"Bagus. Sebentar lagi dia akan ke sini. Tolong berikan pesan ini padanya. Katakan kalau aku akan kembali sekitar satu jam lagi.
la mendengus, tapi sambil mengambil pesan itu. Aku meninggalkan perpustakaan, menyelinap melalui ruang duduk dan berdoa semoga tidak satu orang pun yang melihatku, kemudian aku meninggalkan gedung itu dan berlari ke halaman parkir tempat Toyota-ku menunggu. Mudah-mudahan mesinnya bisa hidup. Salah satu rahasiaku yang paling gelap adalah aku masih berutang sekitar tiga ratus dolar untuk barang rongsokan ini. Dan aku bahkan berbohong pada Bolie. la pikir mobil ini sudah terbayar lunas.
***
Sudah bukan menadi rahasia lagi kalau begitu banyak pengacara di Southaven. Mereka memberitahu kami tentang hal ini ketika kami mulai kuliah hukum. Katanya profesi ini sudah terlalu padat. Bukan hanya di sini, tapi di mana pun. Beberapa di antara kami akan bekerja sampai mati selama tiga tahun, berjuang untuk lulus ujian pengacara, dan masih tetap tak bisa mendapatkan pekerjaan. Maka, sebagai hadiahnya, mereka memberitahu kami pada orientasi tahun pertama bahwa mereka akan menggagalkan setidaknya sepertiga dari kelas kami. Ini benar-benar akan mereka lakukan.
Aku bisa menyebutkan sedikitnya sepuluh orang yang akan lulus bersamaku bulan depan. Usai lulus, mereka punya banyak waktu belajar untuk menghadapi ujian pengacara, sebab mereka belum lagi mendapatkan pekerjaan. Tujuh tahun di perguruan tinggi, kemudian menganggur. Aku juga bisa memikirkan beberapa lusin teman kelas yang akan bekerja sebagai asisten pembela dan asisten jaksa di pengadilan negeri serta panitera berbayaran rendah untuk hakim yang juga bergaji kecil—pekerjaan-pekerjaan yang tidak mereka katakan pada kami ketika kami mulai kuliah.
Jadi, dari berbagai sudut, aku cukup bangga dengan posisiku di Wills and Trust, sebuah firma hukum sejati. Ya, aku terkadang sedikit sombong karena berpuas diri terhadap orang-orang yang kurang begitu cakap, beberapa di antaranya masih bergelandangan dan mengemis untuk diwawancarai. Namun keangkuhan itu mendadak lenyap. Perutku terasa nyeri ketika aku mengemudi ke arah pusat kota. Tak ada tempat bagiku di biro hukum semacam Chris & Fou. Toyota itu terbatuk-batuk seperti biasa, tapi setidaknya tetap bergerak juga.
Aku mencoba menganalisis merger tersebut. Beberapa tahun yang lalu Chris & Fou menelan sebuah biro hukum dengan tiga puluh pekerja, dan itu menjadi sebuat berita besar di seluruh kota. Namun sepertinya aku lupa kalau ada pemecatan dalam proses itu. Kenapa mereka menginginkan biro hukum dengan lima belas orang seperti Wills and Trust? Mendadak aku menyadari betapa sedikit yang aku tahu tentang calon majikanku. Pak Tua Wills sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu, wajahnya yang gemuk diabadikan dengan patung dada menyeramkan yang bertengger di Pintu depan kantor. Trust adalah menantunya, meskipun sudah lama bercerai dengan putrinya. Aku bertemu sebentar dengan Trust, ia cukup menyenangkan. Mereka menceritakan padaku dalam wawancara kedua atau ketiga bahwa klien terbesar mereka adalah beberapa perusahaan asuransi, dan delapan puluh persen praktek hukum mereka adalah urusan kecelakaan mobil.
Barangkali Chris & Fou memerlukan sedikit otot dalam divisi kecelakaan mobil mereka. Ya, siapa tahu?
Lalu lintas sangat padat di Jalan Stanton, tapi kebanyakan ke arah berlawanan. Aku bisa melihat gedung-gedung jangkung di pusat kota. Sudah pasti Vikki Salve dan Bell Hook serta semua orang di Wills and Trust tidak akan setuju memakaiku, membuat segala macam komitmen dan rencana, kemudian menggorok leherku demi uang. Mereka tidak akan melakukan merger dengan Chris & Fou tanpa melindungi orang-orang sendiri, bukan?
Sepanjang tahun terakhir, rekan-rekan sekelas yang akan lulus bersamaku bulan depan sudah menjelajahi kota ini, mencari pekerjaan. Mustahil kalau ada lowongan pekerjaan lain. Serpihan pekerjaan terkecil pun tidak mungkin lolos.
