"Kak Felix mana sih. Lama banget. Katanya udah di jalan. Jangan-jangan dia bohong. Belum di jalan tapi bilangnya udah di jalan," ucap Aneisha sendirian.
Tiba-tiba saja terdengar suara sepeda motor yang mendekatinya. Aneisha sangat hafal siapa pemilik suara sepeda motor itu. Suara sepeda motor itu berhenti ketika sudah berada tepat di hadapan Aneisha.
"Aneisha. Sendirian aja? Lu pulang sama siapa emang?"
Aneisha tersenyum-senyum sendiri melihat kedatangannya. Siapa lagi yang bisa membuat senyuman Aneisha lebar seperti itu kalau bukan Devian.
"Iya nih. Gua lagi nunggu kakak gua. Katanya si lagi di jalan. Tapi ga tau belum sampai juga sampai sekarang."
"Yaudah kalo gitu pulang bareng gua aja. Kasihan lu kalo harus nungguin sendirian di sini. Lu chat aja kakak lu kasih tau kalo lu udah pulang sama gua. Supaya dia juga ga nyariin lu."
Belum sempat Aneisha menjawab tawaran dari Devian, tiba-tiba saja ada seseorang yang memanggil namanya lagi.
"Aneisha."
"Kak Felix? Kenapa sih dia datang di saat yang ga tepat. Kenapa ga nanti aja. Ga tau apa gua mau pulang bareng sama Devian. Kalo kaya gini gua gagal dong pulang sama Devian," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Karena Aneisha terdiam melakukan kegalauan nya yang tidak jadi pulang dengan Devian hari ini, kak Felix terus memanggil namanya.
"Aneisha. Ayo pulang. Kenapa malah melamun lu?"
Devian yang tidak tau jika Felix itu adalah kakak dari Aneisha langsung bertanya kepadanya.
"Itu kakak lu?"
"I... Iya itu kakak gua."
"Ohh.... Syukurlah kalau kakak lu udah sampai. Gih, pulang. Gua juga mau balik ya. Bye."
"I... Iya. Bye."
Devian pun langsung menancapkan gas sepeda motor miliknya dan pulang ke rumahnya. Aneisha yang tidak jadi pulang bersama dengan Devian terlihat sangat kesal. Dan kekesalannya itu dia lampiaskan kepada kakak nya sendiri.
Aneisha membuka pintu mobil dan menutupnya dengan sangat keras. Membuat Felix yang melihatnya kebingungan. Ditambah dengan wajah Aneisha yang ditekuk dan terlihat sangat kesal.
"Lu kenapa? Kenapa muka lu ditekuk kaya gitu?" tanya kak Felix.
"Lu kenapa datang sekarang sih? Kenapa ga nanti aja?"
"Yehh, aneh lu. Tadi marah-marah suruh gua supaya cepat-cepat jemput lu. Giliran udah dijemput masih marah-marah juga."
"Iyaaa. Soalnya tadi hampir aja gua mau diantar pulang sama cowok yang gua suka. Gara-gara lu datang, ga jadi deh gua diantar sama dia."
"Ohh jadi begitu. Yaudah sih ga usah marah-marah. Lagian masih kecil juga lu. Ga boleh pacar-pacaran. Gua aja ga pacaran."
"Tau ah. Yaudah sekarang kita pulang."
"Iya, iya."
Kini Aneisha dan kak Felix pulang ke rumahnya. Di rumahnya sudah siap semua makan malam untuk mereka berdua yang sudah di siapkan oleh asisten rumahnya. Semua kebutuhan Aneisha dan Felix dilakukan oleh asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh kedua orangtuanya. Mereka berdua memang sangat dimanjakan dengan segala fasilitas yang ada. Itu semua juga karena Ayah dan Mamah nya yang merasa bersalah karena sudah terlalu sering meninggalkan mereka berdua.
******
Hari kembali berganti. Sebagai seorang pelajar, Aneisha dan Felix kembali ke sekolah dan kampus mereka untuk menuntut ilmu di sana. Kali ini mereka berdua tidak terlambat. Karena sejak pago-pagi buta Aneisha sudah bangun dari tidurnya dan dia juga sudah membangunkan sang kakak untuk segera bersiap-siap dan mengantarnya ke sekolah. Itu semua Aneisha lakukan supaya citra dirinya tidak jelek di depan Devian. Laki-laki yang dia kagumi saat ini.
