Ddrrtt drtt drttt!!
"Euuhhgg siapa sih yang malam-malam begini telepon?" kesal Karel karena suara dari dering ponselnya benar-benar mengganggu waktu tidurnya.
Karel meraba meja yang ada di samping ranjang karena di sanalah ia meletakkan ponselnya, tapi karena melihat yang menelpon adalah nomor asing ia tidak jadi mengangkatnya. Dikiranya masih malam padahal matahari sudah terbit, membuat Karel enggan beranjak.
Ddrrtt drtt drttt!!
"Ya ampun, ganggu banget, sih?" Karel merubah posisinya menjadi duduk, kemudian dengan kesal mengangkat telepon tersebut.
"+6273938****"
"Halo? Siapa sih ganggu banget? Aku lagi tidur tahu, siapa sih ini?"
"Oh jadi menurut kamu aku ganggu, gitu? Aku minta sekarang juga kamu datang ke rumah sakit dan jemput aku, karena aku mau pulang ke rumah hari ini."
"Ha? Ini siapa sih seenaknya nyuruh aku buat menjemput kamu?"
"Aku adalah wanita yang kamu tabrak kemarin, aku juga adalah wanita yang sebentar lagi akan menjadi istri kamu. Sekarang juga kamu jemput aku atau kalau tidak kamu akan rasakan sendiri akibatnya."
"Oh emm iya aku jemput sekarang."
Karel mematikan teleponnya kemudian bergegas menuju ke kamar mandi, untuk membersihkan badannya terlebih dahulu baru setelahnya ia pergi ke rumah sakit.
"Kenapa dia buru-buru banget?" heran Sam yang lagi sarapan melihat Karel seperti lari terbelit-belit menuju ke kamar mandi.
"Mungkin dia udah kebelet pup," sahut Andi yang juga lagi sarapan, sebelum mereka berdua sama-sama berangkat bekerja namun di tempat yang berbeda.
Karel berterima kasih kepada teman-temannya, karena sudah membantu dengan membawa pulang motornya dari bengkel. Walaupun dirinya harus mengeluarkan sejumlah uang untuk perbaikan motor tersebut, tapi itu tidak jadi masalah asalkan ia masih punya kendaraan untuk dibuat bepergian ke sana ke mari.
Merantau ke Jakarta tidak membawa baju terlalu banyak, hingga membuat Karel kebingungan kalau kehabisan baju dan dirinya belum bisa membeli pakaian baru, karena belum mendapatkan pekerjaan yang pasti. Bahkan pakaian dan juga celana yang di bawanya bisa dihitung dengan jari, barang berharga yang di bawanya cuma ponsel dan juga ijazah.
Mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedang, takut-takut kalau nanti Karel tidak fokus lagi dan bisa berakibat buruk lagi seperti sebelumnya. Begitu sudah sampai di rumah sakit, ia langsung menuju ke ruang rawat si wanita tersebut.
CEKLEKK!!
"Akhirnya kamu datang juga, kenapa lama sekali?" ketus Milea begitu melihat Karel sudah masuk ke dalam ruangan rawatnya.
"Siapa dia?" heran Yasmine karena tiba-tiba ada seorang laki-laki asing yang memasuki ruang rawat sahabatnya.
"Dia yang aku ceritakan sama kamu, bagaimana menurutmu?" ujar Milea membuat Yasmine menatap laki-laki asing di hadapannya dari atas sampai bawah.
"Ah dia yang bakalan jadi suami pura-pura kamu?" tanya Yasmine untuk memastikan dan sahabatnya benar menganggukkan kepalanya.
"Coba kamu berikan pendapat, apa aku salah memilih orang? Apa sesuai dengan seleraku?" ujar Milea membuat satu-satunya laki-laki yang ada di dalam ruangan tersebut, menatap mereka berdua dengan penuh kebingungan.
"Pantas saja kamu begitu cepat sekali mengambil keputusan, ternyata benar-benar lumayan." Yasmine memberikan sedikit senyuman kepada laki-laki tampan di hadapannya.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Karel.
"Kenapa kamu hanya berdiam diri di sana? Duduk di situ," suruh Milea menunjuk ke arah sofa yang masih kosong.
