"Astaga. Jadi gitu ceritanya. Gua harus meluruskan ini semua."
"Eh, lu mau kemana?" tanya Devian sambil menahan Aneisha dengan tengannya.
"Gua harus jelasin ini semua. Karena Gavriel ga sepenuhnya salah."
"Dia itu tetap salah, Neish. Ga seharusnya kan diselesaikan dengan kekerasaan. Kan bisa diselesaikan secara baik-baik."
"Tapi gua tetap mau coba bicara sama Guru Bimbingan Konseling."
Aneisha tetap pergi menyusul Gavriel ke ruang Bimbingan Konseling. Aneisha tidak mendengarkan perkataan Devian sama sekali. Sepertinya Aneisha sudah mulai peduli dengan Gavriel.
"Sialan. Kenapa Aneisha jadi belain Gavriel kaya gini sih?" batin Devian.
******
Di dalam ruang Bimbingan Konseling.
"Gavriel. Kamu lagi, kamu lagi. Kamu ga ada bosan-bosannya ya masuk ke ruangan ini? Baru berapa hari ini kamu ga terdengar bertengkar lagi. Sekarang kenapa kamu bertengkar lagi?"
"Iya, Pak. Kemarin itu saya di awasi sama cewek saya, makanya saya ga berantem. Sekarang cewek saya lagi ngambek sama saya. Makanya saya ga ada yang awasi," jawab Gavriel dengan santainya sambil tersenyum.
"Kamu ini bercanda saja. Saya sedang bicara serius ya."
"Saya juga serius, Pak."
Tiba-tiba saja seseorang masuk dari balik pintu. Dan ternyata dia adalah Aneisha. Gavriel yang melihat kedatangan Aneisha di sana langsung tersenyum sumringah.
"Itu dia cewek saya, Pak," ucap Gavriel dengan seenak jidatnya.
Guru Bimbingan Konseling itu langsung melirik ke arah Aneisha.
"Kamu ngapain ke sini? Ada keperluan apa?"
"Saya cuma mau menjelaskan apa yang terjadi, Pak."
"Emangnya kamu tahu apa yang sudah terjadi?"
"Jadi Gavriel itu ga sembarangan menghajar dia begitu aja, Pak. Itu semua karena dia udah meminta uang secara paksa ke junior. Ma dari itu Gavriel membela junior itu," jelas Aneisha dengan penuh keyakinan. Gavriel yang melihat pembelaan dari Aneisha langsung tersenyum sumringah.
"Kamu melihat kejadiannya?"
"Enggak, Pak. Tapi Bapak bisa tanyakan aja sama kedua teman Gavriel yang tadi ada di tempat juga."
"Coba kamu panggilkan mereka ke sini."
"Baik, Pak."
Ketika Aneisha hendak pergi keluar dari ruangan, tiba-tiba saja Gavriel memanggilnya.
"Aneisha."
Aneisha langsung membalikkan tubuhnya dengan tatapan tajamnya tanpa berkata-kata.
"Makasih ya sayang."
Aneisha membelalakkan matanya dan seraya pergi begitu saja.
"Kalau bukan karena kebenaran, males juga gua belain tuh makhluk," batin Aneisha.
Setelah itu Aneisha langsung berlarian pergi menuju ke dalam kelas. Aneisha meminta kedua teman Gavriel untuk menjadi saksi di depan Guru Bimbingan Konseling. Supaya Gabriel tidak mendapatkan hukuman atas apa yang telah dilakukannya. Walaupun dia tetap salah karena telah memukuli siswa lain, tetapi di satu sisi Gavriel juga tidak sepenuhnya bersalah.
Setelah semua urusan selesai, akhirnya Gavriel, Aneisha dan murid yang lainnya yang memiliki kepentingan di sana keluar dari ruangan. Keputusan terakhir Gavriel tetap mendapatkan hukuman karena sudah main hakim sendiri. Hukumannya itu berupa skors sekolah selama 3 hari kedepan. Gavriel tidak boleh masuk ke sekolah selama 3 hari.
"Gimana Neish kelanjutan masalah Gavriel?" tanya Zora.
"Gavriel tetap di skors selama 3 hari."
Devian yang sudah mendengar percakapan antara Aneisha dan Zora pun tersenyum.
"Akhirnya dia mendapatkan hukuman juga. Makanya jadi orang jangan sok jagoan," ucap Devian di dalam hatinya.
"Ya ampun. Kasihan banget ya. Padahal dia ga sepenuhnya salah."
