*Darah permata. Darah permata menggambarkan dari seseorang yang memiliki sebuah jiwa darah keturunan dari permata. Seseorang yang terlahir dalam darah permata akan membawa permata berharga di dalam jantung nya. Bernilai sangat tinggi dan tidak banyak orang yang tahu. Termasuk Ayasa, dia seorang gadis darah permata yang membuat nya begitu cantik meskipun masih gadis.
Populasi Darah permata lebih banyak wanita dari pada lelaki, hal itu membuat mereka rentan lemah menjaga diri sehingga semakin berkurang setiap hari karena banyaknya orang memburu mereka seperti hewan buruan. Sekarang tidak ada sisa dan belum diketahui berapa jumlah populasi yang ada.
"(Yang aku ingat, kerajaan permata, sudah sangat lama hilang.... Apa aku perlu melihat ke sana)" Pikir Hannyo dengan serius. Dia berdiri di samping kapal sambil merokok menatap lautan.
Lalu datang Ayasa, dia menatap Hannyo dari dekat. "Kenapa kamu selalu ada di sini?" Tatapnya.
Lalu Hannyo menoleh dengan lirikan kecil dan menjawab. "Aku memikirkan, apa kau perlu tahu apa yang sebenarnya dilakukan orang tua mu?" Hannyo menatap.
". . . Mereka membuang ku, itu sudah sangat jelas.... Mereka juga pastinya tidak menginginkan ku...."
"Kenapa kau berpikir begitu bukankah kau putri kerajaan permata, untuk apa mereka tidak menginginkan ku dengan cara di buang?"
"(Tapi.... Aku memang merasa, mereka tidak menginginkan ku...) Memang nya kenapa bertanya begitu?"
"Apa kau tidak ada keinginan untuk mencari tahu?" Hannyo menatap.
"Aku tidak tahu tempat nya... Lagipula siapa yang peduli hal ini, tak akan ada yang bisa membantu ku" Kata Ayasa dengan wajah kecewa.
Hannyo menjadi terdiam lalu ia menghela napas panjang. "Tidak kah Mizuki mengatakan bahwa aku dapat membantu?"
". . . Kau mau membantu? Apa yang akan kau lakukan?" Ayasa menatap tak percaya.
"Kita ke tempat dimana kerajaan permata berada, jika tidak salah aku ingat tempat nya" Kata Hannyo.
"Benarkah, kalau begitu, aku ingin ke sana!" Ayasa langsung senang.
Lalu Hannyo menunjuk sebuah hutan kecil dan bisa di sebut pulau yang terlihat tidak berpenghuni.
"Apa maksudnya?"
"Kita ke sana sendiri"
"Eh, bagaimana dengan kapal nya?" Ayasa bingung.
Hannyo menoleh ke belakang dan kebetulan Rokusuke sedang tidur duduk di bawah tiang kapal dengan kucing ada di atasnya. Lalu Hannyo mendekat dan menendang nya pelan membuat rokusuke bangun dan menengadah. "Ha.... Ada apa Kuroi?" Dia bertanya dengan masih setengah mengantuk.
"Aku akan pergi sebentar dengan gadis itu, katakan pada Mizuki, aku akan kembali lagi kemari" Kata Hannyo.
Lalu Rokusuke berdiri. "Akan kemana? Kenapa kita tidak pergi bersama?"
"Hanya sebentar"
"Ck, baiklah...." Rokusuke mengangguk.
Lalu Hannyo menoleh ke Ayasa. "Um... Kenapa kamu mau melakukan ini hanya untuk ku, kenapa kau mau menolong ku!" Tatapnya dengan khawatir.
"Jawaban nya ada di nanti" Balas Hannyo yang mengulurkan tangan. Ayasa terdiam lalu menerima uluran tangan itu, dan seketika. Muncul sayap hitam yang besar dari punggung Hannyo membuat Ayasa terkejut melihat itu.
"(Apa itu?!!!)" Dia terpaku.
Tiba tiba Hannyo menariknya dan menggendong nya di dada membuat nya semakin terkejut dan berwajah merah.
"Eh... Kenapa... Kenapa?"
Kemudian mereka melesat pergi sangat cepat hingga berhenti dalam waktu 3 menit saja. Hannyo mendarat di bawah, dia menurunkan Ayasa dengan sayapnya yang tersimpan kembali.
