Staf Kedutaan Indonesia yang ternyata seorang tentara itu, mengambil botol alkohol dari tangan si staf hotel. Tubuh Prayoga yang menelungkup, dibersihkan luka-lukanya. Kontan Prayoga menjerit menahan sakit.
"Aaargh! Sakit sekali ...!"
Prayoga berteriak sambil memejamkan mata. Kedua tangannya mengepal. Wajah mengkerut dengan rahang yang mengeras. Ia terlihat sangat kesakitan, Rangga dan Bisma datang mendekat untuk menenangkan. Mereka terlihat ternyuh dengan luka-luka menganga di bahu dan punggung sang pemanjat tebing.
---
Paramitha terlihat berjalan keluar tergesa-gesa dari sebuah pintu kantor. Di pagar depan kantor itu tertulis Persatuan Olahraga Panjat Tebing Seluruh Indonesia. Langkah sang pemanjat profesional perempuan itu, langsung menuju lapangan parikir di mana ada mobilnya. Begitu sudah masuk dan duduk di dalam, Paramitha langsung mengeluarkan sebuah telepon genggam. Jemarinya bergerak lincah memencet nomor, dan telepon genggam itu ditempelkan di telinga.
"Ya, hallo? Bang Zul? Ini Paramitha. Mo tanya topan tornado di Tebing Shiprock, Amerika. Apa iya?"
Saat nomor yang dihubungi tersambung, bergegas Paramitha bertanya. Wajahnya terlihat cemas. Dengan kedua tangan yang bersandar di setir mobil, ia bicara dengan suara cepat.
"Ya hallo, Paramitha? Benar, ada topan tornado di Tebing Shiprock, Amerika Serikat. Abang juga baru dapet informasinya. Baru aja mo ngasih tau Paramitha, eh udah nelpon rupanya," jawab dari suara di ujung sambungan telepon.
Sesaat terlihat menerima teleponnya tersambung, Paramitha mendengarkan dengan antusias. Namun belum sempat melanjutkan pembicaraan, ternyata kata-kata orang yang dipanggil Bang Zul itu, langsung dipotong.
"Terus tim pemanjatan Indonesia di sana, gimana Bang? Ada informasi?" tanya Paramitha lagi.
Sambil duduk di mobil, ia bertanya dengan wajah mengernyit memandang lurus ke jalan di luar pagar. Pagi itu, lalu lintas di depan kantor Persatuan Olahraga Panjat Tebing Seluruh Indonesia terlihat ramai. Orang-orang melintas dengan semangat beraktivitas yang tinggi.
"Kata orang dari Departemen Luar Negeri, udah ada staf Kedutaan Besar Indonesia yang ngurus ke lokasi, Paramitha. Abang belum tahu kelanjutan perkembangannya."
Terdengar suara dari ujung sambungan telepon menjawab pertanyaan Paramitha. Si perempuan pendaki yang semula terlihat bersemangat, tiba-tiba berubah lesu. Bahunya turun seiring dengan tubuh yang menunduk.
"Belum tau pasti gimana situasi terakhir di sana artinya ya, Bang?"
Paramitha bertanya sambil memejamkan mata. Kepalanya tertunduk ke setir mobil. Paramitha mengembuskan napas panjang sambil terus memegangi telepon ke telinga.
"Belum, Paramitha. Semoga semua baik-baik aja. Tenangkan diri dulu, ntar Abang hubungi aja," kata suara dari ujung sambungan telepon itu.
"Hufh ...."
Paramitha kembali mengembuskan napas panjang. Mendengar kata-kata Bang Zul dari ujung sambungan telepon, Paramitha tersenyum tipis. Kepalanya perlahan terangkat. Tubuh disandarkan ke kursi mobil.
"Baiklah, Bang Zul. Tolong banget ya Bang, kasih tau informasinya nanti kalo ada kabar terbaru,"
Terdengar pula jawaban dari ujung sambungan telepon. Tanpa sempat berpamitan, perlahan Paramitha menutup alat komunikasi yang digunakan itu. Setelah terdiam sesaat, dimasukkan ke dalam tas yang diletakkan di kursi samping. Begitu ia merasa tenang, dinyalakannya mesin mobil dan pergi dari situ membelah keramaian jalan.
---
Dua buah kursi dorong dan sebuah ranjang dorong, dilarikan dengan cepat menuju ruang pemeriksaan rumah sakit. Staf Kedutaan Indonesia dan hotel yang mengantarkan, ikut berjalan cepat di belakangnya. Suasana malam di rumah sakit itu mendadak riuh begitu mobil yang membawa Prayoga, Rangga dan Bisma masuk ke dalam ruangan gawat darurat.
