Karena merasa lapar karena memutuskan untuk mencari makan di luar, terlebih dahulu ia mengambil dompet, kunci motor, beserta jaket juga karena cuaca malam ini benar-benar dingin.
Karel menempati kamar di lantai bawah, sedangkan si pemilik rumah berada dia di lantai dua. Bersyukur karena mereka menempati kamar yang jaraknya cukup jauh, sehingga mereka tidak perlu sering-sering bertemu apalagi berinteraksi.
"Mau ke mana?" tanya Milea yang kebetulan sedang menuruni tangga dan tidak sengaja, melihat laki-laki yang mulai saat ini tinggal satu rumah dengannya seperti hendak keluar rumah.
"Aku mau keluar cari makan, memangnya kenapa? Kamu mau nitip sekalian? Mau nitip makan apa biar nanti sekalian aku belikan?" tawar Karel membuat Milea mengerutkan keningnya.
"Untuk apa kamu cari makan di luar?" herannya.
"Ya tentunya untuk dimakan karena aku sedang lapar," ujar Karel membuat Milea memutar bola matanya dengan malas.
"Maksudku kenapa kamu tidak masak saja di dapur? Di sana semua bahan-bahan makanan lengkap, kamu hanya tinggal mengolahnya saja. Kamu bisa masak, kan? Tidak mungkin anak perantauan tidak bisa masak." Milea tidak masalah sama sekali kalau Karel ikut menikmati semua fasilitas yang ia sediakan di rumah ini.
"Memangnya boleh aku masak di rumah ini?" tanya Karel memastikan.
"Kenapa tidak boleh? Kalau bukan kita yang mengolahnya, terus itu bahan-bahan makanan yang aku beli semuanya siapa yang bakal mengolahnya?" ujar Milea membuat Karel tersenyum, setidaknya malam ini ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli makanan jadi bisa sedikit lebih berhemat.
"Ayo aku tunjukkan dapurnya," ajak Milea berjalan lebih dulu menuju ke dapurnya.
Milea mengakui bahwa dirinya tidak begitu jago soal urusan dapur apalagi soal urusan memasak, tapi kalau soal melengkapi kebutuhan apa saja yang ada di dalam rumah Milea begitu bersemangat untuk membelanjakan uangnya.
"Lihat, kulkas di rumahku isinya begitu penuh. Bahkan bahan makanan apa saja yang kamu butuhkan ada di dalamnya," tunjuk Milea setelah membuka pintu kulkasnya.
"Wahh untuk apa kamu membeli sayur-sayuran sebanyak itu? Bukankah kalau tidak segera dimasak bisa layu?" heran Karel.
"Iya, makanya kamu jangan beli makan di luar selagi stok makanan masih banyak di rumah. Aku membebaskan kamu mau makan apa saja di rumah ini, asalkan setelah memakai dapur aku minta untuk semuanya dibersihkan kembali, karena aku paling tidak suka ada sedikitpun kotoran di rumahku. ketika waktu kamu longgar, aku juga mau kamu ikut bersih-bersih apapun itu jika ada yang kotor di rumah ini. Aku bukannya tidak sanggup untuk menyewa pembantu ataupun tukang bersih-bersih, hanya saja karena ada kamu di rumah ini jadi aku bisa minta bantuan kamu untuk ikut membersihkan rumah," jelas Milea membuat Karel mengangguk paham.
Karel tidak masalah sama sekali kalaupun dirinya harus ikut membersihkan rumah besarnya Milea, toh rumahnya adalah rumah yang ditempatinya juga jadi harus dirawat seperti rumah sendiri.
"Kenapa kamu masih diam saja? Katanya kamu lapar? Ya udah buruan kamu masak aku tinggal terima jadi aja," suruh Milea sembari bersidekap di depan dada.
Karel menganggukkan kepalanya kemudian melepaskan jaketnya terlebih dahulu, mengambil bahan-bahan makanan yang diperlukannya dari dalam kulkas. Beruntung karena sewaktu orang tuanya masih hidup, Karel selalu diajari untuk hidup mandiri tentang apapun itu, jadi tidak perlu mengandalkan orang lain hanya soal urusan perut.