"Ah baiklah, terima kasih." Karel di sebelahnya Yasmine namun masih dengan jarak yang cukup jauh.
Yasmine masih ingin mencari tahu lebih jauh lagi tentang laki-laki yang saat ini duduk di sampingnya, rasa penasarannya masih terus membara apalagi ini adalah kali pertama dirinya bertemu dengan Karel.
"Jadi siapa nama kamu dan berapa umur kamu?" tanya Yasmine.
"Aku Karel, 22 tahun," jawab Karel.
"Ha? Seriusan? Dan kamu mau begitu saja menjadi suami pura-puranya, Milea?" tanya Yasmine sembari geleng-geleng kepala.
"Aku sendiri juga tidak tahu kenapa aku mengiyakannya, tapi yang jelas daripada aku harus berakhir di penjara dan aku tidak tahu sampai berapa lama. Aku bukan yang tidak mau bertanggung jawab atas perbuatanku, hanya saja baru beberapa hari lalu aku sampai di Jakarta untuk menggapai masa depanku, kalau sampai aku masuk penjara itu artinya akan mengubur apa yang aku impikan. Aku pikir tidak masalah kalau menjadi suami pura-puranya tante itu," jelas Karel membuat Milea yang mendengarnya seketika melebarkan matanya.
"Enak saja kamu manggil aku, Tante? Masih gadis nih," protes Milea.
"Tapi kalau dipikir-pikir benar juga, usia kita sudah bisa dibilang kayak tante-tante. Kamu enggak lihat apa? Temen-temen kita yang ada di Indonesia sepataran sudah pada menikah semua, kebanyakan dari mereka juga sudah punya anak. Kalau anak mereka ketemu sama kita kan manggilnya pasti, Tante?" ujar Yasmine membuat Milea mendengus kesal.
"Jadi bagaimana mau pulang sekarang atau kapan?" tanya Karel yang merasa sudah tidak betah berada di tengah tante-tante.
"Iya, pulang sekarang. Bantuin aku duduk di kursi roda," pinta Milea.
"Sebentar, kalau begitu aku urus administrasinya dulu sebelum kamu pulang," pamit Karel yang hendak keluar dari ruang rawat tersebut namun lebih dulu ditahan oleh Milea.
"Kamu tidak perlu sampai repot-repot membayar administrasinya, karena aku sudah membayar semuanya lengkap dengan satu lagi korban kecelakaan kemarin. Dia juga sudah aku berikan uang lebih untuk biaya pengobatan selanjutnya, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkannya lagi," ujar Milea membuat Karel benar-benar merasa tidak enak dan berhutang budi banyak.
"Wahh wahhh baik sekali sahabatku ini, pasti ada maunya deh," cibir Yasmine membuat Milea melemparkan tatapan tajam nan mematikan.
"Kamu bisa bawa mobil, enggak?" tanya Yasmine.
"Bisa, kenapa?"
"Nah kalau kamu bisa, kita pulangnya pakai mobilku aja. Tadi kamu ke sini naik apa?" tanyanya.
"Aku naik motor," jawab Karel.
"Ya sudah kalau begitu motornya kamu tinggal di sini aja nanti diambil lagi, aku tidak akan membiarkan sahabatku pulang dari rumah sakit menggunakan motor. Kamu bantuin Milea ke parkiran, aku mau ke toilet sebentar," pamit Yasmine.
Karel mendorong kursi roda tersebut menuju ke parkiran mobil, sepanjang perjalanan menyusuri lorong rumah sakit ada beberapa orang yang melihat terus ke arah mereka. Tentu saja hal tersebut membuat mereka berdua risih, mereka bukan artis jadi tidak seharusnya menjadi pusat perhatian seperti itu.
"Kenapa mereka nglihatin kita terus, ya?" heran Milea.
"Aku juga enggak tahu," sahut Karel kemudian bersikap bodo amat dan tak memperdulikan orang-orang yang menatap mereka.
"Mobilnya yang mana?" tanya Karel.
"Aku juga enggak tahu, kita tunggu Yasmine sampai datang dulu. Lagian itu anak ke mana sih katanya cuma ke toilet sebentar? Tapi kenapa lama banget enggak balik-balik?" kesal Milea karena dirinya belum menghafal nomor plat mobil sahabatnya.