Anak kecil itu memeluk ku. Bajuku basah, seperti nya dia menangis. Perasaan ku campur aduk, apakah ini rasanya di ingin kan seseorang? Apakah ini rasanya di khawatir kan oleh seseorang? Beginikah rasanya? Sungguh nyaman. Laki-laki berkacamata tadi juga kembali membawa kotak p3k. Dia langsung duduk, membuka kotak obat dan langsung mengobati luka di dahiku. Perasaan apa ini? Kenapa perasaan ini hadir lagi? Kenapa!! Tidak, aku tidak boleh merasakan hal apapun.
Aku langsung menurunkan anak kecil tadi dan berdiri, mereka menatapku dengan tatapan bertanya. Tidak jangan, aku tidak boleh merasakan hal apapun. Aku harus tetap mati rasa seperti sebelumnya!!, Aku langsung meninggalkan tempat itu, karena kebetulan lonceng tanda masuk sudah berbunyi.
•
Aku menutup mataku dengan tanganku, merasakan nyamannya berbaring di tengah hujan deras dan perihnya luka yang aku dapatkan hari ini. Para bajingan itu, tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan, jadinya mereka memukuli ku di tengah lapangan tepat saat murid pulang. Dan aku kembali menjadi tontonan gratis untuk mereka semua.
Aku merasakan air hujannya berhenti menyentuh wajahku. Saat membuka mata, aku melihat si laki-laki berkacamata dan laki-laki berambut biru si kakak anak kecil kemarin. Mereka memayungi ku, dan menatap iba padaku. Sial! Aku benci sekali tatapan itu. Aku bangun lalu segera mengambil ransel ku dan pergi dari sana.
"Ck, tidak tau tahu terimakasih", gumam si rambut biru.
"Aku tak meminta mu untuk menolongku", Setelah nya aku langsung pergi darisana. Kenapa dia harus peduli kalau akhirnya akan sama seperti mereka.
Hujan semakin deras, dunia terasa sangat sepi di cuaca seperti ini. Terasa begitu nyaman karena hanya ada aku sendirian disini. Aku sangat suka hujan. Gelap dan dingin, sama seperti hatiku yang selalu di landa hujan. Aku suka hujan karena hanya mereka yang bisa menutup rasa sakit ku. Ahh aku lupa, aku harus pergi bekerja!!.
∞∞∞∞∞∞∞∞∞
Normal POV
Saat jam istirahat makan siang terdengar heboh. Zivanna yang mendengar suara ribut langsung pergi ke lapangan utama sekolah untuk melihat apa yang sedang terjadi. padahal tidak biasanya dia kepo seperti itu. Zivanna tau pasti para bajingan bangsat itu yang membuat keributan. Tapi biasanya mereka hanya akan melakukan nya setelah pulang sekolah.
"Dasar bangsat!!, Gimana caranya lo balikin mobil pacar gue hah!! Lo aja miskinn, anj*ng!!"
"M-maaf...."
"Maaf lo ngga bisa ngebalikin semuanya, bangsatt!!"
Zivanna menoleh kan kepalanya ke arah mobil yang di maksud kan. Dia mungkin terlihat tidak peduli, tapi dia termasuk gadis yang cukup peka terhadap apa yang terjadi di sekitar nya. Zivanna yang sudah tidak tahan lagi, memutuskan untuk pergi. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara tangisan anak kecil yang sangat di kenalnya.
Zivanna membulat kan matanya, saat tahu siapa yang membuat masalah dengan para bajingan bangsat itu. Itu laki-laki kemarin. Si laki-laki berambut biru dan si kacamata itu juga ada disana. Bagaimana bisa?
Anak kecil itu menangis sangat kencang dan memohon pada para bajingan itu agar tidak menghajar kakaknya lagi. Suara tangisannya begitu menyayat hati, bahkan hati Zivanna yang sudah lama mati itu juga merasakan nya.
"Pergi lo anak miskin!!!", Bajingan itu menendang sang anak kecil hingga dirinya terlempar, beruntung sang kakak dapat menyelematkan nya. Tapi tetap saja dia terluka dan bahkan sampai pingsan.
"Woi, yang sopan dong bangsat!", Laki-laki berambut biru itu marah. Dia tidak suka juga adik kesayangannya di sakiti, biarkan saja dia yang tersakiti tapi jangan adiknya nya.
