Daniel menangkap semua brosur yang berterbangan. Benar seperti yang dikatakan oleh atasannya bahwa hanya dua universitas aja yang memiliki jurusan seperti yang diinginkan oleh Zahra. Tetapi semua itu bukan kesalahannya. Daniel sudah mengumpulkan data semua universitas yang ada di kota itu. Jika mereka tidak membuka jurusan yang diinginkan oleh Zahra, apakah itu kesalahannya. Pria itu menatap wajah atasannya sambil mengerutkan kening.
"Salahku dimana, Pak?" ucapnya. Sebuah berkas yang lebih tebal terbang kemudian jatuh tepat mengenai wajah Daniel. Inilah yang selalu diterima oleh Daniel jika dia berusaha membantah kata-kata dari Arya.
"Maafkan saya, Pak!" hanya kata-kata itu yang bisa meluluhkan hati dan perasaan Arya. Meski Daniel tidak mengetahui kesalahan apa yang sudah dia lakukan tetapi dia harus meminta maaf untuk bisa meluluhkan hati Arya. Agar pria itu tidak melanjutkan emosinya.
Arya merasa bingung adalah memilih universitas yang terbaik untuk istrinya. Kedua universitas itu bukanlah bagian dari pilihannya. Salah satu universitas terletak sangat jauh dari rumah mereka dan semua itu pasti akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan universitas yang kedua hanyalah universitas biasa bukan universitas modern dan juga terkenal seperti yang diinginkan oleh pria itu. Dia pun merasa bingung kemana dia akan memasukkan istrinya.
***
Zahra sedang berenang hati di dalam kamarnya. Dia membayangkan bagaimana dirinya akan mulai mengikuti kuliah di salah satu universitas. Kehadiran Daniel memperkuat prasangka nya bahwa dirinya benar-benar akan melanjutkan studinya. Namun saat Zahra sedang menikmati kebahagiaan nya tiba-tiba pintu kamar itu terbuka. Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar. Wanita itu segera mendekati Zahra kemudian menarik tangannya dengan sangat kasar. Zahra berusaha untuk memberontak. Tetapi kekuatan wanita itu benar-benar di luar batas kewajaran. Zahra mencoba meraih hijab yang digantung di atas kursi untuk menutupi aurat nya. Sebab saat berada di dalam kamar dia membuka hijab nya.
"Wanita kurang ajar! Berani sekali kamu mempermainkan aku. Apakah kamu pikir aku orang biasa, apakah kamu pikir kamu bisa melawan aku?" wanita itu terus berkata sambil menarik tangan Zahra.
"Aduh, sakit Nyonya. Tolong lepaskan aku Nyonya, apa kesalahanku? Kenapa Nyonya memperlakukan aku dengan sangat kejam. Apakah nyonya tidak takut jika aku menceritakan semuanya kepada suami Nyonya." wanita itu masih berusaha mengancam ibu mertuanya berharap wanita itu melepaskan genggaman tangannya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, wanita itu semakin memperkuat genggaman tangannya kemudian menarik Zahra.
"Apa katamu? Kamu berani mengancam aku?" tanya wanita itu. Mereka tiba di sebuah ruangan yang digunakan sebagai gudang. Wanita paruh baya itu mendorong tubuh Zahra dengan sangat kuat kemudian dia melemparkan nya begitu saja. Sehingga tubuh Zahra terjatuh mengenai beberapa benda yang berserakan di lantai. Zahra merasakan sakit di tubuhnya.
Wanita itu mendekati Zahra, menggenggam kerah baju wanita tersebut. Lalu mendekatkan wajahnya.
"Berani sekali kamu bersikap seperti itu. Berani sekali kamu bertindak sombong di hadapanku. Kamu akan mengetahui siapa aku sebenarnya." wanita itu menyeringai menunjukkan barisan giginya. Menunjukkan ekspresi wajahnya yang buas membuat Zahra gemetar karena ketakutan.
"Ibumu masih hidup! Jika kamu mempermainkan aku maka aku akan membunuh ibumu!" ucapan wanita paruh baya itu membuat Zahra mengangkat wajahnya karena tak percaya. Dia tidak yakin dengan semua yang dikatakan oleh wanita paruh baya itu. Bukankah ibunya sudah meninggal akibat kebakaran yang terjadi di rumahnya. Lalu kenapa wanita itu mengatakan bahwa ibunya masih hidup.
"Lihatlah!" wanita paruh baya itu menunjukkan sebuah rekaman yang ada di ponsel nya. Rekaman yang menunjukkan seorang wanita paruh baya sedang terbaring lemah di sebuah ranjang. Wanita itu benar-benar ibunya. Ibu yang telah melahirkan Zahra ke dunia. Bagaimana mungkin ibunya berada di sana. Apa sebenarnya yang sudah dilakukan oleh wanita paruh baya itu.
"Apa? Apa yang kamu lakukan kepada ibuku? Apakah kamu menculik ibuku?" Zahra melupakan sapaannya. Melihat kelakuan wanita paruh baya yang merupakan ibu mertuanya membuat Zahra menganggap bahwa wanita itu tak pantas dihormati. Apalagi disayangi.
"Hahaha?" wanita paruh baya itu justru tertawa. Dia tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya.
"Jika kamu berani mengatakan satu hal saja kepada suamiku maka aku akan menyiksa ibumu. Dengar wahai wanita kurang ajar. Kamu sudah berani bersikap sombong dihadapanku. Bagaimana mungkin aku bisa mengabaikan itu. Ini hanyalah sebuah peringatan saja. Kamu berada di bawah telapak kaki ku dan apapun yang kamu lakukan harus meminta izin terlebih dahulu kepadaku. Apakah kamu mengerti!" wanita paruh baya itu kembali mendorong tubuh Zahra. Kini zahra bukan hanya terluka secara fisik tetapi sekaligus psikologis nya.
"Nyonya, jangan lakukan apapun pada ibuku. Aku berjanji akan mengikuti sebuah perintahmu. Tetapi tolong jangan sakiti ibuku," ucap wanita itu mengiba. Semuanya sulit untuk diterima tetapi keadaan tidak berpihak kepada Zahra. Kondisinya menunjukkan bahwa dia tidak bisa melawan ibu mertuanya. Demi menyelamatkan ibu kandungnya dia kan siap dan rela melakukan apapun bahkan mengorbankan dirinya sendiri.
Zahra mencoba merangkul kaki wanita paruh baya yang merupakan ibu mertuanya. Memohon bahas kasihan dari wanita tersebut agar tidak menyiksa ibu kandungnya. Tetapi wanita paruh baya itu justru menendang tubuh Zahra. Lalu dia pergi begitu saja meninggalkan Zahra menangis sendirian. Zahra tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya duduk sambil meratapi nasib yang menimpa dirinya. Kesedihan yang ada di dalam hatinya telah menyatu. Kesedihan kesedihan itu tak mampu diungkapkan oleh kata-kata. Kesedihan kesedihan itu hanyalah penderitaan saja. Betapa menyakitkan hati Zahra menyadari nasib yang menimpa dirinya.
Tetapi ada sesuatu yang sangat disyukurinya. Yaitu ternyata ibunya masih hidup. Setidaknya Zahra masih memiliki sebuah harapan. Harapan untuk bertemu dengan ibu kandungnya. Harapan untuk bisa berbahagia tinggal di desa seperti dahulu kala. Zahra kembali menangis dalam kesedihan yang dalam. Dia bahkan lupa jika tubuhnya sedang terluka. Pergelangan tangan yang berdarah akibat kuku dari sang ibu mertua. Penderitaan benar-benar tak terkira.
Hari sudah menjelang sore. Zahra mencoba mengumpulkan sisa-sisa semangat yang ada di dalam dirinya untuk bisa bangkit dan berjalan. Dia harus menunaikan ibadah. Jangan sampai Tuhan juga meninggalkan dirinya sama seperti orang-orang di dunia yang meninggalkan dirinya. Dia berharap bahwa Tuhan masih menyayanginya meski dia juga sadar bahwa dia bukanlah hamba yang sempurna.
Perlahan-lahan dia berjalan menuju kamarnya. Ketika masuk ke dalam kamar itu dia melihat bahwa kamar tersebut masih lah kosong. Itu artinya Arya belum pulang bekerja. Zahra melanjutkan langkah kakinya. Kini tujuannya adalah kamar mandi. Dia harus membasuh anggota tubuh untuk berwudhu. Selanjutnya diaper menunaikan salat magrib.