"Apa itu, itu tadi apa?" Ayasa masih tidak mengerti dengan sayap Hannyo.
"Kau akan tahu nanti, kita harus cepat" Hannyo berjalan duluan. Ayasa melihat sekitar di hutan itu, hutan yang sangat lebat. "(Kupikir tadi terbang nya jauh... Mungkin tempat ini memanglah sangat jauh.... Tapi.... Apa tempatnya memang di sini, bukankah nama nya kerajaan permata, tapi kenapa di hutan lebar dan mengerikan begini?)" Ia bingung. Karena terlalu banyak berpikir, dia terkena akar pohon membuat tersangkut. "Akh!!" Dia terkejut mencoba melepaskan diri.
Hannyo yang mendengar itu lalu menoleh dan mendekat, dia melepaskan akar akar itu membuat Ayasa terdiam dengan pertolongan bisu itu.
"Berhati hatilah" Kata Hannyo yang kemudian kembali berjalan. Ayasa bahkan masih terdiam tak percaya.
Lalu Hannyo berhenti dan Ayasa ikut berhenti. Ayasa melihat ke depan dan seketika wajahnya terkejut karena di depan adalah suatu tempat yang sungguh sangat tertinggal kan. Luas nya sangat bisa dikatakan dan juga, di sana hanyalah bangunan bangunan dari batu dengan lubang lubang yang sudah tidak terpakai. Di antara banyaknya bangunan ada kastil yang sungguh berbentuk cantik tapi sudah terbang kalau.
"Aku benar, ini tempat nya" Gumam Hannyo. Lalu dia menoleh pada Ayasa. "Ini, rumah tinggal mu"
Ayasa terdiam dengan tak percaya. "Kenapa.... Kosong.... Tidak ada siapapun, dan dimana permata nya, bukankah ini kerajaan permata?" Ayasa menatap tak percaya.
"Kita cari tahu lebih" Hannyo berjalan ke kerajaan itu dan Ayasa mengikuti nya, tapi sebelumnya Ayasa terpaku ketika melihat tengkorak tersembunyi di banyaknya tempat membuat nya hanya bisa pucat dan langsung berlari menyusul Hannyo.
Di dalam tempat bekas Kerajaan itu, Hannyo menemukan sebuah kertas yang terselip di antara reruntuhan. "(Kertas yang tidak hancur, ini pasti sengaja di buat agar tidak rapuh untuk di baca)" Dia membuka kertas itu dan isinya kosong, tapi ada garis garis tidak beraturan di sana, garis berwarna merah muda terang.
"Apa itu?" Ayasa menatap penasaran.
Lalu Hannyo memberikan kertas itu, Ayasa menjadi tidak mengerti. "Apa itu? Itu hanya kertas dengan garis merah muda dan banyak sekali garis nya?"
"Ini pesan.... Pesan yang hanya bisa di baca oleh Darah permata" Kata Hannyo.
"Eh, benarkah, tapi kenapa aku tidak bisa membaca nya?"
"Cobalah gunakan hati mu, tepat dimana jantung mu menyimpan permata, kau akan bisa membaca nya" Kata Hannyo nenbuat Ayasa terdiam.
Ia menatap fokus ke kertas itu. "(Um.... Aku tidak bisa... Apa yang harus aku lakukan...)" Dia menutup mata dengan putus asa. Tapi ketika kembali membuka mata, kertas itu memunculkan tulisan berwarna merah muda bercahaya, garis tadi adalah sebuah pesan.
"Hah, aku bisa membaca nya!" Dia menatap senang pada Hannyo.
"Bacakan untuk ku juga" Kata Hannyo.
Lalu Ayasa mengangguk. "Di sini tertulis... Pada kelahiran putri permata untuk pertama kalinya, semuanya benar benar bergembira. Kerajaan yang sungguh sangat damai. Darah permata berwujud manusia melakukan berburu dan menanam untuk kehidupan mereka, saling membantu dan masalah akan selalu terselesaikan bagi mereka yang saling menjaga. Tempat penuh dengan permata berharga sangatlah aman. Namun, dimana hari kelahiran tiba, di sana bahaya muncul sangat banyak. Manusia yang tidak berakal, mereka menyerang tempat ini, membunuh semua orang darah permata, wanita, pria, anak anak maupun bayi mereka, semuanya tak tersisa. Tak hanya itu, mereka juga mengambil permata permata bercahaya yang selalu kami buat hiasan. Untuk lebih aman, sang raja dan ratu, berlari ke laut, membuat kotak aman untuk terhanyut kan di laut yang berisi bayi yang baru saja lahir. Kelak gadis itu akan tumbuh dan mengenang semua ini. Kami telah menyiapkan pesan untuk nya jika dia memang bisa membaca pesan ini.... " Ayasa mengatakan itu di akhir kalimat dan dia hampir mengerti.
