Chereads / Kangen - Ku Akan Datang / Chapter 13 - Kangen - Ku Akan Datang (Bag. 13)

Chapter 13 - Kangen - Ku Akan Datang (Bag. 13)

"Paramitha ada menghubungi kita, Rangga?" tanya Prayoga lagi melalui sambungan suara.

Rangga berjongkok. Dibuka layar panel kontrol sambungan suara di sampingnya berdiri. Sebuah kotak perangkat komunikasi yang diletakkan di atas carrier bag, Ditelisik tampilan di layar itu.

"Gak ada, Bang Yoga," jawab Rangga.

"Ehm, baiklah. Aku turun lagi, Rangga," kata Prayoga kemudian.

"Baik, Bang. Hati-hati. Mudah-mudahan tu memang jemputan kita."

Kata-kata Rangga itu, menyebabkan Prayoga tersenyum sambil memandang ke debu yang beterbangan di kejauhan itu. Lalu, ia mendongak. Mengetahui karamantel dan piton di atasnya telah dibereskan, perlahan Prayoga menurunkan satu kaki.

Dengan kedua tangan yang memegang erat celah di dinding tebing, ia mulai mencari pijakan. Kini kedua tangan yang terulur ke atas, menyebabkan rasa sakit di bahu. Namun Prayoga menahan saja, dengan cepat ia memindahkan tangan ke sebuah lekukan di bawahnya. Lalu dengan cepat pula, sebuah kaki terulur ke bawah dan langsung mencari pijakan lagi.

Sret!

Untung karamantel menahan tubuh Prayoga saat kaki itu tergelincir. Pijakannya ternyata tidak pas.

"Ough!"

Diembuskan napas dengan cepat setelah posisi sudah aman. Perlahan satu tangan diulurkan untuk melepas piton yang ditancapkan di dinding tebing atasnya. Terasa kuat, Prayoga menggunakan hammer dan satu deskender sebagai pengungkit. Begitu tergoyang dan bisa ditarik, ia langsung mencabut dan memasukkan ke dalam kantung di pinggang. Karamentel kembali diurai ke bawah.

---

Kedutaan Besar Indonesia di Amerika Serikat, melaporkan kepada Departemen Luar Negeri di Jakarta melalui sebuah telekonferensi. Di ruangan meeting kantor kedutaan yang dijadikan tempat telekonferensi itu, terlihat Atase Militer dan pejabat-pejabat kedutaan lainnya duduk di sekitar Duta Besar.

"Jauh dari kota Farmington tetapi ada staf kedutaan kita yang ke lokasi, Bu Menteri," kata sang Duta Besar.

Sekretaris kedutaan bergegas memberikan selembar kertas peta ke mejanya di depan. Lalu, sang Duta Besar menunjukkan peta itu ke layar yang terpampang di dinding depan orang-orang itu duduk. Layar yang digunakan dalam telekonferensi, terhubung ke sebuah komputer yang menjadi media penerima dan penerus komunikasi internet.

"Oleh staf kedutaan yang ke sana, berapa wargenagara Indonesia yang berada di lokasi badai tornado, apa sudah didata?"

Menteri Luar Negeri yang berada di Jakarta, menanyakan dari ujung sambungan telekonferensi. Mendengar itu, Duta Besar menoleh sekilas ke kertas yang segera diberikan lagi oleh sekretaris kedutaan.

"Ehm ... untuk sementara yang terdata hanya mereka yang melakukan eksebisi pemanjatan tebing Shiprock, Bu Menteri. Jumlah yang lain, akan diketahui dari survey lokasi oleh staf kedutaan yang ke sana,"

Setelah membaca data yang tercantum di kertas itu, sang Duta Besar segera menjawab. Tampak di layar, Menteri Luar Negeri Indonesia yang berada di Jakarta menganggukkan kepala.

"Baiklah. Tolong sampaikan ucapan duka cita Pemerintah Indonesia ke Pemerintah Amerika Serikat untuk badai tornado dan korban ya, Pak Dubes."

"Baik. Bu Menteri. Saya juga sebenarnya ingin menanyakan ke Ibu apakah saya harus memberikan pernyataan simpati atas bencana badai tornado itu. Segera Sekretaris akan merumuskan ucapan duka cita dan disampaikan ke pemerintah negara bagian New Mexico."

Sekretaris kedutaan yang memberikan lembaran peta tadi, mendengar kata-kata sang Duta Besar segera mencatat instruksi dari Menteri Luar Negeri. Telekonferensi pun berakhir setelah Menteri Luar Negeri mengingatkan untuk tetap melaporkan situasi terakhir di tebing Shiprock.

---

Setelah perlengkapan medis dikeluarkan dari mobil trasportasi operasional hotel, semua peralatan memanjat pun dimasukkan ke dalam carrier bag oleh staf Kedutaan Indonesia dan petugas hotel yang menjemput. Mereka meminta Prayoga dan kedua staf ofisialnya itu untuk duduk beristirahat saja. Namun walau sedang kesakitan karena luka, Rangga ikut membantu. Bisma mengawasi dan memberi tahu Rangga kalau ada barang yang tertinggal.

