"Ya, apa yang sudah kamu lakukan kepada ibuku?" Arya mempertegas pertanyaannya.
"Kenapa kamu bertanya kepadaku? Tanyakan saja kepada ibumu. Penjelasan ku tak akan membuat kamu percaya. Jadi akan percuma!" wanita itu terlihat sangat berani. Membuat hati Arya mengakui keberanian nya. Selain dia belum pulang melihat keberanian yang begitu jelas tampak di wajah seorang wanita. Tetapi kini apa yang ditunjukkan oleh Zahra menggetarkan hati Arya.
Zahra meninggalkan tempat itu melanjutkan perjalanannya untuk kembali ke dalam kamar. Membuat pria tampan tersebut terdiam menatap istrinya pergi begitu saja.
"Nak, lihatlah perlakuan istrimu. Jika bukan karena perintah ayahmu kita tidak akan pernah menderita seperti ini," ucap wanita itu. Ucapan itu menyadarkan Arya bahwa ada yang berbeda dari ibunya. Seumur di hidup Arya tidak pernah mendengar ibunya mengeluh terhadap sang ayah. Apapun keputusan ayahnya adalah sesuatu yang sangat dihargai oleh wanita paruh baya itu. Pria tampan itu merasa heran mengapa tiba-tiba sikap ibunya terlihat berubah. Apakah yang terjadi sebenarnya. Berbagai pertanyaan masuk ke dalam pikirannya.
Setelah berpamitan kepada sang ibu, Arya lanjutkan langkahnya dengan tujuan sebelumnya yaitu mengambil berkas yang tertinggal di dalam kamar. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mendapat istrinya sedang mengobati luka. Pria tampan itu mencoba tak menghiraukan wanita tersebut. Dia berjalan menuju meja kerjanya kemudian mengambil berkas dan berlalu. Meski hatinya memiliki banyak pertanyaan tetapi dia tidak memiliki keberanian untuk bertanya.
Mereka berdua memang menikah tetapi keduanya tidak saling berbicara apa lagi bertukar pikiran. Zahra juga tidak memiliki keberanian untuk memulai pembicaraan dengan pria itu. Dia memutuskan lebih baik berdiam diri saja.
Pada hari itu Zahra memutuskan untuk terdiam diri di dalam kamar. Dia sudah tidak mau lagi mengikuti perintah ibu mertuanya yang selalu berusaha menyiksa dirinya. Dia merasa tidak memiliki kewajiban untuk menuruti semua perintah dari wanita paruh baya itu. Dia tidak peduli dengan ibu mertuanya yang terus berusaha membuka pintu kamarnya.
***
Arya tiba di perusahaan lebih lambat karena dia harus mengambil berkas yang tertinggal di rumah. Tetapi bukan berkas itu yang membuat wajahnya terlihat cemas melainkan kondisi dan keadaan istrinya.
"Selamat pagi, Pak! Hari ini ada pertemuan rapat yang harus anda ikuti. Membicarakan tentang proyek pembangunan pusat pasar seperti yang anda rencanakan," ucap Daniel kepada Arya. Mereka berdua berjalan bersama menuju sebuah lift. Beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengan mereka membungkuk dan menundukkan kepala.
Disaat keduanya sedang berjalan tiba-tiba Arya menghentikan langkah kakinya. Gerakan itu membuat Daniel merasa bingung. Pria tampan itu menatap wajah pimpinan nya.
"Ada apa, Pak?" tanya Daniel.
"Apakah kamu sudah mendapatkan apa yang saya perintahkan tadi malam?" tanya Arya. Daniel mengerutkan keningnya. Kemudian dengan cepat dia mengangguk.
"Sudah, Pak! Semua sudah saya letakkan di atas meja Bapak!" lanjutnya. Mendengar ucapan itu membuat Arya kembali melanjutkan langkah kakinya. Langkah kaki ibu menuju ruangan kerja di mana ber tas yang dia minta berada. Pemuda tampan tersebut sudah sabar untuk melihat berkas yang dia perintahkan kepada asisten pribadinya. Dia telah memutuskan untuk segera mencari universitas yang bagus bagi istrinya agar wanita itu tidak mendapatkan masalah yang lebih besar jika terlalu lama berada di rumah.
Arya segera duduk di atas kursi kemudian mulai memeriksa universitas yang ternama dia pun mulai memiliki salah satu dari universitas yang terbaik di kota itu. Tetapi tiba-tiba pria tampan itu merasa bingung karena dia tidak mengetahui jurusan apa yang diinginkan oleh istrinya. Ataukah dia sendiri yang harus memilih kan jurusan tersebut. Dia merasa tidak nyaman dengan semua itu.
Pemuda tampan itu akhirnya memutuskan untuk memanggil Daniel.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Daniel.
"Tolong hubungi istri saya. Tanyakan kepadanya jurusan apa yang yang dia inginkan?" lanjut dirinya bertanya.
"Ha? Apa?" Daniel merasa ada yang aneh dari pertanyaan yang diajukan oleh pria itu. Pria itu merasa sedikit heran. Tetapi dia tidak ingin membuat atasannya marah dengan mengajukan pertanyaan.
"Baik, Pak!" jawabnya kemudian pergi.
'Mungkin pak Arya masih belum bisa menerima pernikahan ini?'
Daniel menghubungi rumah besar itu. Seorang wanita paruh baya yaitu Siti mengangkat telepon.
"Selamat siang, dengan kediaman Ibra Pratama?" ucap wanita per baya itu.
"Bi, ini Daniel. Apakah aku bisa berbicara dengan nyonya Arya?" Daniel bertanya. Siti merasa bingung saat menjawab pertanyaan dari Daniel. Dia tidak tahu bagaimana cara menyambungkan antara ponsel dengan wanita itu. Wanita paruh baya tersebut takut jika perbuatannya mengundang amarah dari pemilik rumah itu.
"Maaf tuan, tetapi sepertinya nyonya sedang tidur," jawabnya. Dia tidak memiliki keberanian untuk menyampaikan pesan tersebut kepada Zahra. Daniel merasa heran. Mengapa hanya berbicara dengan nyonya besar rumah itu saja dia mendapatkan kesulitan. Dia kembali membujuk agar pelayan itu bersedia menghubungkan dirinya dengan Zahra. Tetapi Siti bersikeras. Ketakutan yang paling besar di dalam hatinya adalah saat nyonya besar rumah itu marah. Untuk menghindari semuanya, dia harus bisa bertindak wajar.
Daniel yang tidak berhasil mendapatkan apa yang diminta oleh pimpinan nya berjalan kembali menuju ruangan Arya. Dia mengatakan yang sebenarnya kepada pria itu. Arya mengerutkan kening, kecurigaan nya semakin bertambah. Dia pun merasa kesal kepada Daniel.
"Kamu harus mendapatkan informasi itu sekarang juga. Jika perlu, kamu harus datang ke rumahku!" perintah Arya. Daniel tak habis pikir, apakah semua itu sangat penting sementara masih banyak pekerjaan penting lainnya yang harus dikerjakan oleh Daniel. Tetapi apakah dia bisa membantah ketika Arya sedang gelisah seperti saat ini.
Dia pun tidak memiliki keberanian untuk banyak bertanya. Daniel segera melakukan perintah dari Arya. Dia meninggalkan perusahaan besar itu dan pergi ke rumah Arya. Keadaan rumah itu tampak lengang. Meski Daniel adalah orang kepercayaan dari Arya, tetapi pria itu tidak sering mengunjungi kediaman Ibra Pratama. Hanya sesekali dia berkunjung saat atasannya benar-benar membutuhkan dirinya. Seperti pada kesempatan ini.
Daniel berdiri di depan pintu. Pelayan memintanya untuk menunggu. Cukup lama dia berdiri di sana. Daniel sedikit curiga dengan keadaan rumah itu. Jika hanya memanggil nyonya Arya seharusnya mereka tidak membutuhkan waktu begitu lama. Tetapi sudah setengah jam pemuda tampan itu berdiri di depan rumah namun tak ada yang datang menghampiri dirinya. Daniel sudah tidak sabar menunggu, dia berdiri mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Ketika itu tiba-tiba wanita paruh baya menghampiri dirinya. Daniel mengenali wanita itu. Dia pun menundukkan kepala memberikan hormat kepada Devi.
"Ada apa kamu datang?" tanya wanita paruh baya itu terlihat tidak suka dengan kehadiran Daniel.