Awhh...badanku rasanya remuk, semuanya sakit. Tapi aku tidak menangis. Apa karna sudah terbiasa? Aku tertawa sembari menatap ke langit-langit kamarku. Atau lebih tepatnya gudang. Aku tidak mengerti kenapa mereka melahirkan ku jika mereka tidak menginginkan ku, kenapa mereka tidak membuang ku saja atau membunuh ku?. Rasanya seperti aku tidak punya apa-apa lagi, selain kewarasan yang masih mencoba untuk menetap atau aku yang memaksa nya untuk menetap?.
Aku menarik nafas dalam-dalam, dan menutup mataku, mencoba untuk tidur dan melupakan semua yang terjadi hari ini. Beberapa saat kemudian aku terlelap dengan nyaman.
Mataku terbuka, menampakkan pemandangan pantai yang indah. Angin nya terasa begitu sejuk dan hangat secara bersamaan, suara ombak laut terdengar begitu merdu di telinga ku. Sepi dan nyaman menjadi satu. Semuanya baik-baik saja pada awalnya hingga sesaat kemudian pemandangan itu berubah. Aku menatap sekitar dan hanya menemukan kegelapan yang begitu pekat, tak ada cahaya sedikitpun. Dari kejauhan terdengar suara makian dan tawa, lalu berubah menjadi teriakan dan jeritan.
Aku terbangun dengan keringat dingin dan nafas yang memburu sesaat setelah teriakan dan jeritan itu terdengar sangat memekakkan telinga.
"Hanya mimpi....", Tapi kenapa semuanya terasa sangat nyata. Bahkan teriakan dan jeritan itu terasa begitu asli. Ternyata selain tidak bisa hidup tenang aku juga tidak bisa tidur dengan tenang. Aku mengusap wajahku dengan kasar, lalu melihat jam di ponsel. Jam 5 pagi, apa yang harus aku lakukan sekarang. Ahh, aku juga baru sadar kalau aku belum makan apa-apa dari tadi pagi. Aku tak bisa makan karena uang ku di rebut oleh para bajingan bangsat itu. Hhhh..... sekarang aku harus kelaparan sampai besok.
Dirumah tidak mungkin ada makanan, karena mereka selalu menghabiskan nya atau sengaja tidak memberikan nya padaku. Mengatakan bahwa uang mereka tidak cukup untuk membeli makan untuk tiga orang. Tapi tak apa, lagipula aku lebih suka mencari uang untukku sendiri daripada harus meminta pada orang yang sama sekali tak menganggap ku ada.
Hari mulai bersinar, tapi matahari belum muncul. Aku bergegas keluar dari kamar, dan membersihkan seluruh rumah. Menyapu, mengepel, mencuci piring, dan lainnya. Rumah ini terasa begitu sesak, padahal ini cukup luas untuk ditinggali beberapa orang. Apa karena suasana rumah sangat tidak bagus makanya terasa seperti itu? Ahh aku tidak tau, tapi yang jelas tidak akan ada yang mau masuk kerumah ini atau bahkan membelinya menurutku.
"Hei, apa kau punya uang?", Aku hanya menatap datar kearahnya. Dia pasti ingin membeli botol alkohol lagi.
"Aku bertanya padamu bangsat, bukan ingin beradu tatap denganmu", dia menjambak rambutku dan menampar ku berkali-kali.
"Aku tak punya uang", jawabanku membuat nya marah dan malah menendangku hingga aku jatuh tersungkur. Masih belum puas, dia menendang dan memukulkan salah satu botol alkohol yang ada di meja ke kepala ku.
"Dasar anak nggak guna, tau numpang doang! Mati aja lo sana!", Sesaat setelah dia pergi, setetes warna pekat terlihat di lantai, ohh kepalaku berdarah. Aku menyentuh nya kepalaku yang terluka, tersenyum tipis. Kemudian bangkit kembali untuk membereskan kekacauan yang dia buat tadi.
Setelah selesai, aku pergi kekamar mandi. Aku masih harus sekolah, dan lulus baru aku bisa pergi dari sini. Aku menatap pantulan wajahku di cermin, terlihat seperti mayat hidup. Tidak ada apapun selain kekosongan yang terlihat dan juga bekas-bekas lebam dan luka-luka baru. Aku terlihat menjijikkan.