Milea duduk di meja makan sembari menunggu makanannya jadi, mengamati laki-laki yang sedang masak di dapur dengan begitu santai, membuatnya merasa iri karena ia tidak bisa sesantai itu kalau lagi masak. Kebiasaan di rumahnya yang di Korea sudah ada juru masaknya sendiri, entah kenapa di Indonesia ia tidak mau menyewa pembantu untuk juru masaknya setiap hari.
"Kamu sudah membawa semua barang-barang kamu saat pindah ke sini?" tanya Milea membuat Karel mendongakkan kepalanya.
"Sudah, aku tidak membawa barang-barang lain selain pakaian dan motor saja," ujar Karel menuangkan bahan-bahan yang sudah dipotong ke dalam panci.
"Kenapa?" herannya.
"Apanya? Ya karena memang hanya itu yang aku bawa saat aku merantau," ujar Karel membuat Milea manggut-manggut.
"Kamu masih kuliah?" tanya Milea yang dibalas gelengan oleh laki-laki yang sedang masak.
"Aku berhenti di semester satu," jawab Karel membuat Milea keheranan.
"Kenapa kamu berhenti? Bukankah itu sangat sayang sekali? Apalagi kamu baru semester satu?" heran Milea.
"Yq bagaimana lagi aku tidak punya uang lebih untuk biaya kuliah, pekerjaan yang aku dapatkan ketika sampai di Jakarta pun juga masih sebatas tukang ojek online, jadi belum terlalu bisa diharapkan untuk membiayai kuliahku nanti. Aku juga sambil nyari-nyari pekerjaan yang cocok dan tentunya dengan gaji yang lebih baik, tapi sampai sekarang belum dapat juga," curhat Karel membuat Milea mengangguk paham.
"Kamu mau lanjut kuliah, lagi?" tawar Milea.
"Tentu saja aku mau, tapi balik lagi aku mau ngumpulin duit dulu dan..."
"Biar aku yang membiayai uang kuliah kamu sampai nanti kamu lulus," ujar Milea membuat Karel melebarkan matanya.
"Ha? Maksudnya?" tanya Karel.
"Yeahh aku dulu pernah mengatakan akan memberikan kamu fasilitas, yang bisa kamu nikmati selama kamu berada di rumah ini dan masih dalam perjanjian kontrak kerjasama dengan aku. Asalkan kamu nurut saja dengan apa yang aku inginkan, aku akan memberikan apapun itu kebutuhan kamu. Jadi bagaimana kamu mau lanjut kuliah, lagi?" tawar Milea membuat Karel menganggukkan kepalanya dengan antusias.
"Tentu saja aku mau, aku benar-benar berterima kasih banget kalau kamu mau mengcover biaya kuliahku. Aku janji kalau aku sudah mendapatkan pekerjaan yang baik aku akan menyicil untuk melunasinya," ujar Karel membuat Milea terkekeh.
"Siapa yang menyuruh kamu untuk melunasinya? Aku bahkan tidak menganggap itu adalah sebagai hutang, anggap saja itu sebagai rasa terima kasihku karena kamu udah bantuin aku, buat jadi suami pura-puraku nanti di hadapan orang tuaku." Milea mengalihkan pandangannya dan tidak ingin menatap mata si laki-laki tersebut terlalu lama, karena ternyata menatap terlalu lama membuat jantungnya tidak sehat.
"Sekali lagi terima kasih untuk bantuan yang kamu berikan kepadaku, aku janji aku tidak akan pernah melupakan semua kebaikan kamu. Oya ngomong-ngomong makanannya sudah jadi ayo kita makan malam." Karel hanya menyiapkan dua menu makanan saja kemudian ditaruhnya di meja makan.
"Seumur-umur aku belum pernah makan udang sebelumnya, jadi pas tadi aku lihat di kulkas ada udang makanya langsung aku masak enggak papa, kan?" tanya Karel.
"Tidak papa, aku juga suka udang apalagi di bumbu balado kayak gini aku suka banget," ujar Milea sembari menyendokan nasi dan juga si udang baladonya.
Karel mencoba memakan potongan udang dan merasakannya apakah masakannya pas atau tidak, akan kadar keempukan dari si udang tersebut.
"Duhh kenapa nih?"