Prayoga duduk beristirahat di tanah sambil membungkukkan badan. Terlihat ia sangat kelelahan dan kesakitan akibat luka di bahu dan punggung saat terlempar oleh badai tornado ke karang di puncak Shiprock. Tubuhnya yang bertelanjang dada terlihat menghitam karena darah yang mengering.

Saat staf Kedutaan Indonesia dan hotel yang menjemput itu akan memberikan pengobatan darurat sebelum ke rumah sakit, Prayoga meminta Rangga dan Bisma yang didahulukan mendapat perawatan. Staf hotel yang menjemput itu, berdecak karena terkejut melihat parahnya luka yang mereka derita.

"It is miracle that you are all still safe, really. Look at your wounds. Terrible!" seru staf hotel itu sebelum menuangkan alkohol untuk membersihkan luka Rangga.

Staf kedutaan Indonesia menggeleng-gelenggkan kepala melihat luka terbuka yang menganga di punggung Prayoga. Kemudian, ia mengambil perlengkapan obat untuk Bisma. Di situ, ia pun berdecak terkejut melihat luka di kaki Bisma.

"God still loves us. That is why we are safe, Buddy," kata Prayoga pelan.

Staf Kedutaan Indonesia yang sedang membungkuk membersihkan darah kering di kaki Bisma, mengangkat kepala. Ia tersenyum menatap Prayoga. Lalu, cairan pembersih luka dituang ke kapas dan diusapkan perlahan ke luka-luka di kaki Bisma.

"Sebaiknya kita nanti periksakan dan obati di rumah sakit Farmington City dulu, begitu sampai di sana. Kalo diketahui ada sesuatu yang perlu perawatan intensif, kita liat nanti," kata staf Kedutaan Besar Indonesia.

Rangga dan Bisma hanya meringis menahan sakit saat alkohol membalur bagian yang luka untuk dibersihkan. Prayoga sendiri diam mengamati mereka. Ia duduk mengamati perban dibebatkan ke luka di kaki Bisma dan tangan Rangga.

"Uang kami hanya pas-pasan untuk pulang ke Indonesia. Kami gak ada uang untuk biaya rumah sakit," ucap Rangga pelan karena menahan nyeri.

Bisma mengangguk mengiyakan. Namun staf Kedutaan Besar Indonesia yang melihat reaksi Bisma, tersenyum sambil membebatkan perban di kakinya.

"Gak usah mikirin itu. Kedutaan Besar Indonesia yang akan menanggung biayanya ntar," kata staf Kedutaan Indonesia itu kemudian.

Secarik perban dibebatkan lagi ke luka yang lain di kaki Bisma. Lalu, lengan Bisma pun selanjutnya dibalur alkohol dan dibebat perban. Sementara Rangga yang sudah selesai dibersihkan dan diperban lukanya, duduk memerhatikan Prayoga yang didekati oleh si petugas hotel.

Dimintanya Prayoga menelungkup di tanah. Lalu ia yang duduk berjongkok di samping, mengamati luka-luka itu sambil mengernyit. Saat luka Prayoga yang selanjutnya akan dibersihkan, staf hotel itu mengaku tidak sanggup. Luka di bahu dan punggung Prayoga yang tertutup darah kering, sangat menakutkannya.

"So sorry. It looks so scary. I can not," katanya sambil menyingkir.

"No worries. Let me handle. In a war, this situation is common. I am a soldier."

Staf Kedutaan Indonesia yang ternyata seorang tentara itu, mengambil botol alkohol dari tangan si staf hotel. Tubuh Prayoga yang menelungkup, dibersihkan luka-lukanya. Kontan Prayoga menjerit menahan sakit.

"Aaargh! Sakit sekali ...!"

Prayoga berteriak sambil memejamkan mata. Kedua tangannya mengepal. Wajah mengkerut dengan rahang yang mengeras. Ia terlihat sangat kesakitan, Rangga dan Bisma datang mendekat untuk menenangkan. Mereka terlihat ternyuh dengan luka-luka menganga di bahu dan punggung sang pemanjat tebing.

---

Bersambung

Terjemahan:

"It is miracle that you are all still safe, really. Look at your wounds. Terrible!"

"Sungguh ajaib bahwa kalian semua masih selamat, sungguh. Lihatlah lukamu. Mengerikan!"

"God still loves us. That is why we are safe, Buddy,"

"Tuhan masih mencintai kita. Itu sebabnya kami selamat, Sobat,"

"So sorry. It looks so scary. I can not,"

"Turut prihatin. Lukanya terlihat sangat menakutkan. Saya tidak bisa,"

"No worries. Let me handle. In a war, this situation is common. I am a soldier."

"Jangan khawatir. Biar saya yang tangani. Dalam perang, situasi ini biasa terjadi. Saya seorang prajurit"