•
Sekolah berjalan seperti biasanya. Hanya saja ada yang aneh hari ini. Aku merasa seperti ada yang mengintip ku sedari tadi.
"Keluar", sesosok laki-laki tinggi keluar dari balik pohon. Dia menunduk takut, dan terus memperbaiki kacamata hitamnya yang melorot. Tumben sekali ada orang yang datang ke taman belakang, biasanya tidak ada yang suka datang kesini karena ada aku.
"A.....aa.....aakuu.....eum....aa...akuuu", dia berucap dengan gagap. Dia terlihat begitu gelisah dengan terus memainkan jari-jari panjangnya.
"Bicara yang jelas!"
"B-boleh aku berteman denganmu!!", Ucapnya dengan cepat. Lelucon macam apa ini? Apa para bajingan itu menyuruh nya memprank diriku, lagi? mereka suka sekali melakukan hal ini, dan menjadikan diriku sebagai barang taruhannya. Mereka pernah menyuruh seorang pangeran sekolah begitulah mereka menyebut nya, untuk menjadikan ku sebagai kekasih nya. Tentu saja aku menerimanya, karena mengira dia tulus padaku. Tapi seminggu kemudian kulihat dia berjalan bersama wanita populer lainnya di sekolah ini dan ternyata dia hanya mempermainkan ku saja.
Dan mereka juga berkali-kali menyuruh orang lain untuk dekat dengan ku, mencari tahu kelemahan ku, dan lalu mempermalukan ku di hadapan seluruh sekolah.
Aku menatapnya yang terus saja gelisah, sungguh meski aku mati rasa bukan berarti aku kehilangan rasa kasihan. Dia mungkin sama seperti ku, atau seperti anak-anak lain yang di bully di sekolah ini. Tapi setelah nya murid-murid bullyan itu dapat bergabung dengan klub populer di sekolah yang di ketuai oleh Hyerin dan pacarnya Mike. Mereka bisa masuk tentunya setelah di suruh melakukan sesuatu yang menjijikkan menurut ku. Seperti ini contohnya. Kalau sudah bisa masuk ke klub itu maka mereka akan di anggap yang paling beruntung. Iya beruntung menjadi seorang penjilat, sungguh mereka semua sangat berbakat.
Aku kembali fokus dengan buku novel bacaan ku. Tak peduli dengan dia yang sangat gelisah disana. "Pergi dari hadapan ku", ucapku penuh penekanan. Tapi bukannya pergi dia malah mendekat dan duduk di samping ku. dia terlihat masih sangat gelisah saat duduk di sampingku.
"P-pantas saja kau suka disini, ternyata disini sangat menenangkan", apa selama ini dia suka mengintipku?, Terdengar seperti pedofil. Tapi kenapa harus aku?
"Eoh? Kakak cantik, kenapa ada disini?", Aku menoleh ke arah kiri dimana suara cempreng itu datang. Anak kecil yang kemarin. Kenapa dia ada disini?. Dia memiringkan kepalanya, terlihat bingung dengan sosok makhluk yang berada di samping ku mungkin.
"Pacar kakak?", Tanyanya dengan polos. Aku menggeleng kan kepala ku dengan pelan, dan dia kembali tersenyum dengan manis. Berjalan pelan kearah ku dan tanpa basa-basi dia langsung duduk di pangkuan ku.
Ada apa dengan orang-orang hari ini?
"Kakak lukanya sudah sembuh?", Dia menangkup wajahku. Menolehkan kepalanya ke sana kemari, memastikan lebam dan luka ku kemarin mungkin. Matanya melebar saat melihat luka yang ku dapat tadi pagi. laki-laki di samping ku juga terlihat penasaran.
"Apa kakak berkelahi lagi?, Kenapa kakak suka sekali berkelahi padahal kakak perempuan", Dia berucap. Matanya berkaca-kaca seperti hendak menangis. Bagaimana ini, aku tidak tau caranya menenangkan orang apalagi anak kecil. Laki-laki tadi juga malah pergi tanpa berkata sepatah katapun.
tbc