam yang indah itu, Putri merasa terlengkapi. Ia merasa bersyukur masih bisa melihat banyak keindahan alam yang orang lain masih belum bisa lihat. Seraya itu ia pun membatin.
"Di usia kedua puluh lima tahun ini, gue masih sendiri, gue ngerasa mungkin emang belum waktunya gue menemukan jodoh. Tapi di satu sisi gue merasa apa emang gue ini, memang ditakdirkan untuk sendirian? Banyak pertanyaan di dalam kepala gue, yang membuat gue kadang... Ngerasa dicecar, dijebak. Gimana caranya supaya gue terlihat menarik dimata orang. Supaya mereka ngeliat ke arah gue. Seolah cuma gue sendirian yang mengalami ini. Padahal banyak, orang diluar sana yang lebih lama nunggu jodoh dibanding gue. Harusnya gue lebih.... Banyak bersyukur. Iya gak sih? Karena hidup ini enggak semua tentang bagaimana kamu mencari pasangan, tapi bagaimana caranya untuk kamu bertahan hidup, beribadah dan mensyukuri hidup."
Tiba-tiba angin berhembus kencang. Menggoyangkan rerumputan dan bunga edelweiss disekitarnya. Putri merasa cukup kedinginan, ia melihat ada beberapa anak muda yang membuang sampah sembarangan disana. Putri pun mencoba untuk memungut sampahnya lalu taruh di plastik besar miliknya.
Meski ia bukan tipe orang yang suka komplain juga, ia hanya diam saja melihat mereka yang membuang sampah dihadapan matanya. Ia tetap terus memungutinya.
Hingga salah satu orang menyadari kehadiran Putri disana dan agak risih dengannya. Namanya adalah Fian. Pria itu bahkan dengan sengaja merobek kertas menjadi sobekan kecil-kecil lalu buang ke atas rerumputan.
Pria itu tampak begitu menantang Putri saat itu. Putri menatapnya datar, ia menghela nafas lalu mencoba untuk menghiraukannya, sekalipun banyak orang yang terlihat menertawakannya ketika itu.
Mayoritas adalah teman dari si pria itu.
Putri tetap kekeh mengambil robekan kertas itu lalu taruh ke dalam plastiknya. Tidak perduli Fian sedang mempermalukannya sekalipun. Salah satu temannya berkomentar.
"Dia pengen banget dipuji orang apa?"
"Sok paling bersih."
"Palingan habis ini viral deh, ujung-ujungnya dijadiin konten deh, terus jadi artis tuh orang."
Putri mengabaikan semua perkataan mereka, ia terus memunguti sampah kertas itu.
Akan tetapi saat mau mengambil kertas yang terakhir, Fian keburu menginjak kertasnya, Putri mencoba menarik kertas itu dari sepatunya. Akan tetapi pijakan kakinya semakin kencang menginjak kertas itu. Putri mencoba menariknya sekuat tenaga berkali-kali, ia kesulitan.
Fian tersenyum menyeringai, ia tidak berniat melepas melepas kertas itu begitu saja.
Putri tiba-tiba kerasukan, ia ikut tersenyum menyeringai.
Tangannya dengan perlahan mengangkat kaki Fian ke atas, Fian terkejut, padahal ia sudah menumpu kakinya sekuat mungkin, tapi kenapa bisa semudah itu diangkat oleh seorang wanita yang kelihatan sangat lemah ini? Seolah itu adalah hal yang mudah dan enteng!
Putri tersenyum picik dan langsung mengangkat kaki Fian hingga bahkan membuat Fian jadi terjungkal dan jatuh ke tanah.
Semua temannya yang sempat meremehkan Putri jadi dibuat melongo dan tercengang melihat itu. Putri kembali sadar dari sesuatu hal yang merasukinya itu, ia terkejut dengan yang barusan ia lakukan. Kenapa semua orang jadi tercengang melihatnya?!
Putri kebingungan saat itu, dan kenapa juga Fian jadi terduduk diatas tanah seperti itu?!
"Dia kenapa begitu posisinya? Apa barusan ada hal yang gue lakuin ke dia?! Kok gue enggak inget ya?" batin Putri merasa aneh.
Dari kejauhan, sosok pemuda tampan berbaju putih kembali memandang ke arahnya. Tersenyum menyeringai.
Disaat yang sama juga Panji tampak merasa aneh dengan yang Putri lakukan barusan. Entah kenapa seperti bukan gadis itu. Tapi sejauh penglihatan Panji, Putri terlihat keren saat itu.
Malam hari menjelang. Setelah melaksanakan shalat maghrib, shalat isya dan makan. Di pukul 19.30 mereka segera melakukan perjalanan kembali menuju puncak gunung gede.
Mereka sudah dilengkapi oleh beberapa peralatan. Seperti alat penerangan senter dan ponsel untuk melihat arah melalui kompas jika sewaktu-waktu mereka tersesat.
Seorang ketua tim rombongan memberi pengumuman pada mereka. Ia memekik dari ujung depan sana.
"Pokoknya kalau kalian melihat sesuatu atau mendengar sesuatu, usahakan kalian jangan berpencar dari kita. Sekalipun kalian ingin buang air kecil, kalian harus meminta ijin dulu sama kita. Supaya kita enggak kepisah dan selamat sampai tujuan." pekik ketua tim. Para rombongan dibelakangnya pun mengiyakan perkataannya serempak.
Berbeda halnya dengan Putri yang jalan paling belakang, ia hanya mendengar sayup sebagian suara mereka didepan sana tanpa tahu apa yang dibicarakan.
Putri jalan berduaan saat itu bersama dengan Panji. "Lo aneh banget tadi, Put." ucap Panji. Putri tersentak, apa maksud perkataannya?