Chereads / Be My Love / Chapter 13 - Kau Bersamaku 1 

Chapter 13 - Kau Bersamaku 1 

Angin bertiup menerbangkan dedaunan, suara gemuruh terdengar di atas. Ellen mendongak menatap langit mendung, ia menghela napas panjang.

Kalau hujan, ia akan kesulitan menyusul Liu di klinik.

"Liu, kenapa harus aku yang mengejarmu terus, ini melelahkan." Ellen mengeluh, merapikan bawaannya dan berdiri.

Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan dari atas langit, Ellen berlari kecil menuju luar kampus, halte bus agak penuh, mungkin karena harinya akan hujan jadi semua orang berbondong-bondong mencari tempat berlindung.

Ellen merapat ke sisi kiri, untungnya ia tidak bertahan lama berdiri di sana, bus datang dan semua orang langsung naik.

"Oh, maaf." Ellen hampir saja tersandung kaki seorang wanita yang sudah lebih dulu duduk di depannya.

Wanita itu melirik Ellen, ia mengangguk ketus dan tidak berkata apa-apa.

Ellen tidak mendapat tempat duduk dan ia berdiri berdesakkan dengan empat laki-laki, keningnya berkerut, merasa sedikit aneh. Tidak biasanya bus yang mengantarnya ke klinik dipenuhi penumpang, apalagi kebanyakan penumpangnya adalah orang dewasa, bukan orang tua yang sakit-sakitan.

Ellen menggelengkan kepalanya, berusaha berpikir positif.

Mungkin saja mereka punya tujuan lain selalin klinik Liu.

Bus berjalan dengan pelan, beberapa pasang mata saling melirik pada Ellen, mereka mengangguk tanpa suara.

Ellen mengutak-atik ponselnya selama beberapa saat, hingga di jalanan yang mulai sepi tiba-tiba saja bus berhenti.

Seseorang mendorongnya dari depan.

"Hei, apa …." Belum sempat Ellen menyelesaikan perkataannya, ia didorong lagi menuju pintu keluar, empat laki-laki yang menjadi penumpang bus tadi serentak mendekat dan menatapnya dengan aneh.

Termasuk, wanita yang hampir Ellen sandung tadi kakinya.

"Kau Ellen Petunia, kan?" Wanita itu bersedekap, di depannya dua laki-laki menyeret Ellen keluar dari dalam bus. "Benar ini memang dia."

"Apa … apaan ini?"

Ellen berusaha memberontak, tapi dua laki-laki itu lebih kuat dan membuatnya dengan mudah terdorong turun dari bus.

"Kukira Ellen seperti apa sampai Olive ketakutan, tapi nyatanya hanya seperti ini." Wanita itu mengibaskan rambutnya, mereka berlima turun dan bus langsung melaju.

"Siapa kalian?!" Ellen berteriak, matanya melirik sekitar dengan awas.

Sepertinya mereka berlima sengaja membuat bus berhenti di areal pertokoan yang terbengkalai, tidak banyak orang yang berlalu lalang di sini, hanya para tunawisma yang acuh tak acuh memungut barang-barang di bak sampah.

"Kau tidak perlu tahu siapa kami," kata satu-satunya wanita yang ada di depan Ellen, is mengisyaratkan empat laki-laki yang bersamanya membawa Ellen ke suatu tempat. "Tapi kami menemuimu untuk memberi pelajaran karena kau … Olive masuk rumah sakit dan ia sedikit stress."

Ellen menggertakkan gigi, ia tidak menyangka kalau dia harus terlibat dengan hal-hal seperti ini, sudah di kampus ia dibully sekarang dalam perjalanan pun ia mengalami hal yang sama.

Ellen menjadi yakin kalau sebenarnya drinya ini sedang dinaungi oleh Dewi kesialan.

"Aku tidak melakukan apa-apa dengan Olive, dia pingsan sendiri, masuk rumah sakit dan stress sendiri, kenapa harus aku yang disalahkan?"

Ellen tidak bisa tidak membela dirinya, apalagi sekarang ia dikelilingi lima orang yang tubuhnya lebih besar dari dirinya, jika ia diam saja seperti perlakukan Olive dan yang lainnya di kampus, ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya nanti.

Ellen diseret ke sudut toko yang terpencil dan ia terhempas ke sudut.

"Kau tidak ada hubungannya? Benarkah?" Wanita itu terkekeh, ia membuka bungkus permen karet dan memasukkan isi ke dalam mulutnya. "Olive ketakutan hanya dengan melihatmu, mengaku sajalah ... apa yang sebenarnya kau lakukan pada Olive sampai seperti itu?"