Meskipun halaman parkir sudah mulai kosong dan ada banyak tempat, aku parkir secara ilegal di seberang gedung delapan tingkat tempat Wills and Trust beroperasi. Dua blok dari sana ada gedung bank paling jangkung di pusat kota, dan sudah tentu Chris & Fou menyewa separo bagian teratasnya. Dari tempat bertengger yang tinggi itu, mereka bisa melihat ke bawah dengan pandangan merendah ke seluruh kota. Aku benci mereka.
Aku cepat-cepat menyeberangi jalan dan memasuki lobi Hill Building yang kotor. Ada dua lift di sebelah kiri, tapi di sebelah kanan aku melihat wajah yang sudah aku kenal sebelumnya. Mark Brosnan, seorang associate di Wills and Trust, orang yang sangat menyenangkan dan orang yang pertama kali yang membawaku makan siang pada kunjungan pertamaku ke sini. la duduk di bangku marmer sempit sambil menatap kosong ke lantai.
"Mark," kataku seraya berjalan menghampiri.
"Ini aku, Edward Cicero." la tak bergerak, hanya terus menatap. Aku duduk di sebelahnya. Lift-lift itu tepat di depan kami, terpisah sejauh sepuluh meter.
"Ada apa, Mark?" aku bertanya. Ia tampak linglung.
"Mark, kau baik-baik saja?" Lobi sempit itu kini tengah lengang, segalanya sunyi.
Perlahan-lahan ia memutar kepala memandangku, mulutnya terbuka sedikit. "Mereka memecatku," katanya pelan. Matanya merah, dan kalau bukan karena menangis, pasti karena dia habis minum.
Aku menghela napas dalam. "Siapa?" kataku ngan suara rendah, yakin akan jawabannya.
"Mereka memecatku," katanya lagi.
"Mark, bicaralah padaku. Apa yang terjadi di sini? Siapa yang dipecat?"
"Mereka memecat, kami semua associate," katanya perlahan-lahan. "Salve memanggil kami ke ruang rapat, dan mengatakan bahwa para partner sudah setuju untuk merger dengan Skadden, dan tidak ada tempat lagi bagi para associate. Ya, sudah begitu saja. Lalu memberi kami waktu satu jam untuk memberesi meja kerja kami dan meninggalkan gedung ini." Kepalanya mengangguk-angguk aneh dari pundak ke pundak ketika ia mengatakan hal ini, dan ia menatap pintu lift.
"Begitu saja," kataku.
"Kurasa kau ingin tahu tentang pekerjaanmu," kata Mark, masih menatap ke seberang lobi.
"Itu terlintas dalam pikiranku."
"Bajingan-bajingan itu tidak peduli denganmu."
Aku, tentu saja, sudah menduga ini. "Apa alasan mereka memeat kalian?" aku bertanya, suaraku nyaris tak terdengar. Asal kau tahu, bahwa aku sebenarnya tak terlalu peduli mengapa mereka memecat para associate. Tapi aku berusaha agar ucapanku terdengar tulus.
"Chris & Fou menginginkan klien kami," katanya. "Untuk mendapatkan kliennya, mereka wajib membeli partnernya. "Kami, para associate, hanya menghalangi jalan."
"Aku ikut prihatin," kataku.
"Aku juga. Namamu muncul dalam rapat. Seseorang bertanya tentang dirimu, sebab kaulah satu-satunya associate yang akan masuk. Salve mengatakan dia mencoba meneleponmu untuk menyampaikan kabar buruk ini. Kau pun dipecat, Edward. Maaf."
Kepalaku tertunduk beberapa inci, aku mengamati lantai. Tanganku berkeringat.
"Tahukah kau berapa banyak yang aku dapatkan tahun lalu?" tanyanya.
"Berapa?"
"Delapan puluh ribu. Enam tahun aku membudak di sini, bekerja tujuh puluh jam seminggu, mengabaikan keluargaku, mengucurkan darah demi Wills and Trust, kau tahu, kemudian para bajingan itu mengatakan kalau aku punya waktu satu jam untuk membereskan meja dan meninggalkan kantorku. Mereka bahkan memasang satpam untuk mengawasi aku memberesi barang-barangku. Delapan puluh ribu mereka bayarkan padaku, padahal aku mencatat tagihan sebanyak 2.500 jam dengan tarif 150 per jam; berarti aku mendatangkan sekitar 375.000 dolar untuk mereka tahun lalu. Mereka menghadiahiku delapan puluh, memberiku arloji emas, mengatakan betapa hebatnya diriku, mungkin beberapa tahun lagi aku akan jadi partner, kau tahu, keluarga besar yang bahagia. Lalu datanglah Chris & Fou dengan jutaan dolar mereka, dan aku kehilangan pekerjaan. Kau kehilangan pekerjaan juga, sobat. Kau tahu itu? Apakah kau sadari kau baru saja kehilangan pekerjaan pertama sebelum memulainya?"