Chereads / Kangen - Ku Akan Datang / Chapter 15 - Kangen - Ku Akan Datang (Bag. 15)

Chapter 15 - Kangen - Ku Akan Datang (Bag. 15)

"Kak Paramitha!"

Saat sedang mengulurkan karamantel dari seorang pemanjat yang sedang menaiki dinding latihan, Paramitha menoleh ke belakang karena mendengar ada suara yang memanggil. Itulah kegiatan Paramitha yang melatih para atlet pemanjat tebing di sebuah klub pecinta alam.

"Ya?" jawab Paramitha.

Teralih perhatiannya, dibiarkan karamantel itu terulur ke atas. Sementara si atlet tetap terus memanjat papan simulasi tebing itu. Di sekitar papan latihan, ada beberapa orang lain yang duduk-duduk memerhatikan si atlet memanjat.

Paramitha mengernyit, melihat seseorang sedang berlari ke arahnya. Kembali ia mengurai karamantel yang sedang digunakan, sambil sesekali menoleh, menunggu si pemanggil mendekat.

"Tadi Bang Zul ke kantor. Ngasih tau, ntar malem mo nelpon Kak Mitha."

Begitu berada di dekat, orang yang memanggil Paramitha tadi mengatakan apa yang ingin disampaikan. Bang Zul adalah seorang mantan atlet panjat tebing yang sekarang bekerja di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Saat menelepon tadi pagi dari halaman kantor Persatuan Pemanjat Tebing Seluruh Indonesia, Paramitha memintanya untuk memberi kabar terbaru tentang Prayoga dan timnya di Shiprock.

"Oh gitu? Apa lagi katanya? Ada kabar dari Shiprock?" tanya Paramitha.

Lalu, ia memandang ke sekeliling. Katanya, "Panji, tolong gantiin bentar. Aku mo nelpon Bang Zul."

Seseorang yang dipanggil dengan nama Panji tadi, yang duduk di sekitar papan simulasi panjat tebing bersama dengan yang lain, ikut memerhatikan si atlet yang sedang memanjat. Mendengar ia dipanggil Paramitha, menoleh dan langsung berdiri dari duduk. Lalu, berjalan ke arah sang pelatih.

Begitu karamantel yang terkait dengan webbing si atlet telah dipegang Panji, Paramitha bergegas mengeluarkan telepon genggam dari saku celana. Dipencet-pencetnya nomor di layar sambil beranjak menjauh.

"Hallo? Bang Zul tadi nelpon? Ada kabar apa, Bang?"

Beberapa saat menunggu, Paramitha langsung bertanya begitu telepon tersambung. Di depan kantor klub pecinta alam yang dilatihnya itu, Paramitha berhenti berjalan. Ia duduk di lantai teras gedung.

"Hallo, Paramitha? Ya, Abang mo ngasih tau kondisi tim Prayoga di Shiprock. Gini, staf Kedutaan Besar Indonesia sudah menemukan Prayoga dan timnya. Mereka juga sudah dievakuasi ke kota Farmington dan dirawat di rumah sakit di sana."

Wajah Paramitha terlihat serius mendengarkan. Pembicaraan dari ujung sambungan telepon berlanjut.

"Prayoga dan timnya, semua selamat dari topan tornado, Mitha. Gitu informasi dari Kedutaan Besar Indonesia di Amerika Serikat, yang disampaikan orang Deplu ke Abang."

Mendengar informasi dari ujung sambungan telepon itu, wajah Paramitha terlihat berubah cemas. Matanya menyipit dengan mengernyit, seakan sedang berpikir keras.

"Kog sampe dibawa ke rumah sakit ya, Bang? Emangnya parah?" tanya Paramitha.

"Gak tau, Mitha. Orang Deplu gak kasih tau detail kondisi Prayoga dan tim sesudah badai topan tornado. Tapi ya, semoga gak semua kenapa-kenapa."

Jawaban Bang Zul dari ujung sambungan telepon itu sedikit mengubah wajah Paramitha. Ia berusaha tersenyum tetapi terlihat kecut.

"Amin. Semoga mereka gak kenapa-kenapa, Bang. Kalo sampe ada apa-apanya, Mitha kayaknya akan nyusul ke sana deh," kata Paramitha kemudian.

"Berdoa aja, Mitha. Kalo yang namanya dibawa ke rumah sakit, pasti ada sesuatu. Mitha kan tau resiko pemanjat tebing? Tetap Abang berharap mereka semua baik-baik aja."

Bang Zul dari ujung telepon berusaha menenangkan Paramitha. Kata-katanya tidak ingin menyampaikan sesuatu yang akan membuat sang atlet panjat tebing perempuan menjadi was-was. Beruntung, Paramitha kini dapat tersenyum lebar.

"InsyaAllah, Bang Zul. Makasih infonya, Bang. Tolong kasih tau kalo ada infonya lagi ya, Bang. Mitha gak bisa hubungi mereka. Alat komunikasi yang dipegang staf ofisial Prayoga, gak bisa dihubungi," ucap Paramitha dengan suara pelan.

