"Lu cariin Gavriel, Neish?"
"Engga. Siapa juga yang cariin. Gua cari Helen."
"Ohh gitu."
"Iya lah. Ngapain juga gua nyariin dia. Ga penting banget."
"Iya deh iya."
Aneisha dengan cepatnya langsung mencari-cari alasan supaya dirinya tidak ketahuan jika dia memang sedang mencari Gavriel. Untung saja alasan yang dilontarkan Aneisha kepada Zora tepat. Karena Helen memang duduk tepat dibelakangnya. Walaupun sebenarnya Zora tidak yakin dengan alasan yang diberikan oleh Aneisha. Dan dia masih yakin jika Aneisha memang mencari keberadaan Gavriel saat ini.
Kegiatan belajar mengajar di kelas berjalan dengan baik. Semua siswa dan siswi fokus dengan apa yang disampaikan oleh sang Guru. Walaupun ada beberapa siswa atau siswi yang membuat kegaduhan karena kurang fokus, tetapi semua itu masih bisa di handle oleh Guru yang mengajar di kelas. Hingga akhirnya tidak terasa kegiatan belajar mengajar pada jam pertama telah selesai. Kini waktunya semua murid diperbolehkan untuk istirahat pertama sebelum melanjutkan kegiatan belajar mengajar kembali.
Lagi-lagi Aneisha menengok ke arah tempat duduk Gavriel. Padahal dia sudah tahu jawabannya jika Gavriel tidak ada di sana. Selama kegiatan belajar mengajar tadi juga Gavriel tidak masuk ke dalam kelas.
"Gavriel kemana ya? Apa dia berulah lagi di luar sekolah? Dasar ya itu anak masih aja kaya preman," pikir Aneisha di dalam hatinya.
"Lu kenapa Neish?" tanya Zora yang dapat menyadarkan Aneisha dari lamunannya.
"Engga, gua ga kenapa-kenapa. Yaudah kita ke kantin yuk. Gua ga bawa bekal nih hari ini."
"Ayo."
"Ikut," sambung Helen.
Aneisha, Zora dan Helen pun pergi ke kantin belakang sekolah untuk membeli beberapa makanan dan minuman untuk mengganjal perut mereka yang sudah mulai kelaparan. Di kantin sana mereka bertiga bertemu dengan dua teman dekat Gavriel. Yaitu Barra dan Evans.
"Aneisha. Gavriel ga sama lu ya ternyata?" tanya Evans.
"Ya engga lah. Emangnya gua emaknya yang tahu dimana keberadaan Gavriel. Emang dia ga sama mereka?"
Jawaban Aneisha sangat jutek sekali. Tetapi memberikan nilai jika dia juga sebenarnya mengkhawatirkan keberadaan Gavriel saat ini.
"Ya engga lah Neish. Kalau sama kita, ngapain kita nanya lu. Kita juga ga dapet kabar dari Gavriel sejak kemarin sore. Terakhir kemarin sore dia beranrem sama anak tongkrongan lain."
"Apa? Berantem lagi? Gara-gara apa?"
"Gara-garanya itu anak geng mau menggoda cewek gitu. Dan Gabriel ga suka sama sikap mereka. Makanya diajak berantem sama Gavriel."
"Ya ampun. Sebenarnya semua sikap kasar dia itu pasti karena ada sebabnya. Termasuk niat baik sih. Tapi kenapa jalan keluarnya harus bertengkar sih?" ucap Aneisha di dalam hatinya.
"Woy, Neish. Kenapa lu?" tanya Barra.
"Engga, gua ga kenapa-kenapa."
"Yaudah kalau gitu. Nanti kalau dia kabarin lu, lu langsung kabarin kita ya."
"Oke. Itu juga kalau gua ingat."
"Yaudah terserah lu. Bye."
Karena tidak mendapatkan jawaban dari Aneisha, Barra dan Evans pun langsung pergi meninggalkan kantin sekolah. Sudah bisa dipastikan mereka akan pergi ke warung belakang sekolah bersama dengan teman-teman yang lainnya.
Setelah mendengar kabar tentang Gavriel, tiba-tiba saja raut wajah Aneisha berubah 180 derajat. Aneisha langsung terdiam tanpa bisa berkata apa-apa lagi.
"Lu ga kenapa-kenapa Neish?" tanya Helen memastikan.
"Engga, gua ga kenapa-kenapa."
Tidak lama kemudian ada salah satu teman satu organisasi Aneisha yang menghampirinya.
"Aneisha, sekarang juga kita dipanggil ke ruang OSIS ya. Soalnya ada yang mau diomongin sama Devian."
