"Gimana tuh si Gavriel?" tanya Evans.
"Udah biarin aja dia menenangkan diri dulu. Kasih dia waktu buat sendiri dulu. Mending kita juga cabut ke tempat biasa."
"Oke."
Evans dan Barra memilih untuk pergi ke tempat tongkrongan biasa mereka dan membiarkan Gavriel menikmati waktunya sendiri untuk menenangkan dirinya dari permasalahan tadi.
******
Di dalam mobil Aneisha.
Sepanjang perjalanan sejak Aneisha masuk ke dalam mobil, Aneisha terus melamunkan sesuatu. Seperti ada yang sedang dia pikirkan.
"Sebenarnya tadi Gavriel itu sweet sih emang. Cewek mana yang ga mau diperlakukan seperti itu. Dan gua keterlaluan ga sih nolak Gavriel seperti itu? Tapi mau gimana? Gua emang ga suka sama dia. Masa iya gua terima dia tapi hati gua aja ga buat dia," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Kak Felix yang sedari tadi memperhatikan tingkah aneh dari Aneisha pun langsung bertanya kepadanya. Membuat Aneisha terkejut dari lamunannya.
"Dek, dek. Woy lu kenapa sih?" teriak kak Felix tepat di samping telinga Aneisha.
"Apa sih kak teriak-teriak kaya gitu. Telinga gua masih berfungsi dengan baik kali. Gua ga budek."
"Ya lagian dari tadi gua panggil ga denger. Melamun terus juga lagi. Kenapa sih lu?"
"Engga. Gua ga kenapa-kenapa."
"Jangan-jangan lu lagi berantem ya sama pacar lu?"
"Ih apa sih kak. Dia itu bukan pacar gua. Udah ah fokus nyetir aja. Gua mau istirahat."
"Yaudah deh iya...."
Felix sebagai sang kakak sebenarnya hanya khawatir dengan keadaan sang adik semata wayangnya itu. Tetap caranya saja yang kurang tepat. Sehingga menimbulkan rasa emosi dari diri Aneisha dan Felix hanya bisa diam untuk saat ini.
*****
Sedangkan Evans dan Barra saat ini sedang nongkrong di salah satu basecamp tempat mereka biasa berkumpul. Tiba-tiba saja Barra mendapatkan telepon dari seseorang.
"Iya hallo. Apa? Serius lu? Dimana? Oke, oke gua ke sana sekarang."
Evans dan semua teman yang lainnya terkejut setelah mendengar ucapan dari Barra barusan.
"Kenapa Bar? Ada apa?"
"Gavriel katanya lagi tawuran sama anak tongkrongan di sana. Gua juga ga tahu penyebabnya apa. Pasti ada sesuatu dari anak tongkrongan itu yang buat Gavriel sampai marah seperti itu."
"Gua yakin sih semua ini karena Aneisha."
"Udah kita ga usah banyak diskusi. Lebih baik sekarang kita langsung ke tempat kejadian aja. Kita bantu Gavriel."
"Iya, ayo."
Akhirnya Evans, Barra dan semua teman Gavriel yang lainnya langsung saja menuju ke tempat dimana Gavriel berkelahi dengan anak tongkrongan lain. Kebetulan daerahnyabtidak jauh dari basecamp mereka. Sehingga mereka bisa tiba di tempat dengan cepat.
Ternyata benar saja, setibanya di tempat, Gavriel sudah sedang berkelahi dengan anak tongkrongan di tempat sana. Semua teman-teman Gavriel berusaha untuk memberhentikannya.
"Udah, udah. Lu kenapa sih jadi kaya gini lagi?" ucap Barra.
"Mereka duluan yang mulai. Mereka selalu aja buat kerusuhan di sini. Mereka selalu menggoda cewek yang lewat sini."
"Terus apa urusannya sama lu?" teriak salah satu dari mereka.
"Ya jelas ada lah. Cewek itu di jaga, bukan di rusak. Sini lu maju."
"Sini maju."
"Udah lah ga usah berantem sama mereka. Ga ada gunanya. Kan lu sendiri yang bilang kalau sekarang kita jangan sering-sering berantem ga jelas lagi. Udah yuk balik aja."
