Orang tuanya Milea begitu terkejut saat mendengar cerita bahwa orang tuanya Karel sudah meninggal dan tidak bisa menghadiri acara pernikahan mereka berdua. Anthony yang sudah dari awal sangat marah dan kecewa mendengar bahwa anaknya sudah menikah diam-diam, seketika rasa marah dan rasa kecewa yang ada di dalam dirinya hilang begitu saja.
"Kamu hebat banget loh bisa buat orang tuaku percaya sama kamu, aku pikir ini akan susah untuk bersandiwara di depan mereka tapi ternyata kamu hebat bisa membuat mereka luluh begitu saja," puji Milea ketika kini mereka berdua sedang ada di dalam kamar.
"Justru aku merasa bersalah karena sudah membohongi orang tua kamu dengan status palsu kita, bagaimana kalau suatu saat nanti mereka mengetahui yang sebenarnya? Bukankah itu akan lebih membahayakan?" khawatir Karel.
"Sudahlah kamu jangan memikirkan yang belum pasti, kita jalani saja apa adanya dan kita jaga rahasia ini sebaik mungkin supaya tidak kebongkar. Oya bagaimana soal tawaran dari orang tuaku untuk kamu meneruskan kuliah?" tanya Milea.
"Terus terang aku benar-benar tidak enak kalau harus menerimanya, apalagi orang tua kamu yang akan membiayainya. Kenapa mereka baik sekali sama aku? Padahal aku ini cuma orang asing yang datang di kehidupan kalian secara tidak sengaja," heran Karel.
"Bagi aku mungkin kamu hanyalah orang asing, tapi bagi ke dua orang tuaku kamu sudah menjadi menantunya walaupun cuma sebatas pura-pura. Itu berarti mereka juga sudah menganggap kamu sebagai anak sendiri, makanya mereka menawarkan segala macamnya sama kamu. Kesempatan seperti itu tidak akan pernah datang dua kali, jadi saran aku adalah kamu terima tawaran dari mereka untuk meneruskan kuliah. Jadi kamu bisa sambil belajar bekerja di perusahaan papa juga, kalau kamu mau mendapatkan pekerjaan yang layak ya berarti harus setara juga dengan pendidikan kamu," jelas Milea membuat Karel mengangguk paham.
"Aku hanya tidak ingin merepotkan orang lebih jauh lagi," ujar Karel.
"Iya paham, tapi balik lagi kesempatan seperti itu tidak akan datang dua kali, jadi aku sarankan untuk kamu mengambilnya." Milea memberikan waktu kepada Karel untuk memikirkan secara matang.
Selama ke dua orang tuanya masih ada di Indonesia, terpaksa Milea harus tidur satu kamar dengan seorang laki-laki. Ini benar-benar pengalaman pertama kali dalam hidupnya, berbagi kamar dengan laki-laki yang bahkan ia tidak punya perasaan apapun kepadanya.
Karena mereka belum bisa tidur, mereka memutuskan untuk menonton televisi terlebih dahulu sampai salah satu diantara mereka mengantuk. Namun tetap saja mereka menonton dengan tempat yang berbeda, Karel menonton dari kasur bawah yang sudah digelarnya dan di kasur tersebut ia akan tidur.
"Kenapa kamu sangat menyukai kartun? Bukankah di jam jam seperti ini banyak tayangan yang bagus?" tanya Milea.
"Tidak tahu kenapa tapi menurutku tayangan zaman sekarang tidak ada yang bagus, semua tayangan tidak ada yang mendidik sama sekali makanya aku lebih memilih menonton kartun saja yang jelas-jelas menghibur," ujar Karel.
"Ya sudah kalau tayangan di Indonesia tidak ada yang bagus, bagaimana kalau kita nonton drama Korea saja?" usul Milea membuat Karel memutar bola matanya dengan malas.
"Menurutku drama Korea juga sama saja sama-sama tidak ada yang mendidik," cibir Karel.