"Aku bilang, aku tidak melakukan apa-apa!" Ellen mendengkus, ia merapatkan tas ke pelukannya, takut kalau buku-buku yang ia bawa hari ini bernasib sama seperti sebelumnya. "Lebih baik kalian mengurus Olive saja dibandingkan a …."

PLAK!

Rasa panas langsung menjalar di pipi Ellen, wanita itu mengangkat tangannya dengan gemetar.

Ia ditampar, tanpa basa-basi ia ditampar?

Ellen mengusap pipinya, berbalik dan ia menatap tajam pada wanita itu.

"Kalian semua dengar apa yang ia katakan?" Wanita itu melambaikan tangannya yang baru saja menampar Ellen. "Lakukan saja, terserah kalian mau apa, aku tidak peduli. Buat dia jera karena berani menganggu olive."

Empat orang laki-laki itu terkekeh, salah satu dari mereka menarik jaket yang Ellen pakai dan wanita itu terhuyung.

"Lepas!" Ellen mengayunkan tas, tapi ia tetaplah seorang wanita yang tidak berdaya di hadapan seorang laki-laki, ia jatuh dan kakinya tanpa basa-basi ditendang. "Ah, sakit!"

"Sakit? Olive juga sakit melihatmu." Wanita itu menangkat tangannya dan menjambak rambut Olive dengan keras. "Aku harap setelah ini kau akan menjaga dirimu di depan Olive, mengerti?"

Ellen menarik tangan yang menjambak rambutnya, kakinya ditendang lagi dan ia ditarik dengan kasar ke depan.

Ellen jatuh dan kedua tangannya tergores lantai, wanita itu meringis.

Belum sempat ia bangkit, salah satu laki-laki yang mengeilinginya menendang tubuhnya.

BRUKH!

Ellen menahan napas, rasa kram diiiringi dengan rasa panas mulai terasa di perutnya. Ini bukan lagi pembullyan, ini adalah pengeroyokan, ia akan dipukuli habis-habisan!

Satu pukulan mengenai bahunya, Ellen memejamkan mata erat-erat, tas yang ia pegang terlempar beberapa langkah ke belakang, buku-buku berserak di atas tanah dan terinjak.

"Ya ampun, kau menangis?" Wanita itu tersenyum mengejek, orang-orang di sekitar tidak ada yang peduli, bahkan mereka berpura-pura tidak melihat apa-apa. "Lakukan lebih keras lagi, jangan takut, tidak akan ada yang membantunya di tempat ini."

"Oke!" Empat laki-laki itu mulai bersemangat, mereka semua sudah dibayar dan tidak lagi merasa kasihan pada Ellen, di jaman sekarang, uang lebih penting daripada empati.

Ellen meringkuk menahan rasa sakit yang bertubi-tubi di tubuhnya, rambutnya dijambak, ia ditarik, dipukul dan ditendang, diperlakukan tidak manusiawi.

"Inilah yang akan kau rasakan kalau kau berani mengganggu Olive," kata wanita itu dengan tangan terayun, ia menampar Ellen lagi.

PLAK!

Ellen mengatupkan bibirnya rapat-rapat, cairan hangat mengalir keluar dari hidung, menetes ke atas tanah dan pandangannya mulai mengabur.

Kedua tangan Ellen bertopang pada lantai dan tubuhnya mulai goyah. Wanita dan empat laki-laki di sekitar mereka tertawa, melontarkan kata-kata kasar penuh ejekan pada Ellen.

"Ingat ya, jangan main-main lagi dengan Olive kalau kau tidak ingin mengalami hal seperti ini lagi." Wanita itu memungut buku dan melemparkannya ke wajah Ellen. "Ini hanya peringatan ringan, kalau sesuatu yang buruk terjadi … kami akan melakukan lebih dari ini."

Ellen mengusap hidungnya yang berdarah dan mendongak menatap wanita itu, ia meludah.

"Cih, apa kalian kira aku … tidak bisa apa-apa?" Mata wanita itu melotot, marah. Ia tidak pernah memperlihatkan ekspresi seperti ini walau sekejam apa pun ia dibully di kampus.

Ellen berdiri, menyingsingkan lengan bajunya dan tiba-tiba menerjang wanita yang ada di depannya, ia menggigit tangannya dengan kuat.

"Akh! Lepas!" Wanita itu terjatuh bersama Ellen yang menindihnya, gigi Ellen mengoyak tangan wanita itu dengan kuat.

"Apa yang kalian lakukan?! Jangan diam saja, cepat bantu aku!"