Kring... Kring... Kring....
Bel sekolah menandakan jika kegiatan belajar mengajar di sekolah telah selesai. Semua murid diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing.
"Yuk, balik," ajak Gavriel kepada Aneisha sambil menarik tangannya begitu saja.
Aneisha menengok. Gavriel sudah menggendol tas nya di pundak. Kali ini dia tidak bersama Evans dan Barra. Mungkin karena dia sudah niat untuk pulang bersama dengan Aneisha. Bukan dengan kedua temannya.
"Aduh, ini orang kenapa sih. Udah bawa-bawa tas segala. Wah, gua harus cepat-cepat kabur dari sini," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Gavriel menatap gua dengan senyum dikulum.
"Duh, Gavriel kenapa tatap gua sambil senyum kaya gitu sih. Manis sih, sempat bikin gua lupa diri untuk sesaat," ucap Aneisha kembali di dalam hatinya.
Tetapi remasan kuat tangan Helen menyadarkan Aneisha dari lamunannya.
"Yuk, balik!" ucap Gavriel kembali. Aneisha menoleh ke arah Helen dan Zora yang menatap Aneisha dengan penuh tanya.
"Engga usah. Gua dijemput," jawab Aneisha berbohong. Karena Aneisha tidak begitu yakin kak Felix bisa menjemputnya, mengingat tugas-tugas kuliahnya yang menumpuk.
"Tapi, daripada balik sama dia, si kunyuk, mending gua jalan kaki sampai gempor," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Gavriel menaikkan sebelah alisnya dengan tampang sok ganteng. Dosa apa Aneisha harus terjebak sama orang yang kaya begini?
"Siapa yang jemput lu? Udah batalin aja, lu balik sama gua!" katanya memerintah.
Aneisha mengernyit, berusaha menunjukkan ekspresi terganggu.
"Idih, emangnya lu siapa? Gua bisa balik sama siapa pun yang gua mau. Obviously, itu bukan lu."
Tepat saat itu handphone Aneisha berdering.
"Emang ya doa anak sholehah didengar. Gua di kasih jalan untuk menghindari Gavriel," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Aneisha menampilkan senyum meremehkan, yang langsung dibalas Gavriel dengan tatapan sinis. Tanpa memedulikan tatapannya, Aneisha mengusap layar handphone nya lalu menempelkannya ke telinga.
"Halo?" sapa Aneisha. Di seberang sana suaranya berisik banget, kaya lagi konser.
"Aneisha!" Kak Felix berteriak. Ya maklum, kalau engga gitu suaranya enggak bakal kedengaran.
"Lu dimana? Astaga...," balas Aneisha seraya menjauhkan handphone dari telinga, menghindari resiko kerusakan gendang telinga.
Tidak lama kemudian suara kak Felix terdengar lagi. Kali ini suaranya lebih senyap dan dia tidak teriak lagi.
"Duh sorry, gua lupa ada acara. Lo balik naik taksi ga apa-apa kan? Ada uang nya ga?"
"Mampus! Ini niatnya mau menghindari Gavriel, kok malah makin terjebak, sih?" ucap Aneisha di dalam hatinya. Aneisha menghela napas.
"Yaudah deh."
Aneisha langsung mematikan handphone nya. Bete. Setelah ini Aneisha pasti meminta kak Felix untuk membelikannya es krim sekontainer. Entah salah apa sampai Aneisha di kasih hukuman terjebak sama orang seperti Gavriel.
Aneisha melirik Gavriel.
"Jadi?" tanya Gavriel dengan senyum yang luar biasa menyebalkan.
"Gua balik naik taksi aja."
Aneisha langsung berjalan ke luar gerbang, dan berdiri di pinggir jalan untuk menunggu taksi. Secara ajaib Gavriel tidak mengikuti Aneisha. Tapi tidak lama kemudian, terdengar suara motor. Suara motor-mptorn sport yang bunyinya ngegerung banget. Pokoknya motor standar cowok-cowok ganteng dunia penovelan. Motor siapa lagi kalau bukan motor Gavriel.
"Buruan naik!" perintah Gavriel sejenak jidat.
"Engga mau," jawab Aneisha.
Aneisha tidak segampang itu dibujuk naik ke motor cowok. Apalagi motor cowoknya kaya Gavriel. Aneisha berpikir yang ada dia yang cari kesempatan dalam kesempitan. Mepet-mepet Aneisha atau yang lainnya.