Gavriel tiab-tiba terdiam. Yang dia pikirkan saat ini adalah Aneisha. Dia hanya teringat jika Aneisha yang diperlakukan seperti itu oleh laki-laki lain. Digoda, bahkan sampai dilecehkan. Sudah pasti Gavriel akan menjadi orang yang sangat marah.
"Awas aja lu pada kalau masih seperti itu. Gua habisin lu semua."
"Ayoo, sinii. Kita ga takut."
Gavriel sebenarnya masih sangat ingin melawan mereka semua. Tetapi semua teman Gavriel berusaha untuk menghentikan perkelahian itu. Hingga akhirnya Gavriel pun berhasil dijauhkan dari tempat itu.
"Kalian kenapa ke sini? Kalian tahu dari mana kalau gua di sini?" tanya Gavriel.
"Gua di telepon sama teman tongkrongan gua yang lainnya di daerah sini juga. Dia lihat lu lagi berantem katanya sama anak sini. Makanya kita langsung ke sini," jawab Barra.
"Seharusnya kalian ga usah ke sini. Gua bisa selesaikan urusan gua sendiri."
"Bisa selesaiin sendiri gimana? Lu sendiri, sedangkan mereka banyak gitu orangnya."
"Gua ga peduli."
"Lu kenapa jadi kaya gini lagi sih? Apa semuanya karena Aneisha? Makanya lu jadi kaya gini lagi? Iya?"
"Ini semua ga ada urusannya sama dia. Udah, lebih baik kalian semua kembali aja lagi ke tempat biasa. Gua mau pergi."
"Mau kemana lagi lu?"
"Bukan urusan lu semua."
Lagi-lagi Gavriel pergi tanpa memberitahukan kemana dia akan pergi kepada teman-teman dekatnya. Hari ini Gavriel benar-benar sedang kacau. Dia bersikap liar kembali setelah terjadi penolakan dari Aneisha tadi siang.
"Gimana nih? Kita biarin dia pergi gitu aja lagi? Nanti kalau dia kenapa-kenapa lagi gimana?" tanya Evans.
"Udah lu sama yang lainnya balik aja lagi. Gavriel, biar gua aja yang urus."
"Gua juga ikut lu deh."
"Ga usah. Lu stay di sana aja. Kalau nanti gua butuh lu semua, gua bisa langsung hubungi lu."
"Yaudah kalau gitu berkabar terus ya."
"Pasti."
"Yaudah yuk cabut semuanya," perintah Evans kepada teman-teman yang lainnya.
"Terus Gavriel gimana?"
"Barra yang bakalan ikutin dia dari belakang. Nanti Barra juga akan berkabar ke kita tentang Gavriel."
"Yaudah kalau gitu."
Akhirnya Barra memutuskan untuk mengikuti kepergian Gavriel karena dia dan temsnnyang lainnya khawatir dengan keadaan Gavriel saat ini. Sedangkan Evans dan teman yang lainnya kembali ke basecamp tempat biasa mereka nongkrong. Barra dan Evans akan saling berkabar mengenai kondisi Gavriel nantinya. Karena bagiamana pun mereka semua saling peduli antara satu dengan yang lainnya.
******
Aneisha baru saja tiba di rumahnya bersama dengan kak Felix. Setibanya di rumah Aneisha langsung masuk ke dalam kamarnya begitu saja. Padahal biasanya Aneisha selalu makan siang terlebih dahulu di meja makan, baru setelah itu dia istirahat di dalam kamarnya.
"Selamat siang, Non. Bibi udah masakin makanan kesukaan Non. Silahkan di makan, Non," sapa Bi Siem, asisten rumah tangga Aneisha dan Felix.
Tetapi Aneisha justru hanya terdiam seribu bahasa. Dia mengabaikan Bi Siem begitu saja dan langsung menutup pintu kamarnya. Bi Siem terlihat kebingungan dengan sikap Aneisha. Bi Siem melihat ke arah Felix, dan Felix hanya bisa menggelengkan kepalanya. Seakan-akan Felix sudah tahu jika Bi Siem akan bertanya tentang sikap aneh Aneisha kepadanya. Maka dari itu Felix langsung menjawabnya dengan gerakan kepala.
"Yaudah biarin aja, Bi. Nanti kalau dia laper, dia makan sendiri."
"I... Iya, Den."
-TBC-