"Gavriel, stop!! Gua akan melakukan apa aja asalkan lu mau stop, berhenti jangan hajar Devian lagi kaya gini."
Setelah mendengar ucapan dari Aneisha seperti itu Gavriel pun langsung menghentikan perbuatannya. Gavriel menatap kedua mata Aneisha untuk memastikan jika ucapannya tadi akan benar-benar ditepati.
"Lu serius mau melakukan apa aja buat gua?"
"Iya, gua janji. Tapi sekarang lu pergi dulu dari sini."
"Oke kalau gitu. Dan buat lu, jangan mentang-mentang lu ketua OSIS, lu bisa atur orang lain sejenak lu."
Setelah itu Gavriel pergi meninggalkan Devian. Aneisha yang sangat khawatir dengan kondisi Devian saat ini langsung menghampirinya dan membantunya untuk pergi ke ruang UKS. Supaya luka Devian bisa segera di obati olehnya.
"Ayo kita ke UKS sekarang. Luka kamu harus segera di obatin. Sini, aku bantu," ucap Aneisha yang hanya di balas dengan anggukan kepala oleh Devian. Karena saat ini Devian benar-benar sudah tidak berdaya. Sedangkan Helen pergi ke dalam kelas.
"Gua ke kelas duluan ya. Supaya kalau ditanya sama Guru, gua bisa jelasin kenapa lu ga ada di kelas," ucap Helen.
"Iya, Len. Makasih ya."
"Sama-sama Neish."
******
Di luar sekolah.
Di luar sekolah, tepatnya dibelakang sekolah terdapat warung kecil yang biasa dijadikan tempat tongkrongan bagi murid-murid yang bandel seperti Gavriel dan geng nya. Warung itu bagaikan markas oleh Gavriel dan teman-teman satu geng nya. Warung itu dikenal dengan warung pojok karena letaknya yang berada di pojok belakang sekolah. Dan kali ini mereka semua sedang berada di sana. Tidak seperti biasanya. Kali ini Gavriel lebih kalem dari biasanya. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini.
"Lu kenapa? Ga kaya biasanya lu kaya gitu," tanya Barra, salah satu teman dekat Gavriel.
"Gua kesal banget sama cowok yang cemen, lemah."
"Emangnya yang lu maksud siapa?"
"Itu si Devian. Masa dia nyerah gitu aja setelah si Aneisha bilang bakalan lakuin apa aja supaya gua berhenti hajar dia. Kalau gua jadi Devian, gua rela mati daripada cewek yang jadi korbannya."
"Jadi maksud lu Aneisha itu korban dari lu? Hahaha."
"Ya ga gitu juga maksud gua. Susah emang ya ngomong sama lu semua."
Setelah itu Gavriel langsung pergi meninggalkan warung pojok.
"Woy, mau kemana lu?" teriak Evans.
"Cabut."
Gavriel tetap meninggalkan kedua temamnnya. Sedangkan kedua temannya dan teman-teman yang lainnya masih tetap berdiam diri di warung pojok sekolah itu.
******
Di dalam kelas.
Kali ini semua murid di sekolah sedang beristirahat. Di dalam kelas sana terdapat berbagai macam kegiatan murid masing-masing. Ada yang makan siang dengan teman-temannya, ada yang sambil gosip, sedangkan murid laki-lakinya ada yang sambil main alat musik yang bernama gitar. Mungkin menurut mereka, mereka itu keren. Aneisha dan teman-temannya saat ini sedang makan siang dengan ditemani sebuah lagu dari handphone milik Zora. Tiba-tiba saja Gavriel datang menghampiri mereka.
"Aniesha," panggil Gavriel dengan sangat cool nya. Aneisha yang mendengar namanya dipanggil hanya me liriknya dengan tatapan yang sinis.
"Sinis banget sih lu liatin gua nya. Kita kan sekarang udah pacaran."
"Idih, jangan gila deh lu."
"Engga. Gua ga gila. Sekarang kan kita emang udah pacaran."
"Sejak kapan coba."
"Sejak detik ini. Lu masih ingat kan sama janji lu tadi? Dan permintaan gua yang pertama, gua mau lu jadi pacar gua."