"Ya mau gimana lagi. Keputusan Guru Bimbingan Konseling udah seperti itu."
"Lu kenapa senyum-senyum sendiri Devian?" tanya Helen.
"Enggak. Enggak kenapa-kenapa. Emangnya ga boleh kalau gua senyum? Yaudah gua cabut dulu ya."
Devian langsung pergi begitu saja meninggalkan Aneisha, Zora dan Helen.
"Aneh banget. Gua yakin Devian itu senang karena Gavriel di skors. Karena biar bagaimana pun mereka berdua itu kan musuhan. Udah kaya Tom and Jerry."
"Ga boleh suudzon. Masa iya Devian seperti itu. Udah ah ayo kita juga masuk," sambung Aneisha yang masih saja membela Devian karena rasa kagumnya kepada Devian.
Semua murid yang berkaitan dengan masalah Gavriel di kantin tadi pagi pun kembali ke kelas mereka masing-masing. Karena kegiatan belajar mengajar harus tetap berjalan.
******
Kring... Kring... Kring...
Jam pulang sekolah telah tiba. Semua murid diperbolehkan untuk meninggalkan sekolah.
"Pulang sama siapa nih jadinya sekarang? Ayang nya ga ada di sini," ledek Zora.
"Apaan deh lu. Gua juga lagi sebel banget sama kak Felix. Dia itu sekarang udah punya pacar. Makanya gua diabaikan," jawab Aneisha sambil memperlihatkan wajah kesalnya.
"Apa? Jadi kak Felix udah punya pacar? Yahh, terus gimana nasib gua dong?" sambung Helen.
Helen memang sebenarnya mempunyai perasaan kepada kak Felix, kakak dari Aneisha. Terlepas semuanya itu benar atau tidak, yang jelas Helen selalu tergila-gila ketika melihat kak Felix di depan mata. Dan selalu menganggap jika kak Felix adalah kekasihnya.
"Yehh, ngarep banget lu. Aneisha juga ga mau kali jadi adik ipar lu," ucap Zora asal.
"Yehhh sirik aja lu."
Tin! Tin!
Suara sepeda motor milik Gavriel. Suara sepeda motor yang sudah tidak asing lagi bagi Aneisha dan murid yang lainnya. Karena sepeda motor miliknya itu selalu membuat keributan di sekolah ketika hendak tawuran antar sekolah. Aneisha dan kedua temannya langsung menengok ke sumber suara.
"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Belahan hati udah datang tuh," ledek Zora.
"Apaan sih lu," jawab Aneisha dengan cepatnya.
"Ayo pulang sama gua," ajak Gavriel tanpa basa-basi.
"Enggak mau."
"Terus mau nya pulang sama siapa? Kakak lu ga bisa jemput kan? Mau nunggu taksi kaya kemarin lagi? Kalau enggak gua pesan juga ga akan datang taksi kemarin."
"Jadi kemarin yang pesan taksi itu lu?"
"Iya lah. Gua pesanin buat lu sebagai pacar yang baik hati dan tidak sombong. Sekarang pulang sama gua naik motor aja ya."
Aneisha terdiam. Dia sebenarnya mau pulang tetapi tidak dengan Gavriel. Namun di satu sisi Aneisha juga takut jika dia tidak bisa mendapatkan taksi untuk pulang. Dan untuk menerima Gavriel pulang bareng begitu saja Aneisha juga merasa gengsi.
"Udah lah mau aja. Daripada nanti ga bisa pulang," ucap Zora.
"Iya. Bahaya juga lagi cewek pulang sendirian," sambung Helen.
"Tuh, temen lu aja paham. Udah, ayo naik."
"Ini orang berdua kenapa malah dukun gua supaya pulang bareng sama Gavriel sih. Nyebelin banget," ucap Aneisha di dalam hatinya.
"Ayo. Tunggu apa lagi?" ucap Gavriel kembali sambil memberikan helm yang sengaja dia bawa untuk Aneish.
"Yaudah iya, iya. Kali ini gua juga karena terpaksa ya. Bukan karena gua ada rasa sama lu."
"Iyaa. Terserah sekarang lu mau bilang apa. Nanti lama-lama juga lu ada rasa sama gua."
"Idih, najis banget," batin Aneisha.
Aneisha langsung menaiki sepeda motor milik Gavriel. Dengan wajah yang kesal, mau tidak mau Aneisha harus pulang bersama dengan Gavriel. Laki-laki yang tidak pernah dia bayangkan selama ini untuk pulang bersama. Apalagi untuk menjadi pacarnya.
-TBC-