"Udah deh. Lu mau pulang apa engga sih? Enggak akan ada taksi jam segini. Penuh!" katanya, masih ngotot. Aneisha sama sekali tidak menghiraukan ucapannya.
"Enggak mau. Gua mau balik naik taksi aja," jawab Aneisha keukeuh. Pokoknya atas dasar alasan apa pun kecuali kepepet level expert, Aneisha tidak akan pernah mau boncengan sama Gavriel. Titik.
Gavriel berdecak.
"Yaudah. Udah bagus ya gua nawarin lu. Kalau enggak mau, gua duluan deh. Daaaah!" katanya seraya berjalan pergi.
"Tuh, kan, bukan tipe cowok idaman banget. Di mana-mana juga, kalau ceweknya enggak mau diantar pulang, ya ditungguin, lah. Masa ceweknya ditinggal sendirian? Kalau gua diculik sama om-om gimana? Ih, kalau ada Devian, dia pasti enggak bakal biarin gua nunggu sendirian di sini. Dia pasti bakal nemenin gua atau dia yang nyariin taksi," ucap Aneisha sendirian.
"Ehm, Aneisha?"
Pucuk dicintai ulam pun tiba. Panjang umur nih, Devian. Baru juga dipikirin sama Aneisha udah nongol aja. Aneisha sudah sangat yakin jika Devian pasti bakal nemenin dia atau Devian yang cariin taksi untuknya. Atau jangan-jangan mereka berdua mempunyai ikatan batin? Hm, bisa jadi... Bisa jadi...
Aneisha tersenyum kecil.
"Hai, Devian!" sapa Aneisha.
Devian balik tersenyum.
"Lu engga balik?"
"Mau, kok. Ini lagi nungguin taksi," jawab Aneisha. Meskipun Aneisha tidak yakin bakal ada taksi lewat dekat-dekat sini, sih.
Devian membenarkan letak tas ranselnya.
"mana ada yang lewat jam segini mah," katanya.
Devian lalu mengeluarkan handphone dari saku.
"Gua teleponin aja ya, sebentar."
Aneisha hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
"Tuh kan, pengertian banget. Beda sama Gavriel," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Tiba-tiba, sebelum Devian sempat menelepon operator taksi, terdapat sebuah taksi yang menepi.
"Teh Aneisha?" tanya pak sopirnya.
Aneisha menatapnya heran. Dari mana dia tahu nama dirinya coba.
"Kita pernah ketemu sebelumnya?" tanya Aneisha otomatis. Siapa tahu dia taksi langganan kak Felix atau siapa, kan, mana tahu.
"Bukan, Teh, tadi saya disuruh nyari yang namanya Teh Aneisha di depan SMA Harapan Bangsa."
Aneisha melirik Devian dengan penuh tanya. Mungkin saja dia yang memesan taksi online. Tapi, dia balas menatap Aneisha dengan tatapan yang sama bingungnya. Berarti bukan Devian. Siapa dong?
"Lah, emang yang pesan taksi Bapak siapa?" tanya Aneisha lagi.
Sopir taksi itu menggeleng.
"Engga bilang, Teh."
"Yaudah lah. Ini masih sore. Dan semoga aja Bapaknya enggak berniat jahat," pikir Aneisha sambil menyelipkan sedikit anak rambut ke belakang telinga.
"Em... Yaudah, deh."
Aneisha membuka pintu belakang taksi.
"Gua duluan ya, Devian. Bye."
Devian tersenyum.
"Bye. Hati-hati ya!" katanya.
"Pak, titip dia ya."
"Alamak, senyumnya! Cameron Dallas aja kalah deh. Sumpah," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Aneisha lalu menutup pintu, dan taksi pun melaju menuju rumah Aneisha. Tetapi Aneisha masih penasaran, siapa yang udah pesan taksi ini.
"Yang nelpon siapa emangnya Pak? Laki-laki atau perempuan?" tanya Aneisha kepada sopir taksi itu.
"Wah, Bapak juga kurang tahu, Teh. Bapak kan cuma menerima orderan dari pusat. Pacar Teteh mungkin?" tanyanya.
Aneisha terus bertanya-tanya siapa yang sudah memesankan taksi untuknya. Karena Aneisha tidak merasa memiliki pacar untuk saat ini.
"Ah, ya kali Gavriel? Mustahil banget dia mau pesanan taksi buat gua," pikir Aneisha di dalam hatinya.
-TBC-