"Lu mau pulang kan? Gua antar ya."
"Engga."
"Kenapa? Gua itu kan pacar lu sekarang."
"Engga. Gua bukan siapa-siapa lu. Gua bukan pacar lu."
"Lu ga bisa begitu dong. Itu artinya sama aja lu melanggar janji lu sendiri."
Aneisha terdiam sejenak. Seperti ada yang sedang dia pikirkan. Kemudian setelah itu Aneisha kembali angkat bicara.
"Oke gua mau jadi pacar lu."
"Yesh. Emang udah kewajiban lu buat jadi pacar gua."
"Tapi gua juga ada permintaan sama lu."
"Apa sayang? Demi pacar pasti gua akan lakukan."
"Mulai saat ini, lu ga boleh lagi buat onar di sekolah. Lu harus datang tepat waktu ke sekolah, pakai pakaian yang rapih, ga boleh berantem lagi di sekolah, ga boleh cabut jam pelajaran lagi, pokoknya lu ga boleh buat masalah lagi di sekolah ini. Karena gua ga mau punya pacar yang suka buat onar di sekolah. Deal?"
Tanpa berpikir panjang Gavriel langsung menuruti semua keinginan Aneisha. Aneisha tidak menyangkanya sama sekali. Karena Aneisha mengira jika Gavriel akan menyerah dan tidak akan menjadi pacarnya. Tetapi kenyataannya Gavriel menerimanya dengan sangat mudah. Membuat Aneisha merasa kebingungan sendiri.
"Oke deal. Gua akan melakukan itu semua. Demi lu."
Aniesha yang tidak mau kalah dengan Gavriel melanjutkan perdebatan itu. Berharap jika Gavriel akan menyerah dan membatalkan semua perjanjian yang sudah Aneisha buat sendiri.
"Lu yakin bakalan bisa melakukan semuanya? Kalau lu ga bisa, kita putus. Dan lu jangan ganggu hidup gua sama Devian lagi."
"Oke. Gua tetap deal sama permintaan lu itu. Karena gua yakin kalau gua bakalan bisa melakukan itu semua dan memenangkannya. Sampai akhirnya lu yang kalah dan lu akan menjadi pacar gua slamnya."
"Dih, pee banget lu."
"Yaudah sekarang pulangnya gua antar ya. Gua kan sekarang udah jadi pacar lu."
Berbeda dengan kejadian kemarin sore dimana Aneisha berharap sang kakak tidak menjemputnya karena Devian mau mengantarkannya. Kali ini Aneisha berharap jika sang kakak segera tiba di sekolah dan menjemputnya. Supaya dirinya tidak diantar pulang oleh Gavriel. Dan kebetulan tidak lama kemudian kak Felix tiba di sekolah.
"Itu kakak gua udah sampai. Lu ga perlu repot-repot antar gua ke rumah. Gua duluan ya Zora. Hati-hati lu sama manusia yang satu ini. Bye."
"I... Iya. Bye."
Zora yang merasa takut dengan keberadaan Gavriel hanya menjawab gurauan Aneisha dengan gugup. Untuk menghindar dari Gavriel, Zora berpura-pura jika dirinya sudah dijemput. Padahal jemputannya belum tiba di sekolah. Sedangkan Aneisha sudah masuk ke dalam mobil.
Zora melirik ke arah Gavriel dengan ragu.
"Kenapa lu lirik-lirik gua? Lu suka sama gua? Sorry ya, sekarang itu gua pacarnya sahabat lu. Ya kali lu nikung sahabat lu sendiri," tanya Gavriel dengan sangat percaya dirnya.
"Eng.. Engga kok. Gua balik duluan ya. Udah di jemput di sana. Bye."
Zora pergi meninggalkan Gavriel dengan sangat terburu-buru. Gavriel yang melihat tingkah Zora hanya tersenyum tipis. Dan kemudian setelah itu Gavriel juga pergi meninggalkan sekolah. Tetapi bukan untuk pulang ke rumahnya. Kebiasaan Gavriel setelah pulang sekolah adalah nongkrong dan kumpul bersama dengan teman-teman anak geng motornya.
*****
Hari telah kembali berganti. Aneisha dan teman-teman yang lainnya yang berstatus murid harus melakukan kewajiban mereka kembali untuk belajar di sekolah. Di pagi hari sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, sambil menunggu bel berbunyi ada beberapa murid yang menunggunya sambil mendengarkan lagu di mejanya.