"Oh, iya. Gua nyusul ke sana nanti."
"Oke."
Orang itu langsung pergi meninggalkan Aneisha. Aneisha pun segera bergegas untuk pergi ke ruang OSIS. Padahal dia belum sempat makan atau minum sama sekali. Tetapi jika dia tidak secepatnya pergi ke ruang OSIS, Aneisha takut diberhentikan jabatannya begitu saja. Karena untuk bisa menjadi anggota OSIS syaratnya tidak mudah.
"Yaudah kalau gitu gua ke ruang OSIS dulu ya," ucap Aneisha.
"Lu ga apa-apa tapi Neish?" tanya Helen kembali untuk memastikannya.
"Iya gua ga kenapa-kenapa."
"Tapi lu belum makan sama sekali loh. Ini, bawa aja makanannya. Sambil makan aja nanti di sana."
"Ga usah, ribet. Nanti ga boleh juga pasti sama Devian. Gampang itu mah. Nanti gua makan di kelas aja. Bye."
"Oke. Bye."
Aneisha tetap pergi ke ruang OSIS tanpa menerima tawaran makanan dari Helen.
"Kayanya si Aneisha mulai suka beneran tuh sama Gavriel," celetuk Zora.
"Kok lu bisa bilang gitu?" tanya Helen.
"Ketahuan banget dari wajahnya Aneisha yang kelihatan khawatir ketika dia tahu kalau keberadaan Gavriel sekarang lagi ga jelas."
"Iya juga sih. Tapi jangan sampai deh lu bicara seperti itu ke Aneisha langsung. Nanti yang ada dia ngamuk sama kita."
"Iya, iya."
"Yaudah kita balik ke kelas yuk. Udah selesai kan jajannya?"
"Iya, udah nih."
Zora dan Helen memutuskan untuk kembali ke kelas mereka. Mereka akan memakan jajanan yang sudah mereka beli di dalam kelas sambil menunggu jam pelajaran kedua dimulai.
******
Di dalam ruang OSIS.
Rapat sudah dimulai sejak tadi. Devian dan wakilnya membicarakan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan di sekolah. Aneisha yang bisanya selalu fokus dan giat dalam melakukan kegiatan positif apapun itu, kali ini Aneisha terdiam saja dan justru dia malah melamun.
"Gavriel kemana ya? Kenapa dia seperti itu lagi sih? Apa dia udah menyerah buat jadi pacar gua makanya dia kaya gitu? Seharusnya gua senang kalau Gavriel kalah dari tantangan yang gua buat. Tapi kenapa justru gau sekarang malah khawatir ya sama dia?" pikir Aneisha di dalam hatinya.
Devian yang juga memerhatikan Aneisha sedari tadi bertanya-tanya di dalam hatinya dengan apa yang sedang terjadi pada Aneisha saat ini. Aneisha saat ini benar-benar terlihat sangat tidak fokus. Devian pun langsung menegur Aneisha.
"Aneisha. Aneisha," panggil Devian.
"Eh, iya sorry. Kenapa Devian?"
"Lu dari tadi ga memperhatikan apa yang gua dan teman-teman lain bicarakan ya?"
"Engga, gua merhatiin kok."
"Kalau gitu coba lu simpulkan rapat kali ini. Apa aja yang udah kita bahas dan kita akan melakukan apa untuk kedepannya."
"Hmmm, jadi tadi itu membahas tentang..."
Aneisha terlihat sangat gugup dan juga kebingungan. Aneisha saat ini bukan lah Aneisha yang Devian dan teman-teman organisasi lainnya kenal. Biasanya ketika diberikan waktu untuk bicara, pasti Aneisha sangat lancar dan terlihat sangat berpendidikan semua kata yang keluar dari mulutnya. Namun saat ini semuanya sangat berbeda.
"Tuh kan, lu ga memperhatikan apa yang udah kita bicarakan dari tadi. Lu tuh kenapa sih Neish? Ada masalah apa? Pembahasan kita kali ini penting banget loh," tanya Devian dengan nada yang sedikit tinggi.
Aneisha sebelumnya tidak pernah melihat dan mendapatkan perlakuan seperti perlakuan Devian kepadanya. Sehingga membuat hati Aneisha terasa sakit. Tanpa di sadari Aneisha mengeluarkan air matanya. Kemudian Aneisha langsung keluar dari dalam ruang OSIS begitu saja.
"Sorry," ucap Aneisha dengan sangat singkat sambil meninggalkan ruangan itu.
-TBC-