Setelah mendapatkan dukungan dari Milea, hari ini Karel sudah mulai masuk kuliah di tempat yang baru dan dengan suasana yang baru pula. Dirinya diharuskan untuk kuliah terlebih dahulu dan menyelesaikannya, supaya nanti bisa ikut membantu mengelola perusahaan orang tuanya Milea yang ada di Indonesia, karena tanpa pendidikan yang bagus ia tidak akan bisa masuk dan bergabung di dalamnya.
Setelah mempertimbangkannya kembali dan berpikir bahwa kesempatan emas seperti itu tidak akan datang dua kali, dengan hati yang sangat bahagia ia menerima tawaran tersebut. Yang awalnya ia merasa akan kesusahan untuk menghadapi orang tuanya Milea, namun ternyata tidak sesusah yang ada di pikirannya justru mereka cenderung baik sekali kepadanya, selalu mendukung kalau ia mau bersekolah sampai setinggi-tingginya.
"Lagi ngapain?" tanya Milea sembari berjalan menghampiri suami pura-puranya yang sedang sibuk di dapur.
"Lagi bikin bekal," jawab Karel membuat Milea mengerutkan keningnya.
"Bekal? Buat siapa?" heran Milea karena di rumah ini tidak ada anak kecil lantas buat apa bikin bekal.
"Ya buat aku lah, kan hari ini aku udah mulai masuk kuliah," ujar Karel.
"Kamu bisa membelinya di kantin yang ada di kampus, di sana juga pasti banyak restoran terdekat, jadi buat apa kamu bawa bekal?" heran Milea.
"Ya justru bagus dong, mumpung di rumah ada banyak bahan yang bisa dimanfaatkan jadi kenapa harus beli di luar?" ujar Karel sembari memasukkan makanan yang sudah jadi ke dalam sebuah kotak bekal makanan.
"Harusnya kamu yang menyiapkan makanan bekal untuk suami kamu, bukannya dia bikin sendiri kayak gitu," sahut seseorang yang berjalan menghampiri mereka berdua.
"Kalau suami kamu pengennya bawa bekal dari rumah, itu artinya dia lebih menyukai masakan dari rumah dibandingkan masakan orang luar. Jadi sebagai istri yang baik harusnya kamu yang membuatkannya, bukannya malah menyuruh dia untuk beli di luar," tegur sang mama.
"Tidak papa ma, ini juga sudah selesai kok aku hanya membuat yang simpel-simbol saja jadi tidak perlu bantuan orang lain. Ya sudah kalau begitu aku berangkat dulu takutnya nanti terlambat, soalnya kelasku masuk pagi," pamit Karel sembari mencium tangan mertuanya.
Saat Karel hendak berjalan menuju ke pintu, tiba-tiba suara dari mama mertuanya menghentikan langkah kakinya, membuat Karel membalikkan badannya.
"Masa kamu mau pergi begitu saja? Kenapa kamu tidak pamitan juga sama istri kamu? Harusnya kalau mau pergi ke mana-mana seenggaknya cium kening istri, bukan asal pergi tanpa berpamitan seperti itu," tegur Sahara membuat dua pasangan yang katanya baru saja menikah tersebut saling bertatapan.
Melalui sorot tatapan mata Karel seperti meminta izin, apakah boleh mencium keningnya Milea atau tidak.
"Kenapa kalian berdua malah bertatap-tatapan seperti itu? Astaga, aku lupa kalau kalian masih pengantin baru jadi wajar kalau kalian pasti malu, apalagi ada mama di sini. Ya sudah kalau begitu mama pamit pergi ke halaman belakang dulu, kebetulan cuaca di luar sedang bagus-bagusnya untuk berenang," pamit Sahara.
"Apa aku harus mencium kening kamu?" tanya Karel.
"Kamu mau aku pukul?" tanya balik Milea.
"Atau aku harus mencium bibir kamu?" goda Karel membuat Milea membulatkan matanya.