"Aneisha, akhirnya lu datang juga," teriak Helen.
"Ada apa sih? Kok kayanya lu kelihatan panik banget kaya gitu."
"Gavriel, Nesh. Dia berantem lagi di kantin."
"Emang udah jadi kebiasaan dia kan. Udah lah biarin aja. Bukan urusan kita."
"Tapi masalahnya sekarang dia berantem sama Devian."
"Apa? Devian berantem sama Gavriel? Kok bisa?"
"Gua juga ga tau kronologis jelasnya gimana. Yang gua tau Devian tegur Gavriel tapi Gavriel ga terima."
"Ya ampun. Gua mau ke sana sekarang juga."
"Tunggu Neish. Gua ikut."
Aneisha berlarian pergi menuju ke kantin sekolah yang di susul oleh Helen. Setibanya di sana Gavriel sedang mengajar Devian habis-habisan. Jelas saja Devian kalah dengan Gavriel. Karena Gavriel sudah terbiasa bertengkar, sedangkan Devian hampir tidak pernah bertengkar. Untuk melawan orang seperti Gavriel pastinya membutuhkan effort yang lebih.
Terlihat sangat jelas jika Devian kelelahann saat ini. Dia sudah tidak berdaya lagi dan hanya bisa pasrah ketika di pukul oleh Gavriel. Sedangkan murid yang lainnya tidak berani untuk memisahkannya. Karena mereka semua takut dengan Gavriel. Setibanya di sana Aneisha langsung berusaha untuk memisahkan mereka berdua.
"Stop, stop!! Gavriel, stop!!"
Gavriel yang melihat keberadaan Aneisha dan memintanya untuk berhenti, tetapi tetap saja Gavriel tidak mau berhenti begitu saja. Dia masih terus mengajar Devian dengan tenaga penuh. Aneisha menangis melihat Devian dihajar habis-habisan oleh Devian seperti itu.
"Gavriel, stop!! Gua akan melakukan apa aja asalkan lu mau stop, berhenti jangan hajar Devian lagi kaya gini."
Setelah mendengar ucapan dari Aneisha seperti itu Gavriel pun langsung menghentikan perbuatannya. Gavriel menatap kedua mata Aneisha untuk memastikan jika ucapannya tadi akan benar-benar ditepati.
"Lu serius mau melakukan apa aja buat gua?"
"Iya, gua janji. Tapi sekarang lu pergi dulu dari sini."
"Oke kalau gitu. Dan buat lu, jangan mentang-mentang lu ketua OSIS, lu bisa atur orang lain sejenak lu."
Setelah itu Gavriel pergi meninggalkan Devian. Aneisha yang sangat khawatir dengan kondisi Devian saat ini langsung menghampirinya dan membantunya untuk pergi ke ruang UKS. Supaya luka Devian bisa segera di obati olehnya.
"Ayo kita ke UKS sekarang. Luka kamu harus segera di obatin. Sini, aku bantu," ucap Aneisha yang hanya di balas dengan anggukan kepala oleh Devian. Karena saat ini Devian benar-benar sudah tidak berdaya. Sedangkan Helen pergi ke dalam kelas.
"Gua ke kelas duluan ya. Supaya kalau ditanya sama Guru, gua bisa jelasin kenapa lu ga ada di kelas," ucap Helen.
"Iya, Len. Makasih ya."
"Sama-sama Neish."
******
Di luar sekolah.
Di luar sekolah, tepatnya dibelakang sekolah terdapat warung kecil yang biasa dijadikan tempat tongkrongan bagi murid-murid yang bandel seperti Gavriel dan geng nya. Warung itu bagaikan markas oleh Gavriel dan teman-teman satu geng nya. Warung itu dikenal dengan warung pojok karena letaknya yang berada di pojok belakang sekolah. Dan kali ini mereka semua sedang berada di sana. Tidak seperti biasanya. Kali ini Gavriel lebih kalem dari biasanya. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini.
-TBC-