"Ya ga bisa gitu lah."
"Bisa lah. Tadi lu sendiri yang bilang apa aja. Sekarang lu pacar gua. Lu kalau mau pulang atau kemana pun itu harus sama gua. Ga boleh bantah. Sampai ketemu nanti lagi."
Setelah itu Gavriel langsung pergi meninggalkan Aneisha dan kedua temannya tanpa mendengarkan jawaban dari Aneisha. Aneisha merasa sangat kesal dengan sikap Gavriel kepadanya. Tetapi Aneisha memang sudah berjanji kepada Gavriel akan melakukan apa saja hanya demi keselamatan Devian.
"Udah gila emang itu orang. Seenaknya bilang sekarang jadi pacar gua tanpa sepertujuan gua," ucap Aneisha dengan sangat kesal.
"Tapi salah lu juga sih Neish. Kenapa coba lu bilang kaya gitu ke dia. Udah tau tuh anak emang udah ga waras."
"Ya mau gimana lagi. Gua juga ngelakuin itu semua terpaksa. Demi Devian."
"Emang susah ya kalo orang udah bucin. Hahaha."
"Yehh, kaya ga bucin aja lu."
Setelah itu Aneisha dan kedua temannya melanjutkan kegiatan mereka. Hingga akhirnya kegiatan belajar mengajar dimulai kembali. Semua murid kembali ke tempat duduknya masing-masing dengan tertib.
******
Kring... Kring... Kring...
Bel sekolah kembali berbunyi. Kali ini menandakan jika semua murid sudah diperbolehkan untuk kembali ke rumah masing-masing.
"Bye Neish, Zora. Kalian dijemput kan?" tanya Helen.
"Iya nih gua di jemput. Paling sebentar lagi sampai," jawab Zora.
"Iya gua juga," sambung Aneisha.
"Yaudah kalo gitu gua duluan ya. Gua udah dijemput tuh sama ayang gua."
"Yehh dasar lu bucin."
"Ya biarin. Hahaha. Bye..."
"Bye."
Helen memang sudah mempunyai kekasih saat ini. Kekasihnya lebih tua satu tahun dengannya. Kakak kelasnya. Tetapi berbeda sekolah. Walaupun begitu sang kekasih tetap menjemput Helen ketika jam sekolah Helen sudah selesai. Tidak lama kemudian Gavriel kembali datang menghampiri Aneisha dan Zora.
"Lu mau pulang kan? Gua antar ya."
"Engga."
"Kenapa? Gua itu kan pacar lu sekarang."
"Engga. Gua bukan siapa-siapa lu. Gua bukan pacar lu."
"Lu ga bisa begitu dong. Itu artinya sama aja lu melanggar janji lu sendiri."
Aneisha terdiam sejenak. Seperti ada yang sedang dia pikirkan. Kemudian setelah itu Aneisha kembali angkat bicara.
"Oke gua mau jadi pacar lu."
"Yesh. Emang udah kewajiban lu buat jadi pacar gua."
"Tapi gua juga ada permintaan sama lu."
"Apa sayang? Demi pacar pasti gua akan lakukan."
"Mulai saat ini, lu ga boleh lagi buat onar di sekolah. Lu harus datang tepat waktu ke sekolah, pakai pakaian yang rapih, ga boleh berantem lagi di sekolah, ga boleh cabut jam pelajaran lagi, pokoknya lu ga boleh buat masalah lagi di sekolah ini. Karena gua ga mau punya pacar yang suka buat onar di sekolah. Deal?"
Tanpa berpikir panjang Gavriel langsung menuruti semua keinginan Aneisha. Aneisha tidak menyangkanya sama sekali. Karena Aneisha mengira jika Gavriel akan menyerah dan tidak akan menjadi pacarnya. Tetapi kenyataannya Gavriel menerimanya dengan sangat mudah. Membuat Aneisha merasa kebingungan sendiri.
"Oke deal. Gua akan melakukan itu semua. Demi lu."
Aniesha yang tidak mau kalah dengan Gavriel melanjutkan perdebatan itu. Berharap jika Gavriel akan menyerah dan membatalkan semua perjanjian yang sudah Aneisha buat sendiri.
-TBC-