Buru-buru Karel berlari keluar rumah sebelum benar-benar kena pukulan, ia sendiri juga tidak tahu kenapa kalimat seperti itu bisa keluar dari mulutnya. Menaiki motornya dan cuss langsung menuju kampus barunya, karena baru hari pertama ia takut terlambat datang apalagi kalau sampai kejebak macet di jalan kesiangan sedikit saja.
"Tuh kan bener, siangan dikit aja pasti macet. Itulah kenapa dari dulu aku enggak mau kalau ke Jakarta, karena penduduknya yang banyak banget dan bikin macet jalanan," kesalnya padahal sudah mengendarai motornya dengan kecepatan yang lumayan kencang, tapi tetap ujung-ujungnya sama saja.
"Karel?" panggil seseorang membuat Karel membalikkan badannya.
"Sam?" Siapa yang tidak terkejut melihat ketidaksengajaan saat bertemu di jalan.
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menepikan motor sejenak, sudah cukup lama mereka tidak bertemu setelah Karel memutuskan untuk tidak lagi ngekos di tempat yang sama dengan Sam.
"Kamu apa kabar? Kenapa kita baru ketemu sekarang ya padahal kita masih berada di kota sama?" heran Sam.
"Mau main ke kosan, palingan kamu sama Andi juga sibuk kerja," ujar Karel membuat Sam terkekeh.
"Ya emang bener sih, belakangan ini kita lagi sibuk banget sama pekerjaan apalagi tempat kerja kita, lagi sama-sama banyak lemburnya jadi bisa dibilang kita jarang banget ada di kosan. Oya ngomong-ngomong ini kamu mau pergi ke mana?" tanya Sam.
"Emm aku mau berangkat ke kampus," jawab Karel membuat Sam mengerutkan keningnya.
"Bagus dong kalau kamu udah bisa ngelanjutin kuliah lagi, berarti kamu udah dapet pekerjaan?" tanya Sam yang diangguki oleh laki-laki yang usianya lebih muda darinya tersebut.
"Iya, aku udah dapat pekerjaan tapi pekerjaanku itu mengharuskan aku sampai lulus kuliah. Aku kuliah sambil kerja, hari ini adalah hari pertama aku masuk kuliah lagi doain semoga semuanya lancar dan aku bisa cepat lulus seperti aku inginkan," ujar Karel membuat Sam salut.
"Aku benar-benar bangga sama kamu, karena masih mau memikirkan soal pendidikan padahal ekonomi lagi kayak gini. Tapi kamu tidak perlu khawatir aku akan selalu doain kamu supaya cepat tulus, kalau kamu butuh bantuan apapun itu jangan sungkan-sungkan untuk langsung menelpon aku. Kamu bisa juga langsung datang ke kosan, kalau ponselku tidak bisa dihubungi." Sam memeluk laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri dengan penuh rasa bahagia.
"Makasih banget ya buat dukungannya, salam buat Andi juga semoga kalian kerjaannya juga lancar-lancar aja. Nanti kalau ada kesempatan aku main ke kosan dan akan aku bawain makanan juga," ucap Karel dengan begitu antusiasnya.
"Yaudah sana berangkat, arah kita juga beda kayaknya," suruh Sam.
"Sipp, aku sengaja berangkat pagi biar enggak kena mancet eh taunya malah sama aja," curhat Karel membuat Sam tertawa.
"Ya begitulah kehidupan di Jakarta, kalau bisa mau pergi ke mana-mana itu satu jam atau dua jam sebelumnya kamu sudah harus berangkat, kalau tidak seperti itu pasti kamu tidak bisa tepat waktu sampai di tujuan," saran Sam yang sudah sangat berpengalaman dan sudah lumayan lama berada di Jakarta.
Setelahnya mereka berpelukan kembali, sebelum berpisah dan melajukan motor masingmasing ke arah yang berbeda. Siapa saja pasti juga bakalan salut, melihat perjuangan seseorang yang menempuh pendidikan tanpa ada bantuan biaya dari orang tua.
"Oh iya, tadi aku lupa nanyain dia kerja di mana? Nanti aja deh aku nanyain lewat WhatsApp." Sam meruntuki kepikunannya karena keasikan mengobrol.