"Berani lo sama gue, sekali gue lapor lo bisa aja mampus dari sekolah bahkan dari dunia ini!", Bajingan bernama Hyerin itu berucap sembari menatap laki-laki rambut biru itu dengan tatapan menghina.
Tiba-tiba saja satu sekolah terdiam kaku. Melihat Mike terbaring tak sadarkan diri dengan darah yang berlumuran keluar dari kepalanya.
"MIKE!!!", Teriak Hyerin panik saat melihat pacarnya terbaring mengenaskan di tanah. Hyerin menatap Zivanna. Si pelaku yang dengan sadisnya memukul laki-laki bajingan tadi dengan tongkat baseball yang ia temukan di gudang sekolah.
"Berani lo, anjing!!", Kali ini Hyerin lah yang pingsan, terbaring mengenaskan sama seperti pacarnya itu. Zivanna sudah cukup sabar dengan kelakuan mereka selama ini yang suka semena-mena terhadap orang lain. Dan kali ini bajingan itu salah sudah mengusik temannya. Iya, seperti nya Zivanna sudah kembali membuka hatinya untuk kembali berteman.
Zivanna berjalan menuju salah satu anak buah Hyerin. Menyuruh nya untuk mengambil tongkat baseball itu, dan berbisik sesuatu yang membuat seluruh sekolah merinding mendengar suara deep tone miliknya.
"Mati kalian, bajingan", tentu saja itu bukan sekedar ancaman. Zivanna benar-benar mengatakan nya dan akan melakukan nya jika di perlukan. Seperti nya dia juga sudah cukup diam selama ini.
Zivanna menatap seluruh sekolah terutama kepala sekolah dan guru-guru yang melihat kejadian itu. Tatapan mematikan nya mampu membuat mereka semua tidak berani menatapnya balik. Mereka tau arti dari tatapan itu. Mereka akan tetap diam sampai nanti Hyerin dan Mike sendiri yang turun tangan. Mereka tidak akan menyia-nyiakan nyawa mereka untuk para bajingan yang sok kaya itu.
Zivanna kemudian berjalan ke arah anak kecil tadi, dan menggendong nya. Dia tidak suka melihat anak yang masih kecil harus tersakiti. Si rambut biru dan si kacamata juga mengikuti nya, meski awalnya mereka ragu karena sudah melihat bagaimana sifat asli seorang Zivanna.
Mereka bertiga kini berada di rumah milik si rambut biru. Kebetulan rumahnya begitu dekat dengan sekolah. Zivanna dengan telaten membersihkan luka lecet di siku dan lutut nya Rifky. Sementara kedua laki-laki tadi sibuk mengobati diri mereka sendiri, karena Zivanna menolak mengobati mereka.
"Uhmmm....anu....apa kau tidak takut mereka akan membawa ke kantor polisi?", Ujar si kacamata memecah keheningan yang terjadi selama hampir lima jam di antara mereka. Zivanna hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.
Sempat terjadi keheningan lagi diantara mereka sebelum akhirnya si kacamata kembali bersuara, "kenapa....kenapa kau mau menolong kami?"
Zivanna menghela nafas, "aku sama sekali tak berniat menolong kalian", ucapnya sembari mengelus lembut surai hitam Kiki. Mereka berdua seakan mengetahui jawaban, kenapa gadis itu mau menolong mereka. Terlihat binar indah di mata gadis itu saat menatap anak kecil yang sedang di pangkunya itu.
Suara perut keroncongan kemudian menghiasi kamar itu, mereka semua saling pandang satu sama lain. "A-ahh....maafkan aku....", Ujar si rambut biru. Ohh ternyata itu suara perutnya.
"Pfttt....ayo kita makan..apa kau punya sesuatu untuk dimasak?", Tanya si kacamata.
"T-tidak. Tapi kau bisa memasak mie saja, karena hanya itu yang kami punya", si rambut biru berucap sembari menundukkan kepala nya. Seperti nya dia malu.
"Itu tidak masalah kurasa", laki-laki berkacamata itu berdiri dan berjalan menuju dapur dan diikuti oleh si rambut biru. Ini sekolah bebas, jadi mereka bisa melakukan apapun sesuka mereka, termasuk mewarnai rambut.
tbc.