Napas panjang langsung terembus, Paramitha terlihat sudah dapat menutupi kerisauan hatinya. Ia pun bersiap berdiri.

Begitu telepon berakhir, Paramitha tidak ingin duduk berlama-lama termenung di teras kantor klub pemanjat tebing itu. Bergegas ia berdiri dan berjalan ke arah orang-orang yang sedang berlatih panjat tebing, sambil memegang telepon genggamnya.

---

Di kamar perawatan Prayoga, Rangga dan Bisma, seorang perawat mengantarkan obat dan melakukan pemeriksaan. Prayoga terlihat masih terbaring tidur tetapi Bisma duduk sambil bersandar di tempat tidur yang telah dinaikkan oleh si perawat.

Rangga mengangkat satu lengan saat si perawat kemudian menyelipkan sebuah pengukur suhu badan ke ketiaknya, yang diambil dari sebuah meja dorong yang berisi berbagai perlengkapan medis dan obar. Setelah menaikkan tempat tidur, si perawat pun membereskan perlengkapan. Beberapa saat kemudian, pengukur suhu yang diletakkan di bawah ketiak Rangga diambil kembali. Dilihat suhu yang terukur di situ, lalu dicatatkan.

"How long will we be staying here, Mam?"

Saat akan meletakkan alat pengukur suhu kembali ke meja dorong, Rangga bertanya kepada si perawat. Sambil kemudian mencatat tabung infus yang terpasang untuk Rangga, ia kemudian menjelaskan.

"For you both, need some recovery only. It will need more time for him anyway cause he gets a surgery. So sorry for his wounds," jawab si perawat kepada Rangga dengan menunjuk Prayoga.

Bisma yang mendengar itu, menoleh ke tempat tidur Prayoga. Setelah beres dan akan mendorong meja perlegkapan itu, si perawat tersenyum ke arah Rangga.

Prayoga terlihat masih diam berbaring. Sambil berjalan mendorongkan meja ke arah luar ruangan, perawat itu beranjak mendekati tempat tidur Prayoga. Diperhatikannya tabung infus dan kantung darah, lalu dicatat. Kemudian kedua mata Prayoga diperiksa. Setelah semua diperiksa, si perawat kembali beranjak ke luar kamar.

"Would you please, switch on the TV for me."

"Sure."

Si perawat terhenti mendorong meja dan menoleh ke arah Rangga yang memanggil. Sambil tersenyum ia menghidupkan layar TV yang terdapat di ruangan.

"Do you want to watch movies or news?" tanya si perawat.

Sambil berdiri di depan TV, ia bertanya ramah kepada Rangga. Namun, yang ditanya seperti tidak tahu apa yang ingin ditonton.

"Ehm ... whatever, Mam. News please, if you don't mind. Thank you," jawab Rangga.

Si perawat tersenyum dan mengatur pencarian stasiun TV. Begitu didapat siaran berita dari sebuah channel, ia menyerahkan remote control kepada Rangga. Ucapan terima kasih yang kembali disampaikan Bisma, dibalasnya dengan anggukan. Kemudian meja dorong perlengkapan medis dan obat, kembali dibawa ke luar ruangan.

Sepeninggal si perawat, Bisma menoleh ke arah Rangga. Dengan menunjuk ke arah Prayoga, ia berbicara kepada temannya yang sedang menonton TV itu.

"Gak ada orang kedutaan itu datang lagi ya?"

Rangga menoleh dan menggelengkan kepala.

"Belum ada, Bis. Mungkin nanti dia datang."

Melihat Bisma yang terdiam sambil memandang ke arah TV, Rangga yang gantian bertanya.

"Kenapa, Bis?"

"Ehm ... gak. Cuma pengen tau biaya rumah sakit ditanggung siapa. Kalo ditanggung Kedutaan Besar Indonesia, ya bagus. Kalo ditanggung pemerintah Amerika Serikat, ya lumayan."

Rangga yang mendengar itu, tersenyum karena melihat Bisma yang terkikih. Kedua orang tim ofisial pemanjatan Prayoga itu kembali menikmati tayangan berita di TV. Sambil berbaring, mereka berdua sesekali berbicara.

---

Bersambung

Terjemahan:

"How long will we be staying here, Mam?"

"Berapa lama kami akan tinggal di sini, Bu?"

"For you both, need some recovery only. It will need more time for him anyway cause he gets a surgery. So sorry for his wounds,"

"Untuk kalian berdua, perlu pemulihan saja. Namun, itu akan membutuhkan lebih lama waktu karena dia dioperasi. Turut berduka atas luka-lukanya,"

"Would you please, switch on the TV for me."

"Tolong, nyalakan TV-nya untukku."

"Sure."

"Tentu."

"Do you want to watch movies or news?"

"Kamu mau menonton film atau berita?"

"Ehm ... whatever, Mam. News please, if you don't mind."

"Ehm... terserah, Bu. Berita saja tolong, kalau tidak keberatan."