"Sumpah demi apa pun juga Devian udah pacar-able banget. Udah ganteng, pinter, ketua OSIS, ah udahlah. Apa, sih yang kurang? Beda banget sama Gavriel," ucap Zora tiba-tiba ketika dia melihat Devian berjalan di depan kelas.
"Kalau Gavriel, tuh, ganteng sih, hm, lumayan. Tapi bodoh. Udah gitu, berandalannya keterlaluan. Kan, malu, punya pacar yang kerjaannya bikin onar terus. Ya, walaupun dia berantem cuma sama orang yang udah buat masalah duluan sama dia, tapi tetap aja, malu-maluin," sambungnya.
"Ya, udah sih, ganteng itu relatif. Selera cewek itu beda-beda," protes Helen.
"Ya, tapi yang kaya gitu tuh, engga banget deh, Hel."
Helen mendelik, "idih, terserah lu deh."
"Ehm, Aneisha ada?"
Tiba-tiba, suara Gavriel terdengar. Aneisha, Helen dan Zora menoleh. Zoras yang habis membicarakan Gavriel langsung merasa panik. Takut Gavriel mendengar semua ucapannya tadi.
"Kenapa lu cariin gua?" tanya Aneisha dengan sangat sinisnya.
"Ga;ak banget sih pacar gua. Jadi makin sayang."
"Ga jelas deh lu. Ngapain sih lu cari gua?"
"Kita ke kantin yuk sekarang. Gua udah ga buat onar ya pagi ini. Jadi lu harus nurut sama pacar lu yang satu ini."
"Lu gila kali ya. Ini udah mau jam masuk sebentar lagi. Malah ngajak gua ke kantin. Pacar macam apa lu?"
Gavriel tersenyum tipis kepada Aneisha.
"Kenapa senyum-senyum gitu lu?" tanya Aneisha.
"Akhirnya lu mengakui juga kalo gua ini pacar lu."
Aneisha hanya terdiam. Kali ini dia tidak bisa membantahnya lagi.
"Siaan. Kenapa gua bicara kaya gitu sih tadi," ucap Aneisha di dalam hatinya.
"Sekarang itu kan kita udah pacaran, seharusnya kita ga boleh panggil gua dan lu. Seharusnya kita saling panggil aku dan kamu."
"Idih, ga mau gua."
"Belajar aja dulu ga apa-apa. Nanti lama-lama juga kebiasa. Yaudah kamu belajarnya yang semangat ya. Aku mau ke tempat duduk aku."
Seketika Gavriel berbicara aku kamu di depan Aneisha dan kedua sahabatnya. Membuat mereka semua merasa aneh ketika mendengarnya. Karena selama ini Gavriel adalah jagoan di sekolah, tukang buat onar, orang yang kasar dan tiba-tiba saja dia berbicara dengan menggunakan kata aku dan kamu. Membuat mereka smua merasa heran dengannya.
"Ga jelas banget tuh orang," ucap Aneisha.
Setelah itu tongkrongan mereka bertiga bubar begitu saja. Karena sebentar lagi kegiatan belajar mengajar juga akan segera dimulai.
******
Kring... Kring... Kring....
Bel sekolah menandakan jika kegiatan belajar mengajar di sekolah telah selesai. Semua murid diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing.
"Yuk, balik," ajak Gavriel kepada Aneisha sambil menarik tangannya begitu saja.
Aneisha menengok. Gavriel sudah menggendol tas nya di pundak. Kali ini dia tidak bersama Evans dan Barra. Mungkin karena dia sudah niat untuk pulang bersama dengan Aneisha. Bukan dengan kedua temannya.
"Aduh, ini orang kenapa sih. Udah bawa-bawa tas segala. Wah, gua harus cepat-cepat kabur dari sini," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Gavriel menatap gua dengan senyum dikulum.
"Duh, Gavriel kenapa tatap gua sambil senyum kaya gitu sih. Manis sih, sempat bikin gua lupa diri untuk sesaat," ucap Aneisha kembali di dalam hatinya.
Tetapi remasan kuat tangan Helen menyadarkan Aneisha dari lamunannya.
-TBC-