"Aw, pelan-pelan, Bi. Sakit tau!" Bentakku pada Bi Siti yang terlalu keras menekan luka punggungku tadi.
"Ini sudah pelan kok, Nya. Lukanya memang agak parah, jadi tahan saja ya! Bentar lagi selesai kok,"
"Tapi sakit, Bi. Aku gak tahan," ucapku seraya mengesampingkan tangan Bibi dari luka yang di obatinya.
Euh, aku benar-benar kesal dengan Bi Siti. Gampang saja dia berkata seperti itu, dia pikir bisa begitu, nahan sakit kalau lukanya saja parah. Coba saja dia yang di cambuk oleh Ayah, sudah pasti dia akan merengek kesakitan juga sama sepertiku.
"Ya ampun, Nyonya. Kalau begini gimana saya ngobatinnya coba,"
Bagaimana ini? Kalau tidak diobati, lukanya tidak akan sembuh. Tapi aku tidak bisa tahan dengan rasa sakitnya, perih dan terasa seperti di sabet dari silet.
Mau tidak mau aku harus membiarkan Bi Siti terus mengolesi lukaku dengan salep pengering luka. Agar saat mandi nanti tidak terasa sakit dan perih.