"Sembarangan kalau bicara, kamu nonton drama koreanya di mana? Bisa-bisanya kamu ngomong kayak gitu? Aku sebagai penggemar drama Korea tidak terima, kalau tayangan seperti itu dibilang tidak mendidik. Mungkin yang kamu pernah nonton itu tayangan abal-abal makanya kamu bilang tidak mendidik, coba ya aku cari drama Korea siapa tahu jam segini masih ada. Kamu harus dikasih lihat drama Korea kesukaanku," ujar Milea sembari merebut remote dari tangannya Karel.
TOK TOK TOK!!!
Mendengar ada yang mengetuk pintu, membuat Milea buru-buru menyuruh Karel untuk naik ke ranjang dan menyingkirkan kasur lantai yang tadi sudah digelarnya. Ia hanya takut kalau orang tuanya menaruh curiga kenapa ada kasur lantai di sana, sedangkan harusnya mereka tidur dalam satu ranjang.
"Aku harus gimana?" tanya Karel yang ikut panik.
"Pakai selimut dan pura-pura tidur," suruh Milea membuat Karel langsung menarik selimut sampai menutupi tubuhnya, kemudian memejamkan matanya.
"Ada apa, Ma? Masuk aja enggak dikunci kok," teriak Milea.
CEKLEKK!!
"Eh rupanya suami kamu sudah tidur?" ujar Sahara sembari memasuki kamar si pengantin baru.
"Iya, dia udah tidur lumayan dari tadi sih. Ada apa? Kok mama dandan? Mau ke mana?" heran Milea.
"Tadinya mama sama papa mau ngajakin kalian makan malam di luar, tapi ya sudah berhubung suami kamu sudah tidur jadi jangan dibangunkan, besok saja kita makan malam di luarnya," ujar sang mama.
"Jadi sekarang kalian akan tetap berangkat?" tanya Milea.
"Jadi dong, Mama udah dandan cantik kayak gini masa iya enggak jadi. Sekalian ada sesuatu yang perlu diurus sama papa," ujar sang mama.
"Jangan lupa bawa kunci sekalian dan jangan malam-malam," nasihat sang anak.
"Memangnya kenapa kalau mama dan papa pulangnya malam? Bukankah itu akan lebih bagus, jadi kalian bisa melakukannya dengan leluasa tanpa takut akan didengar sama orang lain," goda sang mama sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Ha? Melakukan apa?" heran Milea.
"Ish kamu ini sudah menikah, masa sih enggak tahu maksud perkataan, Mama? Tolong jangan pura-pura bodoh di depan mama," cibir sang mama.
"Sudahlah, yang namanya pengantin baru pasti masih malu-malu kayak gitu. Mama dan papa berangkat dulu ya," pamit Sahara kemudian keluar dari kamar anaknya dan menutup pintunya kembali.
Menyisakan Milea yang masih terduduk di atas ranjangnya dan lelakinya yang pura-pura tidur di sampingnya, kalau dilihat lagi sepertinya Karel beneran tidur dan bukan cuma sekedar pura-pura. Milea jadi ragu haruskah membangunkannya atau tidak, akan tetapi kalau tidak dibangunkan berarti mereka akan tidur dalam satu ranjang malam ini.
"Karel? Bangun, Mama udah pergi tuh. Rel? ihhh kok enggak bangun juga," kesal Milea sembari menepuk-nepuk pipi laki-laki yang berbaring memejamkan mata di sampingnya.
"Uhhgggh," racau Karel tanpa sadar bergerak memeluk Milea dari samping, membuat wanita yang mendapat perlakuan seperti itu seketika membeku di tempatnya.
"Duh, kenapa dia meluk aku kayak gini?" bingung Milea.
Milea takut kalau melepaskan tangannya Karel dari perutnya, bisa membuat laki-laki itu terbangun dan mengganggu tidurnya. Mematikan televisinya terlebih dahulu karena merasa percuma saja dinyalakan karena tidak ada yang menonton.
"Aku tidur juga deh," gumam Milea sembari merubah posisinya menjadi berbaring terlentang dan kini mereka berbaring bersebalahan.
"Duh, semoga saja tidak terjadi sesuatu kalau malam ini kita tidur bersama," batin Milea yang merasakan tubuhnya seketika menjadi kaku.