"Jadi.... Orang tua ku tidak membuang ku?"
Hannyo terdiam, dia lalu menemukan kertas lagi, kertas itu ada di meja dengan pecahan kaca di sana. Lalu ia mengambilnya dan memberikan nya pada Ayasa. "Itu mungkin pesan yang dimaksud kan"
Lalu Ayasa menerima nya dan membaca nya juga di dalam hatinya. "(Untuk putri kami tercinta yang baru saja lahir. Mungkin kelak jika kamu masih hidup, kamu akan menjadi satu satunya darah permata yang masih ada, jika kamu melihat kekacauan ini, segeralah pergi karena tempat ini sudah tertinggal kan. Kami benar benar berharap kau menjadi seseorang yang bisa menjaga diri dan berharap Tuhan mempertemukan kita di dalam mimpi, kami merindukan mu, putri kami...)"
"Ibu.... Ayah.... Kenapa...." Ayasa meremas kertas itu dan perlahan air mata jatuh.
Hannyo terdiam melihat itu, dia lalu melihat ke sekitar, menemukan sebuah kotak kecil yang hampir hancur di bawah kursi.
"Ayah... Ibu... Kenapa.... Kupikir kalian benar benar tidak menginginkan ku.... Hiks.... Hiks..."
Lalu Hannyo mengulurkan sesuatu membuat Ayasa menoleh. Ia terkejut karena itu adalah sebuah permata kecil berwarna merah muda, sama seperti warna pada tulisan kertas itu.
"Ini mungkin di tinggalkan oleh mereka dan para penjarah tidak dapat menemukan nya, mungkin jadikan ini sebagai yang tersisa dari mereka" Kata Hannyo yang tadi berlutut menatap.
Ayasa benar benar tak kuat membendung air matanya hingga ia menangis dan langsung memeluk Hannyo. "Hua!! Hiks.... Kenapa!? Kenapa mereka begitu kejam!! Kenapa mereka membunuh orang tua ku... Hiks...." Ayasa menangis sejadi jadinya.
Lalu Hannyo memeluknya dan berdiri, dia menggendong Ayasa dan berjalan keluar. "Ini sudah cukup untuk melihat lihat, kedepan nya, lupakan ini semua... Karena terlalu menyakitkan"
--
"Kakak! Ayasa!" Panggil Mizuki di berbagai tempat kapal. Lalu ia menemukan Rokusuke yang tertidur. "Kak Rokusuke" Dia berjalan mendekat membangunkan membuat Rokusuke bangun dan menoleh.
"Ah, Mizuki ada apa... Hoaaaam!"
"Dimana kakak dan Ayasa?" Tanya Mizuki, tapi setelah dia bertanya begitu, ada suara dari arah kapal lain membuat mereka menoleh. Rupanya Hannyo sudah kembali membawa Ayasa yang masih memeluknya.
"Kakak, apa yang terjadi pada Ayasa?" Mizuki berjalan mendekat.
"Hanya terlalu lelah" Hannyo membalas begitu sambil melewati Mizuki begitu saja membuat Mizuki terdiam kaku. Hannyo masuk ke dalam kapal untuk meletakan Ayasa.
Tapi Mizuki terdiam. "(Ada apa.... Kenapa.... Kenapa kakak begitu cuek padaku.... Kenapa sekarang dia lebih perhatian pada Ayasa.... Apa ada sesuatu... Kenapa rasanya sungguh sakit... Apa jangan jangan aku cemburu.... Tidak mungkin...)" Mizuki terdiam tak percaya. Sepertinya dia menang tidak suka Hannyo yang terlalu dekat dengan Ayasa. Lalu Rokusuke mendekat. "Sepertinya dia hanya kelelahan, jangan di bawa hati" Tatapnya.
"Apa?! Apa maksud mu?! Apa urusan nya dengan Kak Rokusuke!" Mizuki tiba tiba membentak dan berjalan pergi membuat Rokusuke terdiam.
"(Apa yang sebenarnya terjadi?"