"Anesthesia. Pacemaker. Blood bag!"
Dokter jaga berteriak ke staf rumah sakit untuk segera menyiapkan meja operasi. Prayoga yang terbaring tidak sadar, dengan cepat dipindahkan ke sebuah tempat tidur. Sementara Rangga dan Bisma ditempatkan ke ranjang yang lain.
Staf hotel tempat Prayoga, Rangga dan Bisma menginap yang membawa mobil untuk mengantarkan, berdiri diam di dekat pintu memperhatikan suasana yang mendadak riuh tersebut. Di sampingnya, staf Kedutaan Besar Indonesia terlihat sedang berbicara dengan seorang perawat.
"I need to take care of the hospital payment."
Staf Kedutaan Besar Indonesia terlihat ingin beranjak.
"Oh yes, sure. Please go ahead."
Sesaat setelah mengatakan hendak mengurus pembayaran rumah sakit, ia pergi ke luar ruangan emergency. Perawat itu pun menyilakan dan beranjak ke arah ranjang Prayoga. Staf hotel yang ikut menemani di ruangan itu, mengerti akan situasi yang terjadi.
Ia ikut berjalan ke luar ruangan bersama staf Keduataan Besar Indonesia saat akan ditinggalkan. Melihat dirinya diikuti, staf kedutaan itu berhenti dan menunggu. Tangannya terulur begitu staf hotel sudah mendekat.
"Thanks so much for your helps anyway. You are going back to hotel?"
Uluran tangan dari staf Kedutaan Besar Indonesia disambut dengan senyum lebar. Staf hotel itu membalas sambil mengguncangkan tangan berulang kali.
"A little while more. Just have to make sure that everything is OK then I will go back to hotel," jawab si staf hotel.
"Really appreciate. I am Singgih."
"Thank you. I am Howard."
Staf hotel tempat para pemanjat tebing dari Indonesia itu tinggal, memperkenalkan diri juga. Kedua orang yang mengantarkan Prayoga, Rangga dan Bisma dari kaki tebing Shiprock langsung terlibat dalam pembicaraan yang kelihatan seru. Mereka menceritakan kondisi Prayoga yang pingsan saat di mobil. Mempertimbangkan kondisi luka dari Rangga dan Bisma saat ditemukan, memaksa si staf hotel melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi.
Beruntung kendaraan yang walau dilajukan dengan kecepatan tinggi itu dapat sampai di rumah sakit dengan selamat. Terlihat mereka sangat puas karena dapat menyelamatkan Prayoga, Rangga dan Bisma tepat waktu. Lalu, mereka berdua kembali melangkah ke sebuah pos jaga perawat. Lagi-lagi beruntung, kehadiran si staf hotel sangat membantu dalam kepengurusan tanggungan pembiayaan rumah sakit.
"The victims are staying in the hotel where i work. They come for tourists. Mr. Singgih is assigned by the Indonesian Embassy to search and pick them and the hotel where i work is assigned me to accommodate the transposrtion."
Mengetahui ada perwakilan di mana para korban bencana menginap, pihak rumah sakit pun memasukkan ketiganya dalam pembiayaan negara. Staf Kedutaan Besar Indonesia mengucapkan terima kasih kembali atas bantuan dari si staf hotel. Setelah selesai mengurus pembiayaan rumah sakit untuk Prayoga, Rangga dan Bisma, kedua orang yang mengantar itu pun berpisah di depan pintu ruangan emergency.
---
Bersambung
Terjemahan:
"Anesthesia. Pacemaker. Blood bag!"
"Anestesi. Alat pacu jantung. Kantung darah!"
"I need to take care of the hospital payment,"
"Saya harus mengurus pembayaran rumah sakit,"
"Oh yes, sure. Please go ahead."
"Oh ya, tentu. Silakan uruslah"
"Thanks so much for your helps anyway. You are going back to hotel?"
"Terima kasih banyak atas bantuannya. Anda akan kembali ke hotel? "
"A little while more. Just have to make sure that everything is OK then I will go back to hotel,"
"Sebentar lagi. Hanya harus memastikan bahwa semuanya baik-baik saja lalu saya akan kembali ke hotel, "
"Really appreciate. I am Singgih."
"Saya sangat menghargai. Nama saya Singgih. ".
"Thank you. I am Howard."
"Terima kasih. Nama saya Howard."