"Kita sudah berada di Kota Mati, kuharap kalian berhati-hati saat berada disana, ingat beberapa peraturan ini, jangan mempercayai seorang pun di kota itu, kau tak tahu siapa yang akan menjadi penjahat di dalam sana, itu adalah sebuah kota yang penuh dengan kriminal berbahaya. Dan lagi, jika kalian sudah hafal dengan lokasinya, segera bersiap, kita akan bergerak dalam 15 menit."
Ezelia Qwerty memberi perintah, Kami tak menjawab dan mempersiapkan beberapa hal, A terlihat membawa sebuah pedang yang terlihat seperti pedang wilayah timur yang sedikit melengkung. Tanpa sengaja aku membaca tulisan di gagang pedangnya yang bertuliskan "Bunuhlah musuhmu, selamatkan dirimu."
Pedang yang mengerikan, aku merasakan bahwa pedang itu telah digunakan untuk membunuh banyak orang. Pernah dikatakan bahwa Xavier yang terkuat pernah menggunakan pedang itu saat bertarung melawan The Father dan ribuan anak buahnya dan Ia melakukannya sendiri, alhasil hanya tersisa 1 dari beberapa bawahan terkuatnya yang masih hidup, namun hingga kini masih belum ditemukan.
Aku menatap Ezelia, Ia seorang wanita yang cantik, dengan rambut blonde dan juga mata miliknya yang berwarna biru langit. Kudengar Ia sering mendapatkan lamaran pernikahan dari keluarga bangsawan yang lain, namun sepertinya Ia masih menolaknya karena sesuatu. Dan juga kalau tak salah Ia juga terlibat masalah dengan keluarganya sendiri.... Entahlah, Ayolah Verrel, jangan terlalu suka ikut campur. Itu adalah kebiasaan yang benar-benar harus ku jauhkan.
Tapi aku benar-benar tak berbohong, dia benar-benar cantik, dan berdasarkan vote Ia mendapatkan peringkat ke 4 dalam kategori wanita tercantik. Jujur ini tak berguna dan aneh, bahkan ada nominasi pria tertampan. Cukup menyebalkan ketika melihat Katharos masuk sebagai peringkat 6 sedangkan aku sama sekali tak masuk 50 besar, manusia memang menyebalkan. Tapi aku tak bisa tak mengakui bahwa ketampanan ku memang kalah jauh jika dibandingkan dengannya.
Aku segera membuang pikiran itu dan menyiapkan sebuah mantra yang tak sempat kugunakan saat bertemu dengan Eric Marlorn karena aku tak memiliki ekspektasi bahwa Ia akan kabur tanpa melakukan banyak hal.
Aku baru ingat sesuatu, aku ingin meminta maaf jika aku menyakiti hati A.
"Hei A maafkan aku jika perkataanku sebelumnya menyakitimu."
"Hah? apa maksudmu?"
Ia memiringkan kepalanya dan seperti tak mengetahui apapun, apakah aku terlalu khawatir? aku kembali melihat wajahnya, sepertinya memang iya, aku terlalu khawatir.
"Lupakanlah."
Semuanya masih sedikit sibuk dengan urusan masing-masing, sedangkan aku sudah menyelesaikan mantra milikku, seharusnya sudah baik-baik saja, dengan ini aku bisa mengalahkannya, setidaknya menahannya.
"Aku sudah selesai disini."
"Aku juga baru menyelesaikannya."
Selain diriku, ternyata A juga sudah menyelesaikan persiapannya. Mereka berdua pasti menyiapkan Ultimat yang dipakai saat menghadapi keadaan yang cukup genting. Biasanya seseorang akan merahasiakannya termasuk diriku, sedangkan ada beberapa orang yang memang tak memilikinya seperti Katharos.
Ezelia melihat kami berdua yang sudah siap, Ia menaikkan alis sebelahnya dan menatap kearah langit lalu memejamkan matanya.
"Ini saatnya bergerak, kalian bergeraklah dengan insting kalian, aku tahu kau A adalah Hope ke 8 sedangkan kau Verrel adalah salah satu dari 4 generasi muda yang terkenal karena keahlian kalian di akademi. Walaupun... kau mengerti apa yang ku maksud kan?"
"Haha, begitulah."
Kami pun segera bergerak menuju lokasi tempat biasanya Robotic Swordman berada dengan Ezelia yang akan membantu dari belakang sebagai penembak. Aku dan A bertugas sebagai petarung jarak dekat... tidak juga sebenarnya A lah yang bertugas sebagai jarak dekat, aku akan berperan sebagai petarung jarak menengah.
Keahlian berpedang dan apapun pertarungan jarak dekatnya sudah terkenal bahkan sejak aku berada di Akademi, dimana pada saat itu Ia sudah berada didalam pelatihan Xavier dan dari semua yang kudengar, kemampuannya yang paling mengerikan adalah jumlah sihirnya yang mencapai 15 juta, angka yang benar-benar fantastis bahkan melebihi anggota terlemah di antara 8 petinggi.
Berbanding terbalik dengan diriku yang sering menghemat mana dalam pertarungan karena mana milikku yang tergolong sedikit jika sedang berhadapan dengan kriminal sekelas Robotic Swordman.
Mungkin suatu saat nanti aku harus belajar cara bertarung jarak dekat, dengan begitu aku tak akan kehabisan energi sihir saat bertarung dengan orang yang memiliki energi sihir yang lebih Superior.
Di tengah pergerakan kami, kami merasakan sebuah keberadaan yang mendekat. Terlalu lambat untuk menjadi seorang penyihir, kami berdua melihat seorang anak kecil yang keluar dari anak tangga di gedung kami berada saat ini.
"Ah, maafkan aku, tolong ampuni aku, aku tidak melakukan apapun."
Anak itu berteriak dengan nada ketakutan yang bergetar, entah apa yang sudah dilalui olehnya hingga bergetar hanya karena bertemu dengan kami, namun aku tak menoleh sama sekali kearahnya. Itu tak ada gunanya, jangan percaya pada siapapun di kawasan ini, bahkan pada anak kecil sekalipun.
"Ayo kita segera kembali bergerak."
"Ya, aku tahu."
A benar, semakin lama kami berdiam diri di satu tempat, semakin mudah kami ketahuan, terlebih lagi kita tak tahu ada kemungkinan mata-mata telah ada dan mengawasi kami. Robotic Swordman, orang itu adalah orang yang mengerikan.
"Kakak berdua sedang mencari tuan Robotic Swordman bukan?"
Mataku melebar dan segera memelototi anak itu yang sudah dalam posisi berlari menuju arah kami, mata anak itu kosong tanpa ekspresi dan memandang lurus kearah kami, anak kecil yang malang.
"Akan kuurus."
A sudah berada di dekat bocah itu dan menendangnya menuju atas langit, terlihat anak itu sudah tak bernyawa ketika A menendangnya, tak lama kemudian bocah yang masih berada di atas pun meledak, membuat cipratan darah diatas pijakan kami berdua.
Sungguh kejam, orang gila yang memanfaatkan orang lain sungguh mengerikan, kenapa ada seseorang semengerikan itu hidup dan memiliki tahtanya sendiri di dunianya sendiri.
Sebuah tepuk tangan yang lambat terdengar semakin keras dalam hitungan detik, itu terus mendekat hingga akhirnya kami melihat seseorang yang menggunakan kostum seperti robot. Ia sama sekali bukan robot, hanya seseorang yang terobsesi untuk menjadi robot.
"Baiklah, sekarang kalian mencariku bukan? aku berada di hadapan kalian, itu tadi hanyalah salam pembuka, aku tal berniat mundur walau aku mati, jadi mari bertarung hingga mati. Jadi, mari kita melakukan Face Reveal terlebih dahulu."
Ia membuka topengnya, seorang pria tua yang rambutnya mulai ditutupi oleh uban dan memiliki fitur wajah yang rusak dengan banyak luka di wajah sebelah kirinya.
"Itu adalah luka yang kubuat dan itulah wajah dari